MajmusSunda News, Selasa (08/04/2025) – Artikel berjudul “Iman Berkeringat” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Saudaraku, hidup ini bukan hanya soal beriman dalam hati, tapi berjalan dengan kaki. Bukan hanya tentang melangitkan doa, tapi menumbuhkan hasil dari tanah yang kita pijak. Imam Syafi’i telah mengajarkan—bahwa emas hanya akan bernilai jika ditempa, dan anak panah hanya akan sampai jika dilepas dari busurnya.

Kerja adalah bentuk keimanan yang membumi.
Namun, mengapa tanah kita yang begitu religius justru lesu dalam daya cipta? Mengapa mulut kita rajin berdoa, tapi tangan kita mandul karya? Mengapa bangunan ibadah megah, tetapi nilai-nilai kejujuran dan kerja keras tak kokoh berdiri?
Apakah ruh spiritual kita telah tercerabut dari tubuh keseharian?
Padahal, Kirab Suci bukan hanya kitab langit; ia adalah cahaya bagi bumi. Ayat-ayat suci menyalakan akal, menyemangati usaha. Tak kurang dari lima puluh kali, kata aqala—akal, nalar, kerja—menggema dalam Qur’an. Dan ayat-ayat itu berkata: manusia takkan mendapat apa-apa selain dari apa yang ia kerjakan.
Bahkan ketika waktu luang menghampiri, perintahnya bukan bermalas, melainkan bekerjalah.
Lihatlah sejarah kita. Di tanah ini, Islam tak datang dari pedang, tapi dari perdagangan. Ia berdagang dan berdakwah dalam satu tarikan nafas. Kaum-kaum yang mendalami iman, juga membangun pasar dan industri. Di Minang, Banjar, Aceh, Jawa—agama dan ekonomi tumbuh beriringan.
Namun di zaman ini, niat baik saja tak cukup. Etos kerja santri kurang berdaya tanpa dukungan kelembagaan dan sistem tata kelola yang kuat. Tekun dan jujur tak cukup bila tak didukung oleh struktur yang adil. Dan celakanya, kadang negara justru jadi beban—bukan penopang.
Korupsi bukan sekadar moral yang jatuh. Ia adalah luka yang mengoyak semangat kerja. Ia menjadikan usaha sia-sia, membuat orang baik merasa kalah sejak mula.
Maka, saudaraku—bila engkau percaya pada Tuhan, buktikanlah dalam kerja yang sungguh-sungguh. Biarkan doa bukan hanya di bibir, tapi juga di peluh. Jadikan kerja sebagai ibadah, bukan sekadar rutinitas. Sebab dari tangan yang bekerja dengan jujur, lahir berkah bagi semesta.
***
Judul: Iman Berkeringat
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang penulis
Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.
Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.
Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.
Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.
Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.