Bulan Hidupkan Cinta

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif

keberagaman suku dan agama
Ilustrasi: Keberagaman suku dan agama bisa dipupuk untuk saling menyayangi sesama manusia - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Rabu (04/12/2024) Artikel berjudul “Bulan Hidupkan Cinta” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Kembali ke Desember, kembali membunyikan bel pengingat bahwa mahadaya cintailah yang memungkinkan kemanusiaan tumbuh. Mengetuk “pintu” Tuhan dengan getaran cinta adalah akar pohon kehidupan. Sedang mengetuk “pintu” tetangga dengan welas asih adalah buah kehidupan.

Sungguh mulia seruan agama untuk mengembangkan cinta agape, bak sinar mentari yang menyinari siapa pun tanpa kecuali. Namun, dalam realitas hidup, ekspresi kasih sayang itu umumnya bersifat selektif. Semangat altruisme cenderung diarahkan kepada orang-orang yang memiliki persamaan warna kulit, nilai dan identitas. Terhadap orang lain yang dianggap berbeda, manusia cenderung mengembangkan prasangka xenophobia.

Pakar Aliansi Kebangsaan, Prof. Yudi Latif
Prof. Yudi Latif, penulis – (Sumber: Antara)

Untuk bisa menebar rahmat melampaui batas-batas identitas, kebajikan cinta agape itu butuh ketepatan kelembagaan cinta kasih. Perlu ada jaringan konektivitas lintas-kultural, bersejalan dengan kepentingan bersama untuk menjaga harmoni dan keadilan dalam relasi sosial-ekonomi.

Di Dobo, Kepulauan Aru (1857), Alfred Russel Wallace terkagum menyaksikan perjumpaan berbagai ras-etnis berjalan tentram dalam semangat kebersamaan menjaga hubungan perdagangan yang fair, “Berbagai macam manusia hidup di sini tanpa bayang-bayang alat hukum pemerintah. Tanpa polisi, pengadilan, dan pengacara. Akan tetapi, mereka tidak saling memotong tenggorokan, tidak saling merampas, dan tidak jatuh ke dalam anarki. Luar biasa! Hal ini menimbulkan keheranan akan beratnya beban pemerintah di Eropa yang memunculkan dugaan bahwa kita mungkin terlalu diatur. Kita akan merasa minder melihat Dobo yang memiliki peraturan sangat sedikit, sedangkan Inggris mempunyai hukum terlalu banyak.”

Perlu juga mengembangkan jaring inklusivitas: kesetaraan akses pada pendidikan, kesehatan, kesempatan usaha, pelayanan publik, partisipasi politik dan persamaan di depan hukum. Eksklusivitas dalam penguasaan sumberdaya dan kesempatan akan memojokkan cinta jadi mekanisme pertahanan diri berupa kecemburuan dan keretakan sosial.

Konektivitas dan inklusivitas itu memerlukan ikatan moral publik sebagai basis integritas. Moralitas adalah apa yang menyatukan manusia secara sosial karena adanya integritas etis yang menjadi simpul rasa saling percaya.

***

Judul: Bulan Hidupkan Cinta
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang penulis

Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.

Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.

Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *