Hemasari Dharmabumi: Orang Sunda kalau Mau Maju dan Sejahtera Harus Ngumbara

Artikel ini ditulis oleh: Asep GP

Dr. Hemasari Dharmabumi
Dr. Hemasari Dharmabumi - (Sumber: https://mediaintegritas.com/https://mediaintegritas.com/)

MajmusSunda News, Sabtu (12/02/2025) – Artikel ini ditulis oleh Asep GP berdasarkan hasil wawancara dengan Dr. Hemasari Dharmabumi, S.H., M.H. Seorang pakar Tenaga Kerja, Tim Ahli Jabar Juara Disnakertrans Provinsi Jawa Barat.

Tanah Sunda  sudah terkenal sejak dulu,  negeri subur makmur gemah ripah loh jinawi. Tapi  seiring  waktu semua itu sebentar lagi akan jadi kenangan. Lihatlah, sekarang  lahan pertanian di tatar Sunda sudah semakin berkurang akibat alih fungsi lahan serampangan, lahan sawah dan ladang kini jadi pabrik, kantor, perumahan, dsb,  selain itu orang Sunda juga akan menghadapi ‘Bonus Demograpi’ , jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibanding usia non produktif, memang kondisi seperti ini akan menaikan pertumbuhan  ekonomi dan mengurangi   tingkat kemiskinan, tapi kalau tidak dikelola dengan benar, membludaknya penduduk usia kerja yang tidak punya keahlian dan keterampilan akan meningkatkan angka pengangguran.

Sekarang terbukti pengangguran terbanyak di Indonesia adalah orang Sunda / Jawa Barat. Beberapa waktu yang lalu tercatat ada 2 juta pengangguran di Jawa Barat. Sedangkan lowongan kerja hanya bisa menerima seribu orang di seluruh Indonesia. Jawa Barat juga  banyak menghasilkan lulusan SMK, ada lebih dari 3000 orang dalam setahunnya.

Dr. Hemasari Dharmabumi
Dr. Hemasari Dharmabumi – (Sumber: https://mediaintegritas.com/)

Hal ini tentu jadi persoalan yang serius bagi orang Sunda. Lalu bagaimana solusinya.

“ Orang Sunda sekarang mah harus melanglang buana, berani ngumbara (merantau) ke mancanagara. Kalau di zaman sekarang orang Sunda tidak ada yang mau mencari kerja dan pengalaman di tempat lainnya, orang Sunda tidak akan maju-maju. Tanah Sunda sekarang sudah menyempit, penduduknya sudah padat, penuh oleh perumahan. Memang orang Sunda terkenal tidak jago merantau, tidak mau jauh dari sarakan (tempat kelahirannya) yang subur mamur indah asri, tapi sekarang Sumber Daya Alam( SDA) urang Sunda sudah menipis, terbatas, Ya tidak  ada jalan lain, harus mengelola sumber daya manusianya (SDM),  jalan keluarnya  sekarang orang Sunda harus berani melanglangbuana”, demikian kata Hemasari Dharmabumi (52) , Pakar Ketenagakerjaan Spesialis Migrasi & Diaspora  ketika ditemui wartawan di rumahnya, dikawasan Perumahan Ligar  Elok , Cimenyan – Bandung.

Hemasari memang punya program dengan disnaker  provinsi Jawa Barat untuk memberangkatkan pemuda/pemudi Sunda ke 3 negara tujuan,  Jepang, Korea Selatan, dan  Jerman.

Sebab di 3 negara itu  aging population ( proporsi penduduk lansianya tinggi ),   tingkat pertumbuhan penduduknya minus satu . Jarang ada pemudanya,    jadi butuh tenaga-tenaga kerja muda. Ketiga Negara itu juga secara sosial termasuk aman, beda dengan timur tengah.

Program ini kata Hema,  untuk mengatasi agar para orang tua mereka tidak jadi TKW. Jangan sampai Negara kita  direndahkan, dianggap pengekspor babu. Jadi yang dikirim ke sana para  pemuda/ pemudi  yang sudah punya keterampilan dan keahlian (skill), alhasil mereka juga bisa betah bekerja di sana dengan mendapat bayaran yang pantas, hingga bisa menanabung buat modal usaha ketika pulang kampung.

Hema ketika di Pemprov,  di zaman kepemimpinan Gubernur Ridwan Kamil,  membangun  aplikasi ‘Si Juara’.  Hingga saat ini pun Si Juara masih jadi semacam Job Fair Online. Jadi sekarang kalau mau mencari lowongan kerja tak perlu  jauh-jauh,  tinggal buka hape . Tapi Hema wanti-wanti harus berhati-hati,  harus mancari laman resmi dari pemerintah atau lembaga yang sudah dipercaya untuk menghindari penipuan.

Di sini anak-anak lulusan SMK (Sarjana dan lulusan SMA  juga bisa daftar, asal punya keterampilan),  bisa melihat pesyaratan dan mendaftar, nanti kalau ada panggilan akan  diwawancara pihak  persahaan Jepang, Korea Selatan atau Jerman, tergantung ke negara mana  mereka daftar.  Syarat lainnya selain punya  keterampilan dan keahlian, mereka dituntut juga untuk memiliki kemampuan bahasa Negara tujuan, untuk memudahkan komunikasi di sana.

Gajinya juga besar,  di Jepang gajinya 28 juta/ bulan, bersihnya  15-20 juta.  Oleh karena itu tidak heran, anak-anak muda yang bekerja di Jepang mampu mengirim uang ke ibunya  15-10 juta/ bulan. Terlebih  di Korea Selatan  dan Jerman gajinya lebih besar lagi,  sekitar 30 jutaan/ bulan.

“Makanya sengaja pemuda/pemudi Sunda teh didorong ke 3 negara tersebut, karena gajinya hampir sama antara 24-35 juta /bulan.  Apalagi kalau di  Jerman, bisa sambil sekolah karena gratis,  begutu juga di Jepang.  Jadi sesuai dengan harapan yang punya  program , para pemuda/pemudi  yang ngumbara di sana bisa bekerja sambil meneruskan sekolahnya.  Jauh sekali kalau dibandingkan kerja  di industri di kita, selain gajinya kecil,  di ritel isalnya hanya  2.5 juta/bulan,  belum kalau ada yang  ngutil  karyawannya harus mengganti dengan uang sendiri,  “Memang  di Bandung juga banyak  lahan pekerjaan tapi kualitas kesejahteraannya kecil sekali , ya paling jadi sales, OB (office boy),  dsb,” demikian kata Hema.

“ Kalau   generasi muda Sunda bekerjanya di industri seperti itu, tentu kehidupannya akan repot,   degradasi terus. Sibuk di sana sembari  hidup susah.  Sudah gitu mereka nikah muda. Jadi siklusnya tidak  hilang. Sedangkan yang  menghilangkan  siklus kemiskinan adalah pendidikan. Itu skill , keterampilan adalah  pendidikan,  jadi ketika mereka sudah terdidik punya keterampilan  bisa bekerja dimana saja, “ kata Hema serius.

Kalau generasi muda Sunda berani ngumbara untuk  bekerja ke tempat jauh kata Hema, akan kaya dengan pengalaman, bisa menimba ilmu pengetahuan   dari kehidupan bangsa lain yang lebih maju. Apalagi kalau kesananya sambil membawa ciri khas budaya Sunda yang someah (ramah) dan handap asor, membuang sifat belikan/pundungan,  cageur, bageur, bener, pinter.  Tentu bangsa lain juga akan mengenal budaya Sunda yang luhung itu.

“  Jadi  menurut  saya,  orang Sunda mempelajari budayanya pada saat dia mempelajari budaya orang lain.  Saya mempelajari budaya Sunda  ketika di Jepang dan Australia . Setelah saya banding-bandingkan ternyata refleksi budaya, seperti semangat  bushido, konsep-konsef dasar berperilaku , etos kerja, di Sunda juga ada, harus hideng, ajeg punya tangtungan, harus  adab menghargai   guru , pemerintah ( yang adil bijaksana), orang yang lebih tua dan kepada kedua orangtua  (guru ratu  wong atua karo) atau someah hade ka semahlamun hayang ngakeul kudu ngakal, dsb. Begitu juga petuah-petuah karuhun untuk menjaga alam, lingkungan hidup di Sunda sangat ditekankan demi keselamatan   manusia dari murkanya alam. Tapi itu sekarang tidak ada yang mempelajari. Filsafat Sunda sudah tidak dipakai  dan tidak diberlakukan lagi,  jangankan itu bahasa Sunda aja sudah tercerabut dari kehidupan sehari-hari anak-anak  sekarang. Harusnya semua itu mereka pelajari,   bukan hanya bahasa tapi falsafahnya juga.  Kenapa  perempuan Sunda duduknya harus emok  tidak nyangegang (mengangkang),  itu semua pasti ada artinya.  Kapamalian / tabu itu ada maksud ilmiahnya, adab kesopanan itu harusnya dipelajari sejak  pendidikan dasar. Karena kalau adab hilang, ya seperti sekarang anak-anak muda jadi tidak beradab, “ tandasnya.

Oleh Karena itu  Hema mengajak agar  orang Sunda punya pemikiran cerdas  untuk memajukan bangsanya. Kita jangan takut kehilangan sarakan, dan orang Sunda melanglangbuana itu bukan untuk menghilang, selesai kerja kita akan kembali ke tanah Sunda dan harus membangun sarakan Sunda, kecuali jadi diaspora, jadi warga di negara lain, selamanya tinggal di negeri orang.

Kalau ada nonoman (pemuda) Sunda   belajar pertanian di Jepang  misalnya, akan  bertambah pengetahuannya, bisa mencontoh   etos kerja di Jepang yang terkenal pekerja keras,  rajin dan disiplin.  Demikian juga  teknologi pertanian di Jepang bisa diterapkan di kita. Dan ketetika mereka kembali  ke lemah cai  (tanah air), mereka membawa duit yang banyak untuk modal usaha. Hal ini tidak akan akan jadi kenyataan kalau kita tetap tinggal disini terus sambil bermuram durja.

“Makanya ketika Kang Emil (Ridwan Kamil, Gubernur Jabar saat itu) berencana menyuruh petani milenialnya  magang di petani-petani Jawa Barat, saya tidak seutuju. Karena petani Jabar itu bukan kelompok patani yang berhasil, hasilnya hanya untuk konsumsi sendiri. Petani-petani di kita memang umumnya lebih ke pertanain sub sistem, pertanian tanpa teknologi tinggi, tanpa jaringan pemasaran. Oleh karenanya lebih baik ke Jepang saja. Di sana  mereka bisa mencontoh etos kerjanya, bisa belajar ilmu teknologi pertaniannya , plus mendapatkan uangnya, dan punya jaringan  pemasarannya. Dimana kalau pulang ke sini dan orang Jepang butuh wortel misalnya, mereka bisa jadi  eksportir wortel ke Jepang,” kata Hema.

Jadi  kesimpulannya orang  Sunda harus ngumbara.  Kalau tidak mau ke luar dari sarakan maka kita tidak opensif secara kultural dan secara ekonomi. Kata Hema ada yang perlu ditiru dari  orang China yang terkenal sangat power full,  karena ada yang disebut Overseas Chinese (Tionghoa Perantauan, menetap permanen di  Negara lain), dan China-China yang ngumbara lah yang membuat China jadi powerfull. Coba bayangkan kalau urang China ngotok ngowo terus di negaranya yang penduduknya terpadat diu dunia dan  sempit lahannya.

Yang membuat mereka Berjaya itu populasi penduduknya besar tapi  mau ngumbara ka jauhna, merantau ke berbagai negara dan sebagian  besar jadi diaspora. Orang cina kalau pergi ke Vietman jadi orang Vietnam. Tapi akan ada masanya semua akan tahu kalau mereka orang China dengan semua kehebatan dan jaringan-jaringan ekonominya.

“Kalau orang Sunda tidak bisa ikut konsep seperti yang dilakukan orang China tidak akan berubah. Kita akan terus kalah, ibarat maen  bola yang menang itu yang opensif,  yang menang itu yang menyerang ke luar, bukan  yang diam di daerahnya sendiri. Kalau begitu dia akan jadi  depensif,  dia akan keserang dan itu terbukti, bangsa kita sekarang  yang diam di sini  sedang diserang secara budaya, dengan drama Korea, budaya hiphop dsb.  Makanya harus banyak duta budaya yang keluar yang memperkenalkan budaya kita. Sehingga bangsa lain bisa mengenali budaya kita, “ begitu kata  Alumni GSSTF Unpad.

Orang Sunda jangan ngotok ngowo terus di kandang, di negaranya sendiri seharusnya orang Sunda menguasai Jakarta, ini kok malah lebih banyak orang Jawanya. Padahal secara geografis Jakarta itu di  tatar Sunda , di daerah Jawa Barat. Dahulunya juga Sunda Kalapa, wilayah kerajaan Pajajaran. Sekarang pakai Whoosh aja Bandung- Jakarta hanya 45 menit .

Jadi  menurut alumni fakultas Hukum Unpad (S1),  ada berbagai alasan kenapa orang Sunda harus ngumbara, dari mulai  alasan demografis, ekonomis,  dan budaya, “Sekarang kalau  orang pada bingung dan heran  kenapa orang Sunda tidak banyak  berkiprah atau karirnya tidak nyongcolang dalam perpolitikan di Indonesia. Ya ngumbara ke Jakarta aja yang deket pada malas, alasannya panas, hareudang tea, dsb, Ya bagaimana mau berpolitik, mentalitas untuk fight- nya kurang dan fight yang pertama yang harus dilakukan adalah fight keluar kampungya”, tegasnya.

Kata Hema, Orang Batak yang jadi pengusaha, lawyer, politisi, itu Batak yang pindah ke Jakarta bukan yang diam di Samosir. Orang Padang yang jadi politikus, negarwan itu  Padang yang pindah ke Jakarta bukan Padang Bukit Tinggi, “ Jadi kalau orang sunda pindah ka Jakarta aja gak mau ya  bagaimana kita bisa berpartispasi lebih tinggi dalam perpolitikan, sumber daya  perdagangan dan keuangan yang lebih besar,  ari cicing wae di sarakan mah. Orang Tasik cicing wae di tasik kan kualitasnya tidak akan berubah.Kecuali dia mau  pindah ke Bandung terus pindah ke Jakarta. Syarif Bastaman,  paman saya, bisa jadi jugala dan cukup nyongcolang karir politiknya,  karena keluar dari Salopa. Diam di Jakarta dan  bisnis ke luar. Itu harusnya seperti itu orang Sunda mah, “ katanya serius.

Tapi Hema juga  mengakui kalau pendapatnya, usulnya saat ini tidak populer di Tatar Sunda,  tapi bakal jadi populer kalau kita sudah terdesak ekonomi. Dia juga cerita ketika SMP  di kampungnya di Salopa Tasikmalaya, dari temannya sekelas yang 30 itu hanya tiga orang yang berani ngumbara ke luar negeri seperti dirinya.  Hema memang pernah lama tinggal di Jepang, Australia, dan Genewa. Hema bertekad ingin jadi wanoja (perempuan) Sunda yang maju, tidak kurungbatokeun diam terus di kampungnya. Biar saja disebut Sunda mahiwal, nyeleneh, aneh juga. Dia ingin membuktikan Sunda juga   berani merantau, bisa ngumbara ke tempat jauh dan mendapat mafaat, berhasil, dan sasieureun sabeunyeureun bisa memberi sumbangsih untuk kemajuan bangsa  dan negara.

Demikian kata  konsultan hukum trah Dalem Sawidak Sukapura, yang juga saat ini jadi Pegiat Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Disabilitas, serta pernah jadi  aktivis Federasi Serikat Pekerja Internasional Sektor Pangan, menutup perbincangan di sore itu.

***

Judul: Orang Sunda kalau Mau Maju dan Sejahtera Harus Ngumbara
Jurnalis: Asep GP.
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *