MajmusSunda News, Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis, (6/5/2025) Artikel dalam Rubrik βBUDAYAβ berjudulΒ “Undak-Usuk Basa Sunda Dibawa Mataram Jawa, Lewat Budaya Diserap Jadi Bahasa Sunda Digunakan Urang Sunda hingga Sekarang”, ditulis oleh Agung Ilham Setiadi
Undak-usuk dalam bahasa Sunda yang menurut pakar bahasa Sunda, salah satunya Ajip Rosidi tidak dikenal dalam tata bahasa Sunda, baru terasa pengaruhΒ setelah kedatangan MataramΒ (Sultan Agung) sekitar abad ke 17.
Di sisi lainΒ ada yang menyebutkan terpengaruh oleh agama Hindu yang mengenal kasta, di mana agama itu pernah dianut oleh orang-orang Sunda di silam masa.
Karena itu, undak-usuk Bahasa Sunda dipakai sesuai dengan tingkatan sosial kawan bicara. Jika bicara dengan orang terhormat seperti pejabat atau orang dewasa, maka diksi yang dipakai halus. Jika dengan teman sebaya diksinya ‘loma’, dan jika dengan yang status sosialnya rendah, dipakai diksi kasar.
‘Aing’ dalam Lemes, Loma, Kasar
Undak-usuk basa Sunda mengenal tiga tingkatan, yaitu Lemes (halus); Loma (biasa, pergaulan, akrab); Kasar (kasar).
Berikut ini adalah derajat ‘aing’ di dalam undak-usuk basa Sunda:
Lemes : Abdi, pribados, kawula
Loma : Kuring, uing
Kasar : Aing, dΓ©wΓ©k
‘Aing’ dalam Ungkapan Sunda
Pernah dengan ungkapan ‘Sima aing sima maung’? Ya, ungkapan itu bermakna ‘sifat menakutkan seperti sifat harimau’. Kata Aing di Sunda memang telah menyerap ke dalam sejumlah peribahasa.
Apa saja ungkapan mengandung ‘aing’?
1.Paaing-aing, maknanya berbicara dengan saling menggunakan kata aing. Atau keras kepala saling kukuh pada pendapat masing-masing.
2.Sia-sia, aing-aing. Ungkapan ini artinya berjalan masing-masing saja.
3.Aing-aingan, artinya tidak mau saling menolong satu sama lain.
4.Asa aing uyah kidul, artinya sombong, serasa jadi yang terunggul, terdepan, dsb.
Judul: Undak-Usuk Basa Sunda Dibawa Mataram Jawa, Lewat Budaya Diserap Jadi Bahasa Sunda Digunakan Urang Sunda hingga Sekarang
Penulis: Agung Ilham Setiadi
Editor: AIS