Apakah Agnogenesis Menyebabkan Ketidaktahuan (Ignorance) Kita tentang Koperasi?

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.

Ilustrasi analisis koperasi - (Sumber: Pixabay/MajmusSundaNews)

MajmusSunda News, Kolom OPINI,  Selasa (11/02/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Apakah Agnogenesis Menyebabkan Ketidaktahuan (Ignorance) Kita tentang Koperasi?” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Anggota Dewan Pini Sepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Dalam bayang-bayang perpustakaan besar pengetahuan manusia, ada kekuatan jahat yang bekerja diam-diam, tangan tak terlihat yang secara halus memanipulasi aliran informasi. Kekuatan ini, yang dikenal sebagai agnogenesis, diam-diam membentuk pemahaman masyarakat—atau lebih tepatnya, ketidakpahaman masyarakat—tentang banyak konsep penting yang tak terlihat. Salah satu konsep tersebut adalah koperasi, mercusuar praktik ekonomi berbasis komunitas yang, meskipun potensial, tetap sebagian besar tersembunyi dalam ketidaktahuan. Bagi Indonesia, Pasal 33 UUD ‘45, yang mengamanahkan koperasi harus menjadi bangun ekonomi Indonesia, tak terlihat.  Akibatnya kita menemukan antara perintah tertinggi bernegara yaitu bangun ekonomi koperasi tidak didukung oleh realita yang terjadi, walau usia kemerdekaan sudah mencapai 80 tahun pada tahun 2025 ini.  Artikel ini bertujuan untuk mengupas lapisan teka-teki ini, untuk mengungkap sejauh mana agnogenesis dan perannya dalam menyembunyikan gerakan koperasi dari kesadaran kolektif.

Ilustrasi berikut mungkin bisa lebih menjelaskan apa yang dimaksud dengan agnogenesis yang membuat masyarakat berada dalam kegelapan atau lebih tepatnya dibuat berada dalam kegelapan. Dengan membaca tulisan, antara lain, Jonah Goodman (Vol. 45 No. 23 · 30 November 2023: A National Evil) kita akan tercengang bahwa pada era  pergantian dari abad ke 19 ke abad ke 20 ternyata sekitar 80 % penduduk Swiss menderita penyakit gondok. Hal tersebut terjadi bukan akibat belum ditemukannya obat gondok (yodium), tetapi ia disembunyikan oleh pihak-pihak tertentu. Kasus kedua adalah perubahan pola makan dari nasi coklat yang masih mengandung bekatul ke nasi putih bersih mengkilat yang berakibat pada konsumen kehilangan kandungan nutrisi yang sangat tinggi seperti vitamin B dan juga lebih dari 100 jenis bioaktif, yang mana perubahan tersebut didukung oleh SNI beras yang diberlakukan.  Padahal Christiaan Eijkman memperoleh hadiah Nobel dalam bidang kedokteran pada tahun 1929 sebagai penghargaan dunia atas penemuannya bahwa bekatul atau rice bran sebagai obat penyakit beri-beri.  Sekarang diketahui bahwa rice bran berfungsi sebagai obat untuk hampir semua jenis penyakit kronis, tetapi fungsi ini masih tersembunyi.  Masih banyak terjadi proses agnogenesis di dalam lingkungan kita berada.

Agnogenesis, yakni pengkulturan ketidaktahuan secara sengaja, adalah strategi yang digunakan oleh berbagai entitas untuk mempertahankan kendali, kekuasaan, dan pengaruh. Ini bukan sekadar ketiadaan pengetahuan, tetapi tindakan yang disengaja untuk menyembunyikan kebenaran, menabur keraguan dan kebingungan. Proses ini seringkali halus, licik, dan meresap, menyusup ke dalam jaringan sistem pendidikan, politik, dan ekonomi kita. Dalam konteks pendidikan koperasi, agnogenesis memainkan peran penting dalam menjaga model bisnis transformatif ini tetap tersembunyi dalam ketidaktahuan (ignorance).

Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.,
Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Penulis – (Sumber: sawitsetara.co)

Untuk memahami bagaimana agnogenesis beroperasi, kita harus terlebih dahulu mendalami konsep bisnis koperasi. Pada intinya, koperasi adalah asosiasi otonom dari orang-orang yang secara sukarela bekerja sama untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan budaya mereka bersama. Koperasi didasarkan pada nilai-nilai swadaya, tanggung jawab mandiri, demokrasi, kesetaraan, keadilan, dan solidaritas. Mereka bertujuan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya dan menjadikannya alat yang kuat untuk pemberdayaan komunitas dan pembangunan berkelanjutan.  Koperasi juga terbuka bekerjasama dengan para pihak lain dengan formula saling menguntungkan.

Meskipun memiliki cita-cita yang mulia ini, model koperasi seringkali berada di pinggiran diskursus ekonomi. Marjinalisasi ini bukan kebetulan tetapi hasil dari agnogenesis yang disengaja. Mungkin akibat agnogenesis ini hingga sekarang pengambil kebijakan dalam dunia akademis Indonesia belum menerima pemahaman bahwa koperasi sebagai subyek keilmuan sama seperti pertanian atau pertahanan.  Akibatnya, sampai sekarang belum lahir gelar kesarjanaan di bidang koperasi atau perkoperasian dalam level S1, apalagi S2 atau S3.  Pemahaman yang sudah berkembang hanyalah koperasi merupakan bagian dari manajemen atau ekonomi, maka lahirlah ekonomi koperasi atau manajemen koperasi sebagai jurusan studi. Padahal kita tahu bahwa koperasi atau perkoperasian jauh lebih luas daripada ekonomi atau manajemen.  Hampir semua disiplin keilmuan bisa bermanfaat apabila digunakan untuk membangun pengetahuan tentang koperasi atau perkoperasian sebagai suatu subjek keilmuan.

Dalam bidang bisnis, model bisnis konvensionall, yang didorong oleh perburuan keuntungan dengan mengatasnamakan persaingan, mendominasi narasi, menjadikan model alternatif dalam bayangan. Model koperasi, dengan penekanan pada kesejahteraan bersama dan pengambilan keputusan demokratis, dipandang menantang status quo. Ini menantang fondasi ekonomi jenis kapitalisme yang menempatkan modal lebih tinggi daripada manusia, di mana kekuasaan dan kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang.

Benih agnogenesis ditaburkan sejak dini dalam sistem pendidikan kita. Sekolah bisnis, tempat berkembangnya calon pengusaha dan pemimpin masa depan, seringkali mengutamakan ideologi kapitalisme dalam pengertian di atas, meninggalkan sedikit ruang untuk model alternatif. Buku teks dan kurikulum dirancang untuk memperkuat gagasan bahwa model perusahaan korporasi dalam bentuk perseroan terbatas, misalnya, adalah satu-satunya jalan yang layak untuk mencapai kesuksesan ekonomi. Bias pendidikan ini, yang dilestarikan oleh lembaga-lembaga berpengaruh dan pemangku kepentingan yang kuat, secara efektif meredam rasa ingin tahu dan pemikiran kritis tentang koperasi.

Media juga memainkan peran penting dalam proses ini. Media yang dimiliki oleh perusahaan, yang didorong oleh motif keuntungan, jarang menyoroti keberhasilan dan potensi koperasi. Yang diberitakan hanyalah sisi-sisi negatif dari koperasi saja, terfokus pada cerita-cerita sensasional dan krisis dalam dunia bisnis koperasi, memperkuat narasi dominasi perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas. Kesuksean  koperasi, terutama yang berkembang di negara-negara maju sangat jarang diberitakan, apalagi menjadi berita utama media nasional atau regional.  Tidak pernah kesuksesan dan pencapaian skala usaha koperasi CHS dan Land O’Lakes di Amerika Serikat atau koperasi Nonghyup di Korea Selatan, dengan pendapatannya yang bisa lebih besar daripada pendapatan BUMN kelas atas atau konglomerat Indonesia, menjadi berita utama di dalam negeri.  Proses agnogenesis ini semakin membuat terciptanya kepercayaan yang semakin menebal atau semakin memperkuat ketidak-nyataan koperasi.  Eksistensi koperasi menjadi menuju ke arah tak dipercaya lagi sebagai institusi ekonomi strategis, walaupun ia merupakan amanah Pasal 33 UUD ‘45, lebih unggul menurut teori Nash Cooperative Equilibrium, dan korespon dengan fakta empiris kemajuan koperasi di negara- negara maju.

Selain itu, kebijakan politik dan ekonomi seringkali lebih mendukung model bisnis konvensional, menciptakan lingkungan di mana koperasi berjuang untuk membangun akses ke segala sumber dengan tingkat kesulitan yang tinggi sebagai bagian dari warisan sejarah eksploitasi kolonialisme pada masa lalu. Perundang-undangan dan insentif keuangan umumnya dirancang untuk mendukung perusahaan besar, meninggalkan koperasi dalam posisi yang kurang menguntungkan. Bias kultural dan struktural ini adalah manifestasi yang jelas dari agnogenesis, karena secara sistematis membuat koperasi berada dalam strata rendah.

Namun, cerita tentang koperasi bukanlah tentang kekalahan tetapi tentang ketahanan dan harapan. Meskipun ada kekuatan agnogenesis yang bekerja menindas  mereka, koperasi berhasil menciptakan ruang keberhasilan dan inovasi. Koperasi Mondragon di Spanyol, salah satu koperasi pekerja terbesar di dunia, adalah contoh cemerlang tentang apa yang mungkin terjadi ketika prinsip-prinsip koperasi diterapkan. Di Amerika Serikat,  credit union dan koperasi pertanian telah terbukti menjadi model bisnis yang tangguh dan berkelanjutan, menyediakan layanan penting bagi jutaan orang.

Kebangkitan era digital menawarkan secercah harapan dalam perjuangan melawan agnogenesis. Internet dan platform media sosial telah mendemokratisasi informasi, menyediakan saluran alternatif untuk menyebarkan pengetahuan tentang koperasi. Komunitas dan forum daring bermunculan, di mana anggota koperasi dan pendukungnya berbagi pengalaman, keberhasilan, dan tantangan mereka. Gerakan akar rumput ini walau tumbuh perlahan-lahan namun pasti meruntuhkan tembok ketidaktahuan yang dibangun oleh agnogenesis.

Pendidikan juga berkembang. Makin banyak universitas dan lembaga pendidikan yang mulai mengakui nilai mengajarkan prinsip-prinsip dan praktik koperasi. Kursus tentang kewirausahaan sosial dan model bisnis berkelanjutan semakin populer, menawarkan siswa perspektif yang lebih luas tentang kemungkinan ekonomi. Upaya-upaya ini, meskipun masih dalam tahap awal, merupakan langkah penting menuju pembongkaran ketidaktahuan seputar koperasi.

Kesimpulannya, agnogenesis telah memainkan peran penting dalam mempertahankan ketidaktahuan kita tentang model bisnis koperasi. Melalui pendidikan yang bias, narasi media, dan kerangka kebijakan, pengkulturan ketidaktahuan yang disengaja ini telah menjaga gerakan koperasi dalam bayangan. Namun, ketahanan koperasi dan kekuatan demokratisasi era digital menawarkan secercah harapan. Dengan terus mencari jalan keluar dari status quo, meningkatkan kesadaran, dan memperjuangkan prinsip-prinsip koperasi, kita dapat mulai menghadapi struktur agnogenesis dan membawa model koperasi ke dalam cahaya yang pantas diterimanya. Perjalanannya sulit, tetapi janji dunia yang lebih adil dan berkelanjutan menjadikannya perjuangan yang layak untuk diperjuangkan.

Gerakan koperasi, dengan prinsip-prinsip demokrasi, kesetaraan, dan solidaritas, mewakili bukan hanya model bisnis alternatif tetapi juga visi masa depan yang lebih baik. Ini adalah bukti kekuatan aksi gotong royong atau kolektif, dan pengingat bahwa, bahkan dalam menghadapi agnogenesis, pengetahuan dan kebenaran pada akhirnya akan menang. Marilah kita terus memperjuangkan sebab ini, untuk mendidik, menginspirasi, dan membangun dunia di mana model koperasi bukan hanya catatan kaki dalam diskursus ekonomi tetapi juga pilar utama kemakmuran kolektif kita, sesuai amanat Pancasila dan UUD ‘45.  Pengembangan koperasi adalah model pembangunan yang melihat pembangunan sebagai pemerdekaan.

Disclaimer: Isi tulisan ini semata-mata pandangan penulis pribadi, tidak mencerminkan pandangan atau pendapat di mana penulis bekerja.

***

Judul: Apakah Agnogenesis Menyebabkan Ketidaktahuan (Ignorance) Kita tentang Koperasi?
Penulis: Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *