Sungai Kapuas, Rumah Panjang, dan Kisah Sukses Koperasi yang Menyatukan Kalimantan Barat

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.

Sungai Kapuas
Ilustrasi: Sungai Kapuas, Pontianak, Kalimantan Timur - (Sumber: Kompas.com)

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jumat (21/03/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Sungai Kapuas, Rumah Panjang, dan Kisah Sukses Koperasi yang Menyatukan Kalimantan Barat” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Anggota Dewan Pini Sepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.

Dalam tulisan ini kita mencoba berimajinasi tentang Sungai Kapuas dan Rumah Panjang suku Dayak sebagai simbol budaya atau spirit kebersamaan dalam menghadapi berbagai tantangan yang dijawab dengan bangun, bangkit, dan berkembangnya Credit Union (CU) di Kalimantan Barat.  Di sini, CU bukan sekadar koperasi — ia adalah senjata melawan ketimpangan, dibangun dari keringat dan harapan orang kecil.

Mari kita telusuri kisah mereka, lewat penggambaran Sungai Kapuas, sungai yang pernah saya arungi sendirian mulai dari Pontianak hingga Sintang dengan menggunakan Bandung pp., pada 1979; dan Rumah Panjang sebagai simbol spirit kebersamaan masa lalu hingga sekarang.

Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.
Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., penulis – (Sumber: Koleksi pribadi)

Prolog: Aliran Kehidupan di Sungai Kapuas

Sungai Kapuas mengalir membelah jantung Kalimantan Barat seperti urat nadi yang menghidupi. Sepanjang 1.143 kilometer, sungai terpanjang di Indonesia ini bukan hanya sumber air, tetapi juga saksi bisu peradaban suku Dayak yang telah berabad-abad menjalin harmoni dengan alam. Di tepiannya, perahu-perahu kayu melintas membawa hasil bumi, sementara anak-anak berlarian menebar senyum di antara riak air yang berkilau. Namun, di balik keindahan sungai ini, tersimpan cerita tentang sebuah transformasi ekonomi yang lahir dari kearifan lokal: Credit Union (CU).

Koperasi yang Lahir dari Nasihat Leluhur

“Kakek saya pernah bilang, ‘Kita kuat karena satu tongkat, bukan karena satu batang,'” cerita Andreas, pendiri CU Keling Kumang, sambil menunjuk tiang penyangga Rumah Panjang.

“Prinsip itu kami terapkan di CU. Setiap anggota menyimpan Rp10.000 per bulan, lalu dana itu diputar untuk pinjaman.”

Awalnya, banyak yang ragu, “Untuk apa menabung kalau bisa pinjam ke rentenir tanpa syarat?” Protes seorang ibu.

Namun, Andreas tak menyerah. Ia menggunakan rapat adat sebagai ajang sosialisasi. Di tengah diskusi, seorang tetua mulai menggumamkan syair “Balele Dombak”, lagu tradisional Dayak Kanayatn yang biasa dinyanyikan saat kerja bersama di ladang.

Suara lainnya menyusul, merangkai lirik tentang kebersamaan:

“Balele dombak, tangan bersatu memikul beban”
“Satu hati, satu tujuan, panen berlimpah kan tiba jua…”

Lagu itu menghentikan debat. Mata ibu-ibu berkaca-kaca.

“Inilah cara leluhur mengajari kami,” bisik Mama Helena.

Hari itu, CU Keling Kumang resmi berdiri.

Dari Sungai ke Ladang: CU yang Menghidupi

Berkat CU, perubahan mulai terasa. Di ladang padi tepian Kapuas, Marta dan para ibu lain menyemai bibit sambil menyanyikan “Owe’ Uwe’”, lagu tradisional yang mengiringi kegiatan menanam:

“Owe’ uwe’, biji padi tumbuh merata”
“Air Kapuas menghidupi, CU menyatukan kita…”

Lagu itu menggema di antara rimbun pepohonan, seiring deru mesin penggiling padi yang dibeli dari pinjaman CU.

“Dulu kami kerja sendiri-sendiri. Sekarang, seperti lagu ini, kami bergerak bersama,” ujar Marta.

Bahkan, nelayan seperti Pak Joni kini melaut sambil bersenandung:

“Sampan ku terapung, jala ku terbentang”
“CU memberiku harapan, Sungai Kapuas tak lagi ganas…” 

Epilog: Ketika Sungai, Rumah, dan Koperasi Menjadi Satu

Di pelataran Rumah Panjang, dentang gong mengawali rapat anggota CU. Sebelum laporan keuangan dibacakan, para sesepuh memimpin “Nyangahatn”, nyanyian ritual berisi doa syukur:

“Pohon tinggi berbuah lebat” 
“CU tumbuh, rentenir mati”
“Huma Betang tetap jaya…”

Suara mereka berpadu dengan gemericik Sungai Kapuas, mengalirkan harapan baru. Andreas tersenyum. Ia tahu, selama nyanyian adat masih berkumandang, semangat kolektivisme Dayak akan tetap hidup—bersama CU.

Penutup

“Air Kapuas mungkin mengalir ke laut, tapi syair ‘Balele Dombak’ akan terus mengingatkan: koperasi adalah nyanyian kebersamaan yang tak lekang waktu.”

Masalah kita bukanlah kurangnya sumber daya, tapi kurangnya imajinasi” — Arundhati Roy
Imagination is more important than knowledge” — Albert Einstein

Terima kasih kepada Bapak Masri Sareb Putra, M.A. untuk sharing informasinya dalam penulisan tentang CU di Kalimantan Barat ini.

***

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pandangan penulis, tidak mencerminkan pandangan lembaga dimana penulis bekerja atau terkait.

Sumber: Conversation with DeepSeek

Judul: Sungai Kapuas, Rumah Panjang, dan Kisah Sukses Koperasi yang Menyatukan Kalimantan Barat
Penulis: Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *