MajmusSunda News, Minggu (09/02/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “ “Purwadaksi” Perum Bulog” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Purwadaksi adalah istilah yang berasal dari bahasa Sanskerta, yang terdiri dari dua kata: “Purwa” yang berarti “awal” atau “permulaan”, dan “Daksi” yang berarti “tindakan” atau “langkah”. Dalam konteks yang lebih luas, Purwadaksi dapat diartikan sebagai “langkah awal” atau “tindakan permulaan” yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam konteks keagamaan, Purwadaksi juga dapat diartikan sebagai ritual atau upacara yang dilakukan pada awal suatu prosesi keagamaan. Namun, dalam konteks yang lebih spesifik, Purwadaksi juga dapat merujuk pada suatu konsep atau filosofi yang terkait dengan pengembangan diri dan pencapaian tujuan hidup.
Kehadiran dan keberadaan Perum BULOG di negeri ini, tidak sedikit pun diniati untuk menjadi “musuh” petani. Sebaliknya, sejak BULOG dilahirkan, hingga sekarang menjelma jadi Perum BULOG, operator pangan ini selalu dijadikan sebagai “sahabat” petani. Itu sebabnya, siapa pun yang kini diberi amanah untuk mengelola Perum BULOG, jangan sampai lupa pada purwadaksi keberadaan lembaga/operator pangan ini.
Sebagai sahabat sejati petani, Perum BULOG harus selalu dekat dengan petani. Perum BULOG harus selalu membangun komunikasi yang inten dengan petani. Apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan petani, mesti dikenali dengan baik oleh Perum BULOG. Sebagai sahabat, suasana kebatinan Perum BULOG dengan petani perlu terus dipupuk dan dipelihara dengan baik dan bertanggungjawab.
Walau hanya diperankan sebagai operator pangan seperti ysng tertuang dalam Peraturan Presiden No. 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional, namun posisioning Perum BULOG dalam kelembagaan pangan nasional, tetap memperlihatkan peran yang cukup strategis. Salah satunya, tugas dan peran Perum BULOG dalam mengelola cadangan pangan Pemerintah, yang dewasa ini terkesan cukup merisaukan.
Cadangan Pangan Nasional, khususnya beras, dalam tahun-tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang semakin mengkhawatirkan. Bukan saja produksi beras dalam negeri menurun karena adanya sergapan El Nino, namun jika diperhatikan soal pengelolaan cadangan beras yang digarap Perum BULOG selama ini, belum memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Cadangan beras Pemerintah masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Sebagai teladan, bisa kita cermati apa yang terjadi sekitar satu tahun lalu. Saat itu, ramai dibahas soal melemahnya cadangan beras yang dikelola Pemerintah. Perum BULOG selaku operator, tidak mampu menguasai cadangan beras sebesar 1,2 juta ton. Menurut analisis Badan Pangan Nasional, ketika itu cadangan beras Pemerintah berada pada angka yang cukup kritis.
Betapa tidak ! Sebab, waktu itu Perum BULOG cukup kesulitan untuk memperoleh beras dari pengadaan dalam negeri. Untung saja, kita masih bisa mengimpor beras dari negara-negara sahabat yang selama ini dikenal sebagai negara pengekspor beras. Tak terbayang, jika produsen beras dunia menutup rapat-rapat kran ekspor beras mereka. Dari mana lagi kita akan nengisi cadangan beras Pemerintah.
Kiprah Perum BULOG, tentu akan semakin menarik untuk dicermati, ketika penentu kebijakan menginginkan cadangan beras Pemerintah perlu ditingkatkan hingga 3 juta ton beras. Menambah cadangan/stok beras dari sekitar 1,5 juta ton menjadi 3 juta ton beras, bukanlah hal yang cukup mudah untuk diwujudkan. Terlebih di saat kita tengah menghadapi dampak buruk dari adanya El Nino.
Dihadapkan pada kondisi perberasan nasional yang sedang tidak baik-baik saja, Pemerintah telah membulatkan pilihan, akan pentingnya kita menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada. Catatan kritisnya adalah selain langkah menggenjot produksi, sepatutnya Pemerintah pun memberi perhatian ekstra terhadap penerapan kebijakan diversifikasi pangan di masyarakat. Prinsip dasarnya, naikkan produksi dan turunkan konsumsi beras.
Hal lain yang butuh penanganan lebih serius adalah adanya kesungguhan Pemerintah untuk menugaskan Perum BULOG membeli gabah petani dengan harga yang wajar. Hanya saja, sebelum Perum BULOG membeli gabah secara besar-besaran pada waktu musim panen tiba, perlu terlebih dahulu dilakukan peninjauan ulang terhadap regulasi tentang Harga Pembelian Pemerintah Gabah dan Beras.
Sebagai contoh, saat itu ramai dibahas, apakah harga gabah kering panen di tingkat petani masih cocok dihargai dengan nilai Rp. 6000- per kg ? Padahal, dalam beberapa waktu lalu, harga gabah kering panen sudah menembus angka Rp. 7000,- per kg. Ini berarti, jika kita bandingkan harga gabah yang ditetapkan Pemerintah dengan harga gabah yang terjadi pasaran, sudah sangat jauh berbeda. Petani sendiri tampak senang dengan harga yang terjadi di pasar, bukan yang tertera di HPP.
Ada pertanyaan menggelitik di hati, mengapa Pemerintah seperti yang tak tertarik untuk meninjau ulang HPP Gabah dan Beras, yang kini angkanya jauh dibawah harga pasar ? Saat itu muncul diskusi, apakah hal ini disebabkan oleh kesibukan para penentu kebijakan pergabahan dan perberasan dalam menghadai Pilkada Serentak 2024, sehingga tidak ada waktu lagi untuk memikirkan nasib dan kehidupan petani padi ?
Atau masih menunggu “lampu hijau” dari penentu kebijakan, sehingga setelah ada titah, maka mereka akan mulai melangkah ? Kita sendiri tidak tahu dengan pasti apa yang menjadi jawabannya. Hanya, betapa kelirunya, jika kita tidak cepat bergerak. Padahal, suara dan kata hati petani terkait harga gabah ini, sudah mengumandang kemana-mana dan sudah didengar langsung oleh Presiden Jokowi.
Setelah harga gabah yang wajar ini ditetapkan, tidak ada satu alasan pun Perum BULOG tidak berkenan untuk membeli gabah petani sebanyak-banyaknya. Sebagai sahabat petani, sekaligus melaksanakan fungsi sosialnya, Perum BULOG penting untuk mendahulukan beli gabah petani, ketimbang beli beras dari pedagang. Gabah inilah yang akan nenjadi kekuatan stok beras dari hasil produksi petani padi di dalam negeri.
Perum BULOG, tentu tidak bisa bergerak sendirian. Sinergi dan kolaborasi, tetap dibutuhkan. Perum BULOG adalah operator pangan yang diharapkan mampu menyerap gabah petani dengan harga pembelian cukup wajar. Kalau Perum BULOG tidak mampu membeli gabah petani dengan harga yang pantas, mungkin saja para petani tidak menganggapnya lagi sebagai sahabat. Lebih gawat, jika Perum BULOG dianggap sebagai “musuh” petani. Semoga tidak demikian adanya. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).
***
Judul: “Purwadaksi” Perum Bulog
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Penyunting: Jumari Haryadi