Serunya Menonton Wayang Ajen di Unpad

Artikel ini ditulis oleh: Asep GP

Wayang Jumbo - (Sumber: Asep GP)
Wayang Jumbo - (Sumber: Asep GP/MajmusSunda News)

MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (18/01/2025) – Bagi masyarakat yang pertama kali menonton  pertunjukan Wayang Golek atau sekalipun bagi penggemar wayang Golek  akan terpengarah  menyaksikan pertunjukan “Wayang Ajen”, Pidangan Rumawat  ka-103  yang digelar di Aula Unpad Graha Sanusi Hardjadinata, Jalan Dipatikur 35 Bandung, Sabtu (18/01/2025).

Ya bagaimana tidak, di pintu masuk lobby aula  saja penonton sudah disuguhi dengan pameran berbagai jenis wayang dan workshop pembuatan wayang,  mulai dari wayang Purwa Klasik, Wayang Klitik, Wayang Pantun, Wayang  Suket, Wayang Kancil, Wayang Wali Songo, Wayang Menak,  Wayang Panji Koming, Wayang Tokoh Pemimpin Bangsa,  hingga Wayang Kontemporer  dan Wayang Tina Plastik (bahan dari plastik). Juga Wayang Gatotkaca Berbagai Wanda dan  Lukisan Wayang  yang langsung dikerjakan oleh  pelukisnya Rohendi alumni UPI Bandung trah Pandeglang, ada semua  di sini.

Ketika masuk ke ruangan aula,  penonton akan dikagetkan dengan wayang-wayang golek berukuran besar setinggi 3,5 – 4 meter menjulang tinggi bagai Ogoh-Ogoh Bali, atau Ondel-Ondel Betawi, kalau di Sunda mah mirip Badawang Rancaekek. Ya itulah Wayang Jumbo  D’Bring,  inovasi luar biasa dari Ki Dalang Wawan Ajen,  Dr. Wawan Gunawan, Maesto Seni Wayang  dari Bekasi-Jawa Barat.

Wayang Ajen
Pertunjukan Wayang Ajen di Aula Unpad Graha Sanusi Hardjadinata, Jalan Dipatikur 35 Bandung – (Sumber: ASep GP/MajmusSunda News)

Hebatnya, Wawan Ajen membuat wayang jumbo tersebut dari bahan limbah pabrik geofoam (expanded polystyrene).  Tokoh-tokoh wayang seperti Anoman, Kumbakarna, Denawa (buta/raksasa),  Bima, Batara Rama, Dewi Sinta  hingga punakawan dari Kampung Tumaritis seperti si Cepot dan Dawala, terlihat begitu megah dan  gagah menjulang tinggi berhias tata lampu yang artistik, di sudut pintu masuk kanan-kiri aula juga dipamerkan berbagai jenis topeng dan wayang besar dari kayu.

Khusus wayang jumbo yang sudah ditawar 25 juta satu unitnya ini rencananya akan diperbanyak menjadi 20 tokoh wayang.  Bahkan, tokoh wayang raksasa Arimba dan Kumbakarna akan ia buat setinggi 8 Meter, tapi secara knock down (bisa dibongkar pasang) karena untuk menampung delapan wayang jumbo, saat ini saja rumahnya yang di kompleks perumahan Bekasi itu sudah kesulitan menampungnya.

Ditanya ada bantuan dari pemerintah terkait, Wawan katakan mengalir saja, ada bantuan nuhun tidak juga gak apa-apa. Bantuan pemerintah selama ini  tidak ada dana khusus, hanya sebatas dikasih lahan  dalam bentuk pertunjukan.

Seorang bocah yang sedang asik menikmati figur wayang Ajen - (Sumber: Asep GP/MajmusSunda News)
Seorang bocah laki-laki yang sedang asik menikmati figur wayang Ajen – (Sumber: Asep GP/MajmusSunda News)
Seorang bocah perempuan yang sedang asik menikmati figur wayang Ajen berupa tokoh politik Indonesia - (Sumber: Asep GP/MajmusSunda News)
Seorang bocah perempuan yang sedang asik menikmati figur wayang Ajen berupa tokoh politik Indonesia – (Sumber: Asep GP/MajmusSunda News)

 

“Kemarin dari Pemda Jabar melalui kebaikan Ibu Febi, alhamdullillah bisa ikut Pekan Kebudayaan Jawa Barat 2024 di Sukabumi  dan kita tampilkan 100 seniman, “ kata Wawan.

Wayang- wayang itu kata Wawan,  harus didesain sedsemikian rupa sehingga bisa menarik.  Dia yakin dengan konsepnya  bisa menyaingi budaya  hip hop yang dibangun sekarang. Dengan waktu tidak lama lagi  pasti terwujud, yang penting ada komitmen.

“Tapi kalau saya sendirian pasti ini akan berat perlu  kerjasama pentahelix ( pihak akademisi, pengusaha/bisnis, komunitas, pemerintah dan  publikasi media), pemerintah  itu harus hadir,  kementerian dan  lembaga itu harus hadir terkait bidang kebudayaan. Harus ada  keberpihakan kepada para seniman yang kreatif,” ujar Wawan.

Wayang Ajen
Dua gadis cilik sedang berpose bersama sejumlah figur Wayang Ajen yang dipajang di salah satu sudut ruangan di Aula Unpad Graha Sanusi Hardjadinata – (Sumber: Asep GP/MajmusSUnda News)

Wawan ingin  berinovasi,  adaptasi dan  kolaborasi.  Ia membuat eksperimen-eksperimen kreatif itu  berangkat dari tradisi dan salah satunya wayang jumbo tersebut.

“Ada tokoh  Si Cepot,  Dawala, Gareng, Kumbakarna. Jadi  ini tradisi sebagai sumber inspirasi –tradisi bukan berhala mati, “ jelas Wawan.

Tak hanya itu,  begitu pagelaran dimulai penonton pun dibuat terpana dengan pertunjukan wayang yang beda dari biasanya. Tiap cerita ada jeda, disambung dengan tarian, ada tarian nusantara, tari kreasi, juga tari klasik Sunda.

Selain itu ada kolaborasi Wayang Golek dan Wayang Kulit yang dimainkan beberapa dalang. Tak hanya itu pagelaran wayang ini pun didukung dengan tata cahaya megah yang mendukung suasana bahkan dipoles dengan teknologi multimedia, ada layar besar di kedua sayap panggung utama, visual pendukung jalan cerita hingga terlihat  Raden Gatotkaca  pun terlihat terbang menembus awan.

Wawan Ajen bersama muridnya Bian Ajen
Wawan Ajen bersama muridnya Bian Ajen – (Sumber: Asep GP/MajmusSUnda News)

Kata Ki  Dalang, Wawan Ajen, Wayang Ajen yang ia rintis tahun 98 dan dirancang serta di-launching  tahun 99  ini memang bergerak dari kekinian.  Dirinya berusaha memperkenalkan wayang pada generasi muda agar tetap lestari sepanjang masa. Sebab berdasarkan pengalamannya kalau generasi Alfa dan Gen-Z   tidak  disentuh dengan cara kekinian, dengan format-format baru, tidak mungkin mereka mau menerima.

Wawan Ajen pertama membuka Sekolah Wayang Ajen itu tahun 2002.  Pada satu tahun pertama hanya dapat tiga orang murid  karena waktu itu yang ditawarkannya Wayang Golek Tradisi dengan perhitungan  harus memperkenalkan tradisi dulu, padahal dia sudah promosi gencar ke sekolah-sekolah,  malahan digratiskan selama setahun, tapi hanya dapat tiga orang murid.

“Wah ini berat, dan saya tinggal di kota metropolitan,  Kota Bekasi yang penduduknya bukan orang Sunda sadaya. Akhirnya kita rubah format dengan cara kekinian. Makanya dari judul ceritanya saja dalam pagelaran sekarang sudah beda ‘Tembang Perkasa Ksatria Amarta’,   kekiniannya kentara sekali. Bagi  anak-anak dari judulnya aja  jadi terngiang-ngiang dalam ingatannya, mereka katakan, ‘Aku mau jadi Kstaria Amarta’,  idolanya bukan  tokoh-tokoh Superhero lagi, “ kenang Wawan di awal perjuangannya.

Wawan Ajen saat diwawancarai awak media - (Sumber: Asep GP/MajmusSUnda News)
Wawan Ajen saat diwawancarai awak media – (Sumber: Asep GP/MajmusSUnda News)

Dengan membuat format Wayang Ajen merekonstruksi kembali cara-cara lama dengan format kekinian, Wawan berhasil menarik minat anak-anak untuk menyukai dan belajar jadi Dalang wayang dan  hebatnya muridnya dari berbagai etnis,  ada  dalang Angelika Sitinjak tentunya orang  Batak (Angelika Ajen, semua muridnya pakai embel-embel nama ‘Ajen’ di belakangnya) yang  tampil memukau hari sebelumnya di Unpad.

Juga ada Dalang Mario Van Basten, Khaifan, Dalang Mozhart, dan sebagainya. Pada 2024, orang yang belajar dalang ada 21 orang, dan pada 2025 muridnya ada 38 orang.

“Anak-anak senang semua karena kita hadirkan yang modern dan tradisi, yang kontemporer ada, yang urban ada, ada wayang dari kayu, kulit, kardus, karton, plastik, rumput,  mereka ada pilihan. Bayangkan kalau dia hanya disuguhkan dengan wayang tradisi saja, mereka berpikir ini tidak ada di dunia saya,” papar Wawan.

Senada dengan hal itu,  Prof. Ganjar Kurnia yang punya hajat mengatakan,  pada awal 2025 pidangan Bale Rumawat Padjadajaran yang ke 103,  sengaja memilih Wang Ajen untuk memperlihatkan bahwa seni wayang itu tidak stagnan, tapi  bisa  berkolaborasi dengan Wayang Kulit, Tarian, juga dengan Teknologi

“Ya, ini paling tidak sebagai entry point (titik masuk) untuk anak-anak, karena yang paling penting anak-anak itu  tahu dan mengenal dulu wayang kemudian ada interest, ada minatnya. Kemarin  (Jum’at 17/1/2024),  kita mengundang anak-anak SD –SMP-SMA yang nonton 1000,  dan ada yang gak pulang pingin nonton terus hingga hari kedua pagelaran Wayang Ajen. Itu  kan menunjukkan ada keinginan mereka untuk belajar mengenai wayang,” ungkap Prof. Ganjar Kurnia.

Hal antuasiasme penonton  tersebut kata Rektor ke-10 Unpad ini,  biasa terjadi dalam pegelaran Bale Rumawat yang ia rintis sejak 2009, yang tiap tahun menyuguhkan lima kali pagelaran (seni-budaya Sunda) karena yang disajikananya bukan pagelaran sembarangan penontonnya rata-rata bisa mencapai  300-400 orang per pagelaran, termasuk pagelaran Wayang Ajen saat itu  300-400 kursi penuh sama penonton.

Melukis Wayang
Wawan Ajen melampiaskan hobinya melukis objek wayang – (Sumber: Asep GP/MajmusSunda News)

“Jadi penonton tidak pernah sepi, tapi di sisi lain sudah banyak penonton lama yang tidak datang karena sudah ada yang meninggal atau sakit,  makanya kita sekarang sedang melakukan regenerasi penonton juga. Materinya ada tapi regenerasi penonton juga kita perlukan. Alhamdulillah sekarang sudah mulai ada penonton-penonton baru mereka senang, mereka antusias,” tambah Ganjar Kurnia.

Harapan Ganjar Kurnia, suatu saat mereka akan terus nonton pagelaran berikutnya.  Regenerasi penonton akan dilakukan dengan konsep-konsep pagelaran yang lain dan kebetulan hari ini dengan wayang dan pihaknya juga tidak sembarangan memilih jenis pagelaran.

“Yang sesuai disenangi penponton terutama anak muda sehingga datang ke pagelaran Rumawat Pajajaran mereka akan datang dan datang lagi, kami punya penonton setia, “ kata Ganjar bangga.

Sesudah  Wayang Ajen, kata Ganjar, bulan Februari (21-22)  akan ada Pasanggiri Tarucing Cakra.  Lomba  mengisi teka-teki silang berbahasa Sunda   dengan menggunakan HP  dan berhadiah menarik ini  diharapkan akan diikuti ratusan anak, siswa sekolah.  Acara dalam rangka memperingati hari bahasa Ibu itu pun akan diramaikan dengan pagelaran teater, musikalisasi puisi, dramatisasi pusi,  dan sebagainya.

Hampir 15 tahun Rumawat Pajajaran dikelola Ganjar Kurnia,  tanpa sponsor pun jalan terus. Namun, dia berharap dengan adanya Gubernur Jawa Barat  terpilih  Dedi Mulyadi yang terkenal sangat mendukung Budaya Sunda, rencana enam kali mempergelarkan kesenian Sunda dalam setahun, bisa terwujud.

“Ya, semoga tahun ini kami rencanakan enam kali pagelaran terwujud, tapi tergantung sponsor. Dengan adanya gubernur baru ini harapan aja,  mugia lah. Kami sudah menyelenggarakan pagelaran seni-budaya Sunda 12-15 tahun, tanpa sponsor jalan terus. Salah satu tujuannya, ya niat aja ngamumule budaya Sunda, “ pungkas Sekretarsi Senat Akademik Unpad ini.

Lalu bagaimana pendapat dari para penonton, “Saya apresiasi banget terhadap wayang Ajen ini, isinya kolaboratif di situ ada cerita wayang golek,  wayang kulit,  juga ada visual tarian nusantara dan tari klasik ditambah teknologi  digital dan tata lampu. Gatotkaca terbang pun  ada visiualnya di awan,  itu jarang-jarang ada dalang wayang yang punya konsep seperti itu, “ demikian kata Yoyon Darsono, M.Sn., Dosen Prodi Angklung dan Musik Bambu serta karawitan Fakultas Seni Pertunjukkan ISBI Bandung , yang saat itu hadir menyaksikan pagelaran Wayang Ajen.

Personil Krakatau Band ini pun  sangat mengapresiasi  Wawan Ajen karena punya  banyak murid yang akan menjadi regenerasi pedalangan.

Yoyon juga punya pendapat kalau Wayang ingin bertahan dari terjangan budaya hip hop harus diulik kemasannya dan  banyak dikenalkan ke masyarakat, tapi dia juga optimis Wayang Golek  akan bertahan karena ada  Pamiarta Wayang Golek,  di mana masyarakat yang hobi Wayang Golek itu terhimpun  di dalamnya.

“Itu saya salut. Kalau ada wayang maen di suatu tempat mereka bring,  berbondong-bondong  kesana pada nonton dan itu jelas mendukung siapapun dalangnya. Supaya wayang dikenal si penontonnya  memang harus dibentuk komunitas sehingga daftar wayang maen itu sudah ada di Pamirta Wayang Golek,  sehingga bisa disebar di group jadwal maen dan dalangnya sudah jelas. itu baik sekali, “ tandas Yoyon.

“Memang Wayang saat ini harus dapat bersaing dengan sinetron, dengan budaya-budaya yang mewabah di dunia saat ini. Kalau mereka menjadi wabah kita juga harus bisa mnyebarkan budaya Sunda menjadi wabah di muka bumi ini  dan tentu saja itu harus diikuti strategi yang matang untuk mewujudkan hal itu, “kata Avi Taufik Hidayat, inisiator Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Wajang Ajen ini menurutnya merupakan sebuah kreasi bagaima wayang itu memiliki kempuan bertahan dan bisa dinikmati oleh masyarakat. Karena walau bagaimana pun wayang  saat ini sudah kehilangan konteksnya dalam kehidupan sehari-hari. Kalau zaman dahulu memang petatah –petitih,  ilmu pengetahuan,  kebaikan dan filsafat itu disebarkan lewat wayang,  sekarang filsafat dan  petatah – petitih itu disebarkan melalui teknologi, antropologi budaya, sosiologi, dan sebagainya.

“Sebetulnya wayang sudah kehilangan konteksnya,  karena itu kita semua harus memikirkan bagaimana  kehidupan  wayang ke depannya,  ya seperti ini pagelaran diperbanyak dan wayang  dihidupkan lagi di setiap kab/kota,  kecamatan,  dan itu perlu strategi yang cukup matang,  yang mana hal itu tidak bisa terlepas dari strategi yang harus dibangun oleh pemrintah provinsi, dalam hal ini kita bisa berharap dengan gubernur anu sapopoena diiket lah,  Alhamdulillah, “ kata Avi.

Avi juga berharap pemprov  Jabar mengambil inisiatif  menyelenggarakan Festival Budaya Sunda rutin tiap tahun sekali, “ Sebenarnya kalau pemrov tidak menyelenggarakan,  masyarakat juga bisa,  tapi kebayang susah pengorganisasiannya.“

Demikian juga dengan Eka Gandara, aktor  dan pensiunan dosen  ASTI (ISBI) ini melihat Wayang Ajen ini baik untuk tontonan anak, walaupun kalau dibandingkan dengan wayang konvensional dia merasa tidak fokus dengan adanya tambahan visualisasi, “Apakah kita akan melihat gambar atau melihat wayang. Imaji kita tidak diseret ke hal-hal yang lebih estetik. Yang tersaji ini pintonan buat anak-anak mah okey lah, “ tegasnya.

Sementara itu Prof. Sutresna Wibawa,  Rektor Universitas Newgeri Yogyakarta  Periode 2017-2021,  yang juga hadir menonton pertujukkan, mengaku  sangat  menikmati pagelaran Wayang Ajen ini.

Wayang Ajen
Foto bersama para pendukung pertunjukan Wayang Ajen – (Sumber: Asep GP/MajmusSUnda News)

“Saya  tidak mengira kalau pagelaran ini merupakan  perpaduan antara  Wayang Sunda dan  Wayang Jawa (wayang kulit) bahkan ada Tarian Budaya Nusantara dan saya sangat menikmati betul lagu Ilir-Ilir. Itulah saya kira bagaimana  budaya  Sunda dan Jawa sebeneranya  kalau kitu runut sumbernya  itu satu. Sebab beberapa tokoh ada yang sama, ada semar  dan Cepot kalau di Jawa Bagong namanya. Selain itu ada juga tokoh Bimo,  Gatotkoco,  dsb, yang dimainkan, “ kata Sutresna.

Selanjutnya Sutresna  berharap  pagelaran sore itu bisa meningkatkan hubungan antara Sunda dan Jawa. Dia juga memuji  inovasi wayang yang didukung  multi  media yang buat dia adalah sesuatu yang baru bahkan pagelaran wayang Kulit di Jawa pun belum memanfaatkan multi media. Katanya sambil memberi selamat  kepada Prof.Ganjar dan tim di Unpad juga para budayawan Sunda.

Pamungkas,  Sutresna juga sangat mengapresiasi  usaha regenerasi seni pedalangan dan seni Sunda ini, “Saya tadi melihat ada anak TK menari dan anak TK lainnya memainkan wayang di luar pagelaran. Ini bener saya kira wayang Ajen ini bisa masuk ke semua generasi. Kalau di Jawa  ada Pagelaran Dalang Cilik, Semoga di Sunda juga ada pagelaran dalang cilik secara khusus dengan waktunya yang tidak terlalu lama.“ Asep GP.

***

Judul: Serunya Menonton Wayang Ajen di Unpad
Jurnalis: Asep GP
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *