Penjelajah Waktu

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif

Penjelajah waktu
Ilustrasi: Penjelajah waktu - (Sumber: Arie/MMS)

MajmusSunda News, Rubrik OPINI, Selasa (06/05/2025) Esai berjudul “Penjelajah Waktu” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Saudaraku, mengembaralah sebagai penjelajah waktu—bukan sekadar tubuh yang melintasi ruang, tapi jiwa yang menyibak lapisan-lapisan makna. Tinggalkan dermaga yang kaukenal dan berlayarlah diarus waktu yang kadang tenang, kadang bergelora. Angin yang menggugurkan daun juga bisa menerbangkan doa. Maka, biarkan dirimu terangkat—ringan, namun terarah.

Prof. Yudi Latif
Prof. Yudi Latif, penulis – (Sumber: Instagram)

Jangan mengira waktu adalah garis lurus yang berlari dari kelahiran menuju ajal. Ia lebih menyerupai taman labirin, di mana masa silam membisikkan rahasia pada dedaunan hari ini, dan masa depan mengintip lewat cahaya remang di celah awan. Sebagai penjelajah, tugasmu bukan memecahkan teka-teki waktu, tapi menari dengannya, mendengarkan napasnya, dan mencatat getarnya dalam detak batinmu.

Lihatlah bukan dengan mata yang dipenuhi daftar keinginan, tapi dengan tatapan seorang pengembara yang rela tersesat. Karena hanya mereka yang berani kesasar yang akan menemukan langit baru. Hanya jiwa yang melepaskan kendali yang bisa disentuh oleh keajaiban.

Berjalanlah dengan kesadaran lembut bahwa engkau sedang bertamu pada semesta. Setiap tanah yang kau injak menyimpan jejak para leluhur, dan setiap embusan angin membawa pesan dari anak cucumu yang belum sempat dilahirkan. Bumi ini bukan milikmu; ia adalah jembatan waktu yang menanti kelembutan langkahmu.

Penjelajah waktu sejati tak membawa koper penuh rencana. Ia membawa hati yang bening, seperti danau yang menampung pantulan langit. Ia tahu bahwa yang terpenting bukan seberapa jauh ia pergi, tapi seberapa dalam ia menyerap keheningan, menyapa keraguan, dan merangkul keterasingan.

Karena sejatinya, setiap perjalanan adalah cermin. Di balik lembah yang asing, di antara hutan-hutan sunyi, yang kau temui bukan hanya dunia luar, tapi gema dirimu sendiri—yang selama ini terlupakan.

Maka pergilah, saudaraku. Lintasilah waktu dengan langkah seorang penyair dan napas seorang peziarah. Sebab mungkin, pada akhirnya, kita semua hanya sedang mencari satu hal yang sama: jalan pulang ke rumah yang belum kita tahu, tapi selalu kita rindukan.

***

Judul: Penjelajah Waktu
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang penulis

Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.

Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.

Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *