Soal Target Produk Beras!

oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Rabu (07/05/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Soal Target Produk Beras!” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Banyak media sosial merilis, produksi beras berpotensi meningkat pada semester I-2025, seiring dengan makin besarnya luas panen padi dan curah hujan yang rendah hingga tinggi. Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini mengatakan, berdasarkan Survei Kerangka Sampel Area (KSA) Maret 2025, luas panen padi pada periode Januari-Juni 2025 berpotensi mencapai 6,22 juta hektare (ha) atau meningkat sebesar 11,90% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Adapun untuk produksi padi, khususnya dalam bentuk gabah kering giling, berdasarkan hasil KSA Padi pengamatan Maret 2025 akan mencapai 32,57 juta ton atau meningkat sebesar 11,17% dibanding Januari-Juni 2024 sebanyak 29,30 juta ton.Tiga provinsi dengan total produksi padi (GKG) tertinggi pada bulan Januari-Juni 2025 adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Sementara itu, tiga provinsi dengan produksi padi (GKG) terendah yaitu Papua Pegunungan, Kepulauan Riau, dan DKI Jakarta. Jika produksi padi dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, maka total produksi beras sementara pada Januari-Juni 2025 diperkirakan sekitar 18,76 juta ton beras, atau mengalami peningkatan sebanyak 1,89 juta ton beras (11,17%) dibandingkan produksi beras pada bulan Januari-Juni 2024 yang sebanyak 16,88 juta ton beras.

Meningkatnya produksi beras tahun ini dibanding tahun sebelumnya, jelas menunjukkan kerja cerdas Pemerintah dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi, kini betul-betul berwujud nyata. Jerih payah Kementerian Pertanian memberi hasil yang membanggakan. Produksi beras meningkat cukup signifikan dan bukan hanya sekedar ‘omon-omon’.

Meningkatnya produksi beras, jelas tidak ujug-ujug atau spontan turun dari langit. Perjuangan Pemerintah bersama kaum tani yang dilandasi semangat tinggi, membuat prodiksi dan prodiktivitas tanaman padi, mampu memberi hasil menggembirakan. Belum lagi dengan diterbitkannya regulasi dan kebijakan yang nyata-nyata menunjukan keberpihakan kepada petani.

Salah satu faktor yang membuat petani senang adalah diterbitkannya aturan ‘satu harga’ gabah sekaligus membebaskan petani dari persyaratan kadar air dan kadar hampa dalam menjual gabahnya kepada Perum Bulog. Petani senang, karena dengan aturan tersebut, untuk memperoleh harga jual gabah Rp. 6500,- petani tidak perlu lagi mengeringkan gabah maksimal 25 %.

Berapa pun kadar air yang melekat dalam gabah petani, Perum Bulog wajib untuk membeli gabah petani. Dengan aturan ini, petani tidak perlu lagi was-was, bila saat panen, para oknum akan menekan harga gabah, sehingga anjlok. Artinya, kalau ada bandar, tengkulak, penggilingan dan pengusaha yang ingin membeli gabah, maka mereka pun wajib membelinya dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan.

Penetapan HPP gabah sebesar Rp. 6500,- tentu telah melalui pengkajian dan pembahasan yang mendalam. Sekalipun kenaikan HPP gabah hanya Rp. 500,- dari HPP sebelumnya, Pemerintah optimis kebijakan yang diambil akan memberi manfaat bagi petani, sekiranya kalau dibarengi dengan pembenahan faktor-faktor yang lainnya.

Membela dan melindungi petani sebagai warga bangsa, memang merupakan tugas dan kewajiban Pemerintah untuk melaksanakannya. Pasalnya, bukan karena petani di Tanah Merdeka ini memiliki hak untuk hidup sejahtera, namun Pemerintah dengan seabreg kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya, perlu diingatkan supaya tidak melupakan tanggungjawabnya.

Bagi sebuah negeri agraris, Pemerintah sudah sepatutnya selalu menunjukan kecintaannya kepada petani. Pemerintah bukan musuhnya petani. Pemerintah tidak boleh juga meminggirkan petani dari panggung pembangunan, apalagi dengan memarginalkannya. Pemerintah dan petani merupakan kesatuan yang dalam kehidupan kesehariannya, saling membutuhkan.

Meningkatnya produksi beras yang berdampak pada kokohnya cadangan beras Pemerintah, betul-betul menjadi alasan utama, mengapa Pemerintah berkomitmen untuk menyetop impor beras. Hal ini patut diapresiasi, bahkan pantas diberi acungan jempol, mengingat sejatinya sebuah negeri agraris, perlu memiliki kemandirian pangan yang kuat.

Pertanyaan kritisnya adalah apakah keberhasilan menggenjot produksi beras ini akan dapat dilestarikan untuk jangka panjang ? Atau, kisah sukses ini lebih bersifat ‘on trend’, karena adanya keberpihakan dari berbagai faktor pendukung peningkatan produksi beras ini. Salah satunya, ada topangan iklim dan cuaca yang mendukung sektor pertanian, khususnya tanaman padi.

Dengan ukuran meningkatnya cadangan beras Pemerintah secara signifikan dan dihentikannya impor beras mulai tahun 2025, ada politisi kondang yang menyimpulkan bangsa kita kembali berhak, untuk memproklamirkan diri menjadi bangsa ysng berswasembada beras. Persoalannya adalah apakah bangsa ini bakal mampu mekestarikannya ?

Bila kita belajar dan berkaca pada pengalaman masa lalu (Swasembada Beras 1984 dan 2023), ternyata masalah yang dihadapi, kita tidak pernah mampu mewujudkan swasembada beras berkelanjutan. Swasembada beras yang kita capai sifatnya ‘on trend” alias kadang-kadang. Jika Pemerintah serius meraihnya, kita bisa swasembada tapi kalau tidak, terpaksa impor beras lagi.

Semoga mulai tahun 2025, kita selesai dengan impor beras, bahkan akan lebih afdol jika Pemerintah pun segera menyiapkan diri menjadi eksportir beras yang cukup disegani di dunia. Ayo, kita siap-siap meraihnya, dengan meminta Perum Bulog sebagai ‘prime mover’ pencapaiannya.

***

Judul: Soal Target Produk Beras!
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja 
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *