MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Sabtu (19/04/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Menanam Sulit Pupuk, Memanen Harga Anjlok!” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Semangat menanam padi adalah semangat untuk meningkatkan produksi padi dan mencapai swasembada pangan. Semangat ini biasanya digelorakan oleh pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi petani dalam menanam padi. Beberapa hal yang dapat membangkitkan semangat menanam padi adalah :
Pertama meningkatkan pendapatan petani. Dengan menanam padi, petani dapat meningkatkan pendapatan mereka dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kedua, mencapai swasembada pangan. Menanam padi dapat membantu mencapai swasembada pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor beras.

Ketiga, meningkatkan ketahanan pangan. Menanam padi dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi risiko kekurangan pangan. Dan keempat, melestarikan lingkungan. Menanam padi dapat membantu melestarikan lingkungan dan mengurangi dampak negatif pertanian terhadap lingkungan.
Dengan demikian, semangat menanam padi sebetulnya dapat membangkitkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan produksi padi dan mencapai swasembada pangan.
Lalu, apa yang dimaksud dengan semangat memanen ? Banyak pakar mendefenisikan semangat memanen padi adalah semangat untuk memanen hasil panen padi dengan gembira, bangga, dan syukur. Semangat ini biasanya digelorakan oleh petani dan masyarakat untuk merayakan hasil panen yang melimpah.
Beberapa hal yang dapat membangkitkan semangat memanen padi adalah pertama rasa syukur. Petani merasa syukur atas hasil panen yang melimpah dan berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, rasa bangga. Petani merasa bangga atas hasil kerja keras mereka dalam menanam dan merawat padi.
Ketiga, rasa gembira. Petani merasa gembira karena hasil panen yang melimpah dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Dan keempat, rasa kejuangan. Petani merasa dirinya menjadi pejuang, karena dapat menyumbang kepada ketahanan pangan nasional.
Semangat memanen padi dapat membangkitkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan produksi padi dan mencapai swasembada pangan. Itu sebabnya, penataan kebijakan harga jual gabah di petani, penting dihitung ulang, agar betul-betul mampu mempercepat tetwujudnya kemakmuran petani.
Namun sangat disayangkan, dalam praktek kesehariannya, ternyata saat menanam petani selalu mengeluhkan masalah kelangkaan pupuk, khususnya pupuk bersubsidi. Petani selama berpuluh-puluh tahun kecewa dengan fenomena ini. Yang lebih membingungkan, mengapa selama ini Pemerintah seperti yang tak berdaya menanganinya.
Kelangkaan pupuk di saat musim tanam, mestinya segera dapat ditangani. Pemerintah, sedini mungkin perlu merumuskan kebijakan dan program yang benar-benar mampu mengeleminirnya. Mengapa baru sekarang Pemerintah berani menambah jumlah alokasi pupuk bersubsidi sebanyak dua kali lipat dari yang berlangsung selama ini ?
Mengapa di awal-awal Pemerintahan Presiden Jokowi tidak ditempuh kebijakan untuk menambah jumlah alokasi pupuk bersubsidi secara signifikan ? Baru di saat-saat akhir kepemimpinannya, Presiden Jokowi melahirkan kebijakan menambah jumlah alokasi pupuk bersubsidi. Dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton.
Selain itu, di era kepemimpinan Presiden Prabowo sekarang, upaya melakukan revitalisasi kebijskan pupuk bersubsidi terus digarap. Salah satunya melaksanakan pemangkasan saluran distribusi pupuk bersubsidi yang dinilai bertele-tele, menjelimet dan menghambat terciptanya efesiensi dan efektifitas dari proses distribusi yang dilakukan.
Dengan menyisakan tiga lembaga yang terlibat dalam proses distribusi pupuk bersubsidi (Kementerian Pertanian-PT Pupuk Indonesia-Kios/Gapoktan), mestinya tidak perlu lagi ada kelambatan petani untuk memperoleh pupuk bersubsidi tepat waktu. Artinya, tidak akan ada masalah lagi soal kelambatan pstani mendapat pupuk, karena belum keluarnya Surat Rekomendasi Gubernur/Bupati.
Hal yang tidak jauh berbeda, terjadi pula pada saat musim panen tiba. Semangat memanen dengan harapan utama terjadinya perbaikan nasib dan kehidupan petani akan sulit diwujudkan, jika kebijakan harga yang diterapkan, tidak menunjukkan keberpihakan nyata kepada para petani. Itu sebabnya, kebijakan “satu harga” HPP Gabah diharapkan mampu membawa perubahan dalam kehidupan petani.
Di sisi lain, kita juga penting memahami, di benaknya petani musim panen adalah peluang terbaik bagi mereka untuk berubah nasib dan kehidupan. Untuk itu, Pemerintah berkewajiban untuk mengamankan agar harga jual gabah di tingkat petani dapat memberi keuntungan yang optimal bagi petani. Petani Bangkit Mengubah Nasib pun tidak lagi hanya sebatas jargon.
Ironisnya secara faktual, setiap musim panen tiba, petani selalu mengeluhkan anjloknya harga gabah. Hal ini pun hampir tidak pernah tertuntaskan oleh siapa pun yang dibero amanah untuk memimpin bangsa. Melorotnya harga gabah saat panen raya di tingkat petani, sepertinya sudah mendarah-daging dalam kehidupan petani padi di Tanah Merdeka ini.
Semangat memanen yang dilandasi oleh cita-cita mulia memperbaiki penghasilan petani menuju suasana hidup lebih sejahtera, sepertinya sering ternoda oleh menurunnya harga gabah di tingkat petani. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan fenomena kelangkaan pupuk bersubsidi tatkala musim tanam tiba. Inilah sebetulnya pokok soal yang butuh jawaban dengan segera.
***
Judul: Menanam Sulit Pupuk, Memanen Harga Anjlok!
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi