Spiritualitas Pustaka

Oleh: Prof. Yudi Latif

MajmusSunda News, Sabtu (12/04/2025) Artikel berjudul “Spiritualitas Pustaka” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Saudaraku, kemarin saya diundang memberi siraman rohani dalam halal bihalal karyawan Perpustakaan Nasional. Sebuah kehormatan yang tak hanya menggugah akal, tetapi juga mengetuk relung batin—sebab di sana, dalam dedikasi senyap komunitas pelayan kecerdasan bangsa, segera terbayang: betapa sakralnya buku, betapa agung peran perpustakaan sebagai suar peradaban.

Prof. Yudi Latif
Prof. Yudi Latif, penulis – (Sumber: Instagram)

Membaca buku adalah suatu ziarah sunyi ke dalam jiwa. Tanpa langkah, tanpa suara, namun setiap kata adalah doa yang mengalir perlahan; setiap halaman adalah altar tempat pikiran bersujud, merangkai makna dalam keheningan. Di balik susunan huruf yang terjaga, tersembunyi denyut kehidupan yang mengikat kita dengan masa silam, menuntun di masa kini, dan membuka tabir masa depan.

Buku bukan sekadar kumpulan huruf; ia adalah jiwa yang hidup. Dalam diamnya, ia berbicara—mengajak kita bercermin, berdialog dengan diri, menyelami keberanian, kerapuhan, harapan, dan ketakutan yang terpendam. Dan dalam proses itu, kita tak hanya membaca, tapi mendengar suara ilahi yang menyentuh kedalaman batin.

Kadang, di antara kalimat-kalimat yang menggugah, terasa hadir sesuatu yang lebih tinggi. Seperti embusan angin tak kasat mata yang menyentuh hati. Buku menjadi medium spiritual—menjadi perahu kecil yang membawa kita melintasi samudera ketidaktahuan menuju dermaga kebijaksanaan.

Dalam ziarah itulah, Perpustakaan Nasional berdiri—bukan sekadar gedung yang menata buku, melainkan rumah peradaban yang menyalakan obor pengetahuan. Ia adalah taman sunyi tempat imajinasi tumbuh, tempat generasi saling menyapa lewat lembar-lembar yang diwariskan.

Ia menjaga agar cahaya tak padam diterpa arus zaman. Ia bukan hanya tempat menyimpan, tetapi ruang hidup yang memberi napas baru pada ide, wacana, dan pencarian makna. Di sanalah, literasi dipupuk, budaya dijaga, dan bangsa dituntun untuk terus belajar mendengar dan memahami.

Saudaraku, bilamana perjalanan diri dan bangsa kehilangan haluan dan tuntunan, biarkanlah buku menjadi sahabat ziarahmu. Dan bila kau lelah mencari, ingatlah bahwa perpustakaan adalah rumah—tempat cahaya itu tinggal, menantimu pulang.

***

Judul: Kesucian Kolektif
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang penulis

Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.

Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.

Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *