MajmusSunda News, Kolom OPINI, Sabtu (08/03/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Pasal 33 UUD 1945 dalam Perpektif A.A. Maramis” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Anggota Dewan Pini Sepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.
Berikut adalah analisis perspektif Alexander Andries Maramis alias A. A. Maramis (1897–1977) terhadap Pasal 33 UUD 1945 yang mencerminkan komitmennya pada keadilan sosial, nasionalisme inklusif, dan penguatan ekonomi berbasis kebangsaan.
A.A. Maramis adalah tokoh perjuangan kemerdekaan asal Minahasa, Sulawesi Utara, mewakili kelompok Kristen dalam BPUPKI dan PPKI. Ia juga merupakan Menteri Keuangan pertama Indonesia (1945) dan diplomat.
Dalam perumusan UUD 1945, A.A. Maramis berperan sebagai anggota BPUPKI/PPKI. Ia terlibat dalam diskusi tentang dasar negara dan ekonomi, dengan fokus pada prinsip keadilan sosial dan persatuan nasional.

Perspektif Maramis tentang Pasal 33 UUD 1945
- Ekonomi untuk Persatuan Nasional
Sebagai tokoh dari daerah minoritas (Minahasa), Maramis menekankan bahwa Pasal 33 harus menjadi alat untuk mempersatukan bangsa dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat, tanpa diskriminasi suku, agama, atau wilayah. Ia mendukung frasa “usaha bersama berdasar asas kekeluargaan” (Ayat 1) sebagai bentuk ekonomi kolektif yang mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan kelompok.
Dalam sidang BPUPKI, A.A. Maramis menyatakan, “Ekonomi Indonesia harus dibangun untuk semua, dari Sabang sampai Merauke, bukan hanya untuk Jawa atau kelompok tertentu.”
- Penguasaan SDA oleh Negara untuk Keadilan Antar-Daerah
A.A. Maramis mendukung Pasal 33 Ayat 3 tentang penguasaan SDA oleh negara, tetapi dengan penekanan pada pemerataan hasil ke seluruh daerah, terutama wilayah luar Jawa yang kaya sumber daya. Sebagai orang Minahasa, ia kritis terhadap sistem kolonial Belanda yang mengeksploitasi sumber daya daerah untuk kepentingan pusat (Jawa).
A.A. Maramis mengusulkan agar pengelolaan SDA melibatkan partisipasi daerah dan menjamin alokasi keuntungan untuk pembangunan lokal.
- Penolakan terhadap Diskriminasi Ekonomi
A.A. Maramis menolak praktik ekonomi yang diskriminatif, seperti monopoli oleh etnis tertentu atau feodalisme Jawa. Ia mendorong kesempatan ekonomi yang setara bagi seluruh rakyat, termasuk kelompok minoritas dan perlindungan negara terhadap usaha kecil dan menengah di daerah.
- Keseimbangan antara Nasionalisme dan Keterbukaan
Meski nasionalis, A.A. Maramis (sebagai diplomat) mendukung kerja sama ekonomi internasional yang saling menguntungkan, asal tidak merugikan kedaulatan Indonesia. Ia setuju dengan penguasaan negara atas sektor strategis (Ayat 2), tetapi tidak menutup pintu bagi investasi asing yang terkontrol di sektor non-vital.
Kontribusi dalam Perdebatan BPUPKI/PPKI
- Peran sebagai Penjaga Keseimbangan:
A.A. Maramis sering menjadi penengah dalam perdebatan antara kelompok nasionalis sekuler dan Islamis. Ia memastikan Pasal 33 tidak mengandung bias agama atau etnis.
- Dukungan pada Konsep Negara Kesatuam:
Sebagai pendukung negara kesatuan, ia sepakat dengan sentralisasi pengelolaan SDA, tetapi dengan catatan adanya desentralisasi keuangan untuk pemerataan.
Perbedaan A.A. Maramis dengan Tokoh Lain
- A.A. Maramis Versus Muhammad Hatta
Hatta fokus pada koperasi dan desentralisasi, sementara A.A. Maramis lebih menekankan integrasi nasional dan peran negara sebagai penjamin keadilan antar-daerah.
- A.A. Maramis Versus Soekarno
Soekarno menggunakan Pasal 33 untuk retorika revolusioner, sedangkan A.A. Maramis menginginkan implementasi yang praktis dan inklusif.
- A.A. Maramis Versus Wilopo:
Wilopo (dari PNI) lebih fokus pada reforma agraria, sementara A.A. Maramis menekankan pemerataan antardaerah.
Implementasi dan Kritik
- Era Orde Lama
A.A. Maramis kritis terhadap kebijakan nasionalisasi Sukarno yang dianggapnya terlalu Jawa-sentris dan mengabaikan kepentingan daerah luar Jawa.
- Era Orde Baru
Kebijakan sentralistik Soeharto dinilai bertentangan dengan semangat Maramis tentang pemerataan antardaerah.
Relevansi Pemikiran A.A. Maramis pada Masa Kini
- Desentralisasi Fiskal
Gagasan A.A. Maramis tentang alokasi keuntungan SDA untuk daerah relevan dengan wacana *Dana Bagi Hasil (DBH)* dan otonomi daerah.
- Anti-Diskriminasi Ekonomi
Kritik A.A. Maramis terhadap monopoli etnis/swasta mengingatkan pentingnya penguatan UMKM di seluruh Indonesia.
Kritik terhadap Perspektif A.A. Maramis
- Minimnya Desain Institusi
A.A. Maramis tidak merinci mekanisme konkret untuk memastikan partisipasi daerah dalam pengelolaan SDA.
- Ketergantungan pada negara
Penekanannya pada peran negara berpotensi meminggirkan inisiatif swasta dan masyarakat lokal.
Kesimpulan
Bagi A.A. Maramis, Pasal 33 UUD 1945 adalah alat untuk mewujudkan ekonomi nasional yang inklusif dan berkeadilan, dengan prinsip:
- Persatuan bangsa melalui pemerataan ekonomi antardaerah.
- Penguasaan SDA oleh negara untuk mencegah eksploitasi asing/diskriminasi daerah.
- Kesetaraan kesempatan bagi seluruh kelompok masyarakat.
Sebagai tokoh minoritas yang nasionalis, warisan pemikirannya mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara sentralisasi kebijakan dan keadilan bagi daerah, serta menghindari praktik ekonomi yang diskriminatif.
***
Sumber: Conversation with DeepSeek
Judul: Pasal 33 UUD 1945 dalam Perpektif A.A. Maramis
Penulis: Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi