Di Balik Penyetopan Impor Beras

Artikel ini ditulis oleh: Entang Sastraatmadja

Stop Beras Import (Sumber: Chatgpt Ai)

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Kamis (06/03/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Di Balik Penyetopan Impor Beras” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Dalam obrolan ringan yang membahas soal dunia perberasan di Warung Kopi “Penuh Berkah” di sudut Kota Bandung, Jawa Barat, muncul pertanyaan apakah langkah penyetopan impor beras mulai tahun 2025 ini akan bersifat permanen/berkelanjutan atau lebih mengedepankan sebagai penyetopan impor beras “on trend”?

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Pertanyaan ini tentu saja menarik dan menggelitik. Pasalnya, jelas bukan hanya kebijakan penghentian impor beras saat ini yang terkesan kental dengan aura “politik pangan”, tetapi juga jika hal ini dikaitkan dengan fenomena kehidupan yang terjadi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Langkah serta kebijakan ini telah menjadi “dewa penolong” sebagian warga bangsa dalam menyambung nyawa kehidupannya.

Coba kita bayangkan situasi saat terjadinya “darurat beras” mengingat adanya sergapan El Niño beberapa tahun lalu, dari mana bangsa ini akan memperoleh beras untuk 22 juta rumah tangga yang akan menerima Program Bantuan Langsung Pangan/Beras? Padahal, saat itu suasananya menjelang Pemilihan Presiden, Anggota Legislatif, dan Pemilihan Kepala Daerah. Betul, tahun 2024 telah dikukuhkan sebagai Tahun Politik.

Semua kebijakan dan program pun terkesan ada “bau-bau” politiknya, termasuk di dalamnya Program Bansos Beras itu sendiri. Dari sinilah lahir istilah “beras politik” yang hakikatnya sangat jauh berbeda dengan “politik beras.” Kegiatan “beras politik” lebih mengarah untuk merebut simpati rakyat dengan membagi-bagikan beras kepada masyarakat.

Politik beras sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses pengambilan keputusan dan kebijakan yang terkait dengan produksi, distribusi, dan harga beras di suatu negara. Politik beras dapat melibatkan berbagai pemangku kepentingan dunia perberasan, termasuk pemerintah, petani, pedagang, dan konsumen.

Secara substansi, politik beras dapat mencakup berbagai aspek, seperti:

  • Produksi: Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan produksi beras, seperti subsidi untuk petani atau pengembangan infrastruktur pertanian. Selain itu, pemerintah dapat mendorong penggunaan teknologi yang lebih efisien untuk meningkatkan produksi beras.
  • Distribusi: Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan politik perberasan untuk mengatur distribusi dan logistik beras, seperti pengaturan harga atau kuota impor. Pemerintah juga dapat mengembangkan infrastruktur, seperti irigasi pertanian, jalan, dan pelabuhan, untuk memudahkan distribusi beras.
  • Harga: Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk mengatur harga gabah dan beras, seperti Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) atau subsidi untuk konsumen. Di sisi lain, pemerintah dapat melakukan pengawasan harga untuk mencegah penipuan atau spekulasi harga.
  • Sosial: Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk membantu petani atau konsumen yang membutuhkan, seperti program bantuan atau subsidi. Dalam pengembangan komunitas, pemerintah dapat mengembangkan komunitas petani atau konsumen untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik beras.

Di sisi lain, “beras politik” memiliki arti yang luas dan kompleks di Indonesia. Beras bukan hanya sebagai makanan pokok, tetapi juga memiliki nilai ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang sangat penting. Ketersediaan beras dapat memengaruhi ketahanan nasional dan identitas nasional Indonesia.

Dalam konteks politik, beras dapat digunakan sebagai alat untuk memengaruhi opini publik dan memenangkan dukungan dari masyarakat. Pemerintah dapat menggunakan kebijakan beras untuk meningkatkan produksi, mengatur harga, dan memastikan ketersediaan beras yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Perlu diingat bahwa politik beras juga dapat memiliki dampak negatif, seperti monopoli pasar, harga yang tidak stabil, dan ketidakadilan bagi petani. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan yang tepat dan transparan untuk mengatur pasar beras dan memastikan bahwa kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi dengan adil dan efektif.

Langkah penyetopan impor beras yang akan diterapkan mulai tahun 2025 ini memang tidak lepas kaitannya dengan kebijakan pemerintah dalam menerapkan politik perberasannya. Sekalipun banyak mengundang pertanyaan atas kebijakan penyetopan impor beras ini, dalam rangka membangun pencitraan, hal ini sah-sah saja untuk digarap.

Bagi bangsa yang pernah memproklamirkan diri sebagai negara yang berswasembada beras dan mendapat penghargaan internasional dari Badan Pangan Dunia (FAO) serta Lembaga Riset Padi berkelas dunia (IRRI) atas keberhasilannya tersebut, impor beras merupakan langkah yang cukup memalukan. Sebaliknya, penghormatan warga dunia akan muncul sekiranya kita mampu melakukan ekspor beras.

***

Sumber: Co-created with AI
Judul: Di Balik Penyetopan Impor Beras
Penulis: Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *