Risiko Tinggi Bagi Bulog: HPP Gabah Tanpa Rafaksi

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

pabrik penggilingan padi
Ilustrasi: Pabrik penggilingan padi menjadi beras - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda NewsKolom OPINI, Rabu (19/02/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Risiko Tinggi Bagi Bulog: HPP Gabah Tanpa Rafaksi” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Rafaksi gabah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses pengeringan gabah (biji padi) untuk mengurangi kadar airnya sehingga gabah menjadi lebih stabil dan tahan lama. Rafaksi gabah biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan gabah di bawah sinar matahari atau menggunakan mesin pengering. Proses semacam ini bertujuan untuk :

Pertama, mengurangi kadar air gabah: Gabah yang basah dapat menjadi rusak atau busuk, sehingga perlu dikeringkan untuk mempertahankan kualitasnya. Kedua, meningkatkan stabilitas gabah. Artinya gabah yang kering lebih stabil dan tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan lebih lama. Ketiga, dapat membantu peningkatan kualiras gabah dengan mengurangi kadar air dan menghilangkan kotoran.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Pencabutan rafaksi gabah dapat memiliki beberapa keuntungan, antara lain, sisi keuntungan ekonomi. Ada dua cara yang dapat ditempuh. Pertama
petani dapat menjual gabah mereka dengan harga yang lebih tinggi, karena tidak perlu mengeluarkan biaya untuk proses pengeringan. Dan kedua,
pencabutan rafaksi dapat mengurangi biaya produksi petani, karena tidak perlu menggunakan mesin pengering atau melakukan proses pengeringan lainnya.

Lalu, dari keuntungan kualitas. Dalam hal ini ada dua langkah yang dapat ditempuh. Pertama meningkatkan kualitas gabah. Artinya dengan tidak melakukan rafaksi, gabah dapat dipanen dan dijual dalam kondisi yang lebih segar dan berkualitas. Dan kedua, mengurangi kerusakan gabah. Artinya, pencabutan rafaksi dapat mengurangi kerusakan gabah yang disebabkan oleh proses pengeringan yang tidak tepat.

Selanjurnya keuntungan lingkungan. Ada dua hal yang patut digarap. Pertama, pencabutan rafaksi dapat mengurangi penggunaan energi yang diperlukan untuk proses pengeringan. Kedua, dengan mengurangi penggunaan energi, pencabutan rafaksi juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh proses pengeringan.

Kemudian, keuntungan sosial. Dalam hal ini, ada dua hal yang penting. Pertama pencabutan rafaksi dapat meningkatkan kesejahteraan petani dengan cara meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya produksi. Kedua, dengan tidak melakukan rafaksi, petani dapat mengurangi beban kerja mereka dan memiliki waktu yang lebih banyak untuk melakukan kegiatan lainnya.ksi dapat membantu meningkatkan kualitas gabah dengan mengurangi kadar air dan menghilangkan kotoran.

Dalam teknis pelaksanaannya, rafaksi gabah dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
– Pengeringan alami: Gabah dijemur di bawah sinar matahari untuk mengurangi kadar airnya.
– Penggunaan mesin pengering: Gabah dikeringkan menggunakan mesin pengering yang dapat mengatur suhu dan kelembaban.
– Penggunaan teknologi pengeringan lainnya, seperti penggunaan teknologi pengeringan dengan menggunakan energi surya atau biomassa.

Dalam konteks Gerakan Serap Gabah Petani (GSGP), rafaksi gabah menjadi sangat penting karena dapat membantu meningkatkan kualitas gabah dan mempertahankan kualitasnya selama proses penyimpanan dan distribusi. Namun jika panen berlangsung di saat musim hujan, para petani cukup kesusahan mengeringkan gabah, sehingga yang dohasilkannya berupa “gabah basah”.

Dalam penyerapan gabah kali ini, Pemerintah sengaja mencabut penggunaan rafaksi dalam proses pembeoian gabah petani, karena langkah ini memudahlan penjualan petani menjual gabahnya pada “satu harga” gabah, yakni senilai Rp. 6500,- per kg. Dengan kebijakan ini, petani tidak perlu was-was, saat panen harganya bakal anjlok.

Lahirnya Keputusan Badan Pangan Nasional No. 14/2025 yang mencabut Lampiran Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional No. 2/2025 tentang Perubahan atas HPP dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras memberi penegasan Perum Bulog diminta untuk membeli gabah petani tidak dibawah angka Rp. 6500,-, berapa pun kadar air dan kadar hampa gabah yang dihasilkan petani.

Padahal, sebelum terbitnya aturan pencabutan Lampiran tersebut, HPP Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling di Petani dan Penggilingan Padi adalah sebagai berikut :

A. GKP di tingkat petani
1. GKP di luar kualitas 1 di tingkat petani dengan kadar air maksimal 25%, kadar hampa 11-15%, dikenakan rafaksi (pemotongan/ pengurangan harga) Rp300 sehingga HPP berlaku adalah Rp6.200 per kg
2. GKP di luar kualitas 2 dengan kadar air maksimal 26-30% dan kadar hampa maksimal 10%, dikenakan rafaksi Rp425, sehingga HPP-nya jadi Rp6.075 per kg.
3. GKP di luar kualitas 3 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa 11-15%, kena rafaksi Rp750, sehingga HPP berlaku Rp5.750 per kg
B. GKP di tingkat penggilingan
1. GKP di luar kualitas 1 dengan kadar air maksimal 25%, kadar hampa 10-15%, dikenakan rafaksi Rp300, sehingga HPP-nya jadi Rp6.400 per kg
2. GKP di luar kualitas 2 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa maksimal 10%, kena rafaksi Rp425, sehingga HPP-nya jadi Rp6.275 per kg
3. GKP di luar kualitas 3 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa 11-15%, dikenakan rafaksi Rp750, sehingga HPP berlaku adalah Rp5.950 per kg.

Pencabutan rafaksi gabah yang demikian, dapat memiliki beberapa keuntungan, antara lain pertama keuntungan ekonomi. Dengan tidak melakukan rafaksi, petani dapat menjual gabah mereka dengan harga yang lebih tinggi, karena tidak perlu mengeluarkan biaya untuk proses pengeringan. Kemudian, dapat mengurangi biaya produksi petani, karena tidak perlu menggunakan mesin pengering atau melakukan proses pengeringan lainnya.

Dengan tidak melakukan rafaksi, gabah dapat dipanen dan dijual dalam kondisi yang lebih segar dan berkualitas. Selain itu, pencabutan rafaksi dapat mengurangi kerusakan gabah yang disebabkan oleh proses pengeringan yang tidak tepat.

Kedua, keuntungan lingkungan yaitu
dapat mengurangi penggunaan energi yang diperlukan untuk proses pengeringan. Kemudian, dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, yang disebabkan oleh berlangsungnya proses pengeringan.

Ketiga, keuntungan sosial, yakni dapat meningkatkan kesejahteraan petani dengan cara meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya produksi. Selain itu juga, petani dapat mengurangi beban kerja mereka dan memiliki waktu yang lebih banyak untuk melakukan kegiatan lainnya.

Pencabutan rafaksi gabah, sebetulnya bukan tanpa masalah. Dengan dipaksanya Perum Bulog untuk menyerap gabah tanpa persyaratan kadar air dan kadar hampa tertentu, dapat dipastikan petani akan menjual gabah dengan kualitas seadanya. Dengan aturan baru ini, berapa pun kadar air dan kadar hampa dari gabah yang dihasilkannya, pasti akan dibeli pada harga Rp. 6500,- per kg.

Yang ketiban pulung adalah Perum Bulog. Operator pangan ini akan kesulitan dalam proses penyimpanan yang 3 juta ton setara beras, mengingat gabah yang diserap, jauh dibawah kualitas yang diharapkan. Salah langkah dalam proses penyimpanan, cenderung bakal menghasilkan “beras batik” atau bosa juga beras yang berwarna kekuning-kuningan dan banyak kutunya. Semoga tidak begitu.

***

Judul: Risiko Tinggi Bagi Bulog: HPP Gabah Tanpa Rafaksi
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *