Raya Musik Nusantara

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif

Gamelan Jawa
Ilustrasi: beberapa seniman sedang memainkan musik gamelan Jawa - (Sumber: Pixabay)

MajmusSunda News, Kamis (28/11/2024) Artikel berjudul “Raya Musik Nusantara” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Saudaraku, musik Nusantara memiliki banyak keistimewaan yang menjadikannya menarik dan eksotik.

Nusantara terdiri dari ribuan pulau dengan ratusan suku bangsa. Ragam suku dan daerah memiliki alat musik, gaya, dan pola nada berbeda, menciptakan warisan musik yang sangat kaya: mulai dari gamelan Jawa dan Bali, angklung Sunda, hingga tifa Maluku dan sasando NTT.

Musik Nusantara sangat bergantung pada alat musik tradisional yang unik. Misalnya, gamelan (Jawa, Sunda, Bali, Batak): alat musik ansambel yang terdiri dari gong, kenong, saron, dan lain-lain.

Prof. Yudi Latif
Prof. Yudi Latif, penulis – (Sumber: Koleksi pribadi)

Kolintang (Sulawesi Utara): Instrumen berbahan kayu yang menghasilkan melodi lembut.

Angklung (Jawa Barat): alat musik bambu yang dimainkan dengan digetarkan. Saluang (Minangkabau): seruling khas Sumatra Barat.

Musik tradisional Nusantara sering menggunakan tangga nada non-diatonik seperti: Pelog dan Slendro dalam gamelan.

Tangga nada pentatonik pada alat musik seperti angklung dan kolintang. Sistem ini menghasilkan melodi yang terdengar khas dan tidak ditemukan dalam musik Barat.

Musik Nusantara tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, juga memiliki peran penting dalam berbagai upacara adat, ritual keagamaan, dan acara sosial. Misalnya, sekaten di Jawa: Menggunakan gamelan untuk perayaan keagamaan.

Tari Pendet di Bali: menggunakan musik untuk penghormatan kepada dewa. Musik Gondang di Batak: Digunakan dalam upacara adat seperti pernikahan atau kematian.

Musik Nusantara sering kali tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari pertunjukan seni yang lebih besar, seperti tari tradisional atau teater (misal, wayang kulit dengan gamelan).

Musik Nusantara sering mengandung simbolisme dan filosofi yang mendalam, mencerminkan pandangan hidup masyarakat. Contoh: gamelan Jawa mencerminkan harmoni kosmis antara manusia, alam, dan Tuhan.

Banyak tradisi musik Nusantara diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi, menjaga keaslian dan hubungan emosionalnya dengan masyarakat.

Musik Nusantara juga beradaptasi dengan pengaruh modern, seperti keroncong, dangdut, dan campursari; memadukan elemen tradisional dengan gaya musik populer.

Keistimewaan ini menjadikan musik Nusantara sebagai salah satu kekayaan budaya dunia dengan nilai sejarah, estetika, dan spiritual yang tinggi.

***

Judul: Raya Musik Nusantara
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang penulis

Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.

Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.

Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *