Kembalinya Bulog ke Masa Lalu

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Menanam padi
Ilustrasi: Sekelompok petani sedang menanam padi di sawah - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Kamis (28/11/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Kembalinya Bulog ke Masa Lalu” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

CNBC Indonesia merilis, Presiden Prabowo Subianto melalui Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulfifli Hasan berencana mengubah struktur Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) demi keberhasilan swasembada dan stabilisasi pangan. Nantinya, Bulog akan menjadi lembaga non-komersial yang tidak lagi berorientasi pada profit sehingga perannya sebagai stabilisator pangan bisa menjadi lebih optimal seperti era Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Kembalinya Bulog seperti era Orde Baru berarti membangkitkan kejayaan masa lalu, saat badan tersebut bertugas sebagai penyangga pasokan dan harga kebutuhan pangan nasional. Jika kita cermati sejarah kelahiran Bulog, memang tidak pernah terpikirkan untuk tampil menjadi perusahaan plat merah. Bulog adalah Badan Urusan Logistik yang bertugas menjaga stabilisasi pangan.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Memposisikan Bulog jadi Badan Usaha Milik Negara [BUMN], jelas bukan keinginan murni bangsa kita. Asal muasal Bulog harus berganti status karena ada tekanan IMF yang pada saat reformasi berlangsung dianggap sebagai “dewa penolong” penyelamat ekonomi bangsa. Saat itu, IMF meminta agar Bulog tidak lagi berstatus sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), tapi berubah menjadi BUMN.

Ketika reformasi berlangsung, Pemerintah betul-betul terlihat seperti yang tak berdaya menghadapi tekanan dari lembaga-lembaga internasional yang dalihnya menyelamatkan kehidupan ekonomi bangsa yang porak poranda karena kekeliruan tata kelola Pemerintahan. Salah satunya kehadiran IMF yang waktu itu cukup dominan mempengaruhi kebijakan ekonomi bangsa.

Di tengah ketidak-berdayaan itulah banyak pemikiran dan pandangan lembaga-lembaga internasional yang mempengaruhi kebijakan nasional. Secara obyektif, tentu saja pemikiran tersebut ada yang positip. Namun, ada juga yang negatif bagi perjalanan dan perkembangan ekonomi bangsa ke depan. Reformasi 1997/1998 merupakan suasana kelam bagi pembangunan bangsa dan negara.

Dihadapkan pada suasana seperti ini, pelan tapi pasti, pemerintah berusaha untuk menormalkan kembali kehidupan perekonomian bangsa. Pemerintahan pada era reformasi berusaha mengurangi campur tangan dan intervensi lembaga-lembaga internasional yang berlebihan demi tegaknya kemandirian dan kedaulatan selaku bangsa yang merdeka.

Sudah 21 tahun Perum Bulog menjadi BUMN, terbukti belum mampu memberi kinerja terbaik bagi bangsa dan negara. Peran Perum Bulog sebagai lembaga bisnis, susah untuk tumbuh dan berkembang disebabkan oleh berbagai macam alasan. Hasrat untuk menampilkan Perum Bulog menjadi “raksasa bisnis pangan” pun sulit diwujudkan. Justru yang menonjol adalah peran sosialnya.

Perum Bulog malah lebih menonjol sebagai operator pangan dalam menjalankan berbagai penugasan pemerintah. Sebut saja dalam hal memberi bantuan langsung beras bagi masyarakat. Sebesar 22 juta rumah tangga penerima manfaat dilaksanakan Perum Bulog untuk mendapatkan beras sejumlah 10 kg per bulannya selama 12 bulan. Menyalurkan beras 2,64 juta ton ke masyarakat, jelas bukan tugas mudah untuk digarap.

Tidak hanya itu penugasan pemerintah yang diberikan kepada Perum Bulog. Penyelenggaraan impor beras yang rencananya menembus angka lima juta ton pun dapat dilakukan oleh Perum Bulog. Walau akhir-akhir ini muncul kasus “demorrage” dalam pelaksanaan impor, tetapi secara umum Perum Bulog mampu menggarapnya dengan baik.

Atas gambaran ini, wajar jika banyak pihak yang menginginkan agar Perum Bulog jangan lagi disuruh berbisnis. Pengalaman menunjukkan, sejak Perum Bulog dilahirkan pada 2003, kita belum menyaksikan kisah sukses Perum Bulog dalam menggarap usaha yang dikelolanya. Lebih banyak gagal ketimbang yang sukses. Bahkan, ada juga bisnis yang menjebloskan Dirutnya ke hotel prodeo.

Adanya kemauan politik Presiden Prabowo untuk melepas Perum Bulog sebagai BUMN dan mengembalikan statusnya seperti pada era Orde Baru menjadi lembaga otonom langsung di bawah Presiden, sudah sepatutnya diberi acungan jempol. Menurut purwadaksinya Bulog adalah “alat negara” yang bertugas menangani urusan logistik.

Bulog dengan semangat melakukan pengadaan bahan pangan, kemudian menyalurkannya merupakan langkah strategis untuk menciptakan stabilisasi harga pangan dan menunjukkan keberpihakannya kepada petani. Itu sebabnya, ikon Bulog jadi “sahabat sejati” petani, sejak dulu selalu mengumandang dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di negeri ini.

Mengembalikan Bulog menjadi lembaga pemerintah non kementerian dan bukan lagi sebagai BUMN, jelas memperlihatkan fungsi Bulog dalam hal social respindibility-nya semakin dipertegas dan diperjelas. Pemerintah terlihat ingin memposisikan Bulog sebagai lembaga penyangga yang dapat memerankan berbagai fungsi, khususnya dalam mempercepat pencapaian swasembada pangan, utamanya beras pada 2027.

Tak kalah penting untuk dicermati, Bulog juga harus semakin dekat dengan petani. Apa yang jadi keinginan dan kebutuhan petani dalam melakoni kehidupannya, perlu dipahami dengan baik oleh Bulog. Petani berharap agar Bulog benar-benar mampu melindungi pada saat panen tiba sehingga harga jual di tingkat petani dinilai dengan harga yang layak dan wajar.

Petani bangkit mengubah nasib dan hak petani untuk dapat hidup sejahtera dan bahagia, rasa-rasanya akan cepat terwujud, sekiranya negara atau pemerintah benar-benar mempertontonkannya kepada petani

Semangat mengembalikan Bulog menjadi LPNK sebuah ikhtiar nyata mewujudkan harapan di atas. Mari kita sambut kehadirannya.

***

Judul: Kembalinya Bulog ke Masa Lalu
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *