Pesan Titiek untuk Prabowo Soal Bulog

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto
Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto, Ketua Komisi IV DPR RI - (Sumber: wikipedia.org

MajmusSunda News, Minggu (01/11/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Pesan Titiek untuk Prabowo Soal Bulog” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

CNBC Indonesia merilis, Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto melontarkan sejumlah komentar terhadap rancangan kebijakan Presiden Prabowo Subianto. Ada dua kebijakan yang dikomentari Titiek saat memimpin rapat kerja dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.

Di antara komentar terhadap kebijakan itu, salah satunya terkait dengan program swasembada pangan yang ingin dicapai Prabowo. Di benak Titiek, Pemerintah saat ini bisa mencontek apa yang sudah dilakukan Pemerintah Orde Baru, dalam menghasilkan swasembada. Oleh sebab itu, pemerintahan di rezim Prabowo tidak perlu malu untuk mencontek apa yang sudah dilakukan oleh rezim Soeharto puluhan tahun silam.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Titiek menambahkan, “Yang bagus ya kita lanjutkan karena apapun program dulu, keberhasilannya itu, bukan produk Pak Harto, tapi produk anak-anak bangsa yang pintar-pintar.”

Salah satunya usulan Titiek, mencontek program swasembada beras era Orde Baru yang menjadikan Bulog, tidak lagi perlu berorientasi dalam mencari keuntungan, melainkan fokus pada petani.

Pesan Titiek kepada Prabowo, dari sisi kenegaraan dapat dipandang sebagai suara legislatif kepada eksekutif. Titiek adalah Ketua Komisi IV DPR RI yang tugas dan fungsinya menangani sektor pertanian dalam arti luas. Prabowo sendiri adalah Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menakhkodai para eksekutif di negeri ini. Jadi, suara Titiek ke Prabowo ada baiknya dijadikan bahan pencermatan kita bersama.

Ngebetnya Presiden Prabowo untuk mewujudkan swasembada pangan, utamanya beras, sangat masuk akal. Bagi bangsa ini, beras merupakan kebutuhan bahan pangan pokok yang membuat nyawa kehidupan tetap tersambung. Beras jelas harus tersedia sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau masyarakat. Beras tidak boleh langka, apalagi menghilang dari kehidupan.

Itu sebabnya, kebijakan menggenjot produksi beras setinggi-tingginya merupakan langkah tepat sebagai antisipasi menghadapi hal-hal yang diharapkan. Pengalaman pahit ketika produksi beras secara nasional anjlok karena adanya sergapan El Nino, menjadi proses pembelajaran yang baik dalam menata dan mengelola dunia perberasan di tanah air.

Swasembada pangan yang ingin kita raih, jelas bukan hanya sebuah wacana. Bukan juga sekedar bahasa politik yang disampaikan Presiden untuk mendapat simpati rakyat. Swasembada pangan adalah kebutuhan yang mesti ditempuh agar bangsa kita memiliki ketersediaan pangan yang kuat guna mendukung kekokohan ketahanan pangan bangsa yang kokoh.

Perum Bulog
Ilustrasi: Perum Bulog – (Sumber: Lokerbumn.com)

Apa yang disuarakan Titiek di atas, benar-benar sangat penting untuk dijadikan percik perenungan bersama. Terlepas dari beragam kelemahan dan kekurangan yang dilakoni Pemerintahan Orde Baru, tentu ada sisi-sisi positip yang patut diteladani. Suara Titiek, terkait upaya mengembalikan Perum Bulog, dari status sebagai BUMN jadi lembaga otonom langsung di bawah Presiden, sepatutnya kita cermati dengan seksama.

Sebetulnya cukup logis, bila Titiek selaku Ketua Komisi IV DPR RI mengusulkan agar Perum Bulog dikembalikan kepada purwadaksinya (semangat dilahirkannya). Bulog dilahirkan bukan untuk jadi lembaga bisnis yang dituntut mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Bulog juga tidak dirancang untuk tampil menjadi raksasa bisnis pangan di negeri ini.

Kalau demikian sejarahnya, siapa sebenarnya yang berkeinginan untuk memposisikan Bulog menjadi sebuah perusahaan plat merah? Pihak mana yang ingin merubah status Bulog dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)? Jawabnya tegas, hal itu terjadi karena tekanan dari International Monetery Fund (IMF) yang saat itu dianggap sebagai “Dewa Penolong” bangsa atas keterpurukan ekonomi bangsa.

IMF inilah yang menekan pemerintah supaya Bulog berganti status. Anehnya, dengan adanya intervensi IMF para petinggi di negeri ini, seolah-olah tak berkutik menghadapinya. Semua terlihat diam. Tidak ada seorang pun yang menentangnya. Semua pejabat dan politisi tampak sibuk mengurus diri masing-masing. Mereka tak ingin ketinggalan untuk mempereburkan jabatan di panggung pemerintahan.

Beberapa tahun setelah reformasi berlangsung, baru ada tahun 2003, kemauan dari IMF tersebut terwujud dengan lahirnya Perum Bulog sebagai BUMN pada 21 Januari 2003. Pendiriannya berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) BULOG, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 61 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas PP Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) BULOG.

Perum Bulog
Kantor Pusat Perum Bulog – (Sumber: bulog.co.id)

PP Nomor 7 tahun 2003 yang merupakan Anggaran Dasar Perum BULOG tersebut kemudian diubah kembali menjadi PP Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perum BULOG. Pendirian Perum BULOG tidak lepas dari keberadaan lembaga sebelumnya yaitu Badan Urusan Logistik (BULOG). Sebab, Perum BULOG merupakan hasil peralihan kelembagaan atau perubahan status hukum LPND menjadi BUMN, dalam bentuk Perusahaan Umum.

Selama 21 tahun Perum Bulog berkiprah di Tanah Merdeka, ternyata lembaga pangan yang memerankan diri sebagai operator pangan ini, tidak mampu memberi kinerja terbaiknya bagi kepentingan bangsa dan negara dari sisi fungsi bisnis yang diembannya. Perum Bulog lebih terdengar gerakannya, justru dalam hal fungsi sosialnya, khususnya dalam menjalankan penugasan pemerintah.

Berdasar gambaran ini, mestinya semangat mengembalikan lagi Bulog menjadi lembaga otonom pemerintah langsung dibawah presiden, bukanlah hal yang mengada-ada. Berdasar pengalaman selama ini, Bulog akan lebih optimal langkah dan gerakannya, bila status hukumnya bukan dalam bentuk BUMN. Bulog harus kembali berstatus LPND/K seperti yang disuarakan Titiek ke Prabowo.

***

Judul: Pesan Titiek untuk Prabowo Soal Bulog
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *