Menguak Jejak dan Tapak Lacak Galuh Jantaka di Denuh

Jantaka dijadikan Resiguru di Denuh terkenal dengan nama Resi Guru Wanayasa atau Ranghyang Kidul.

Bukit Mudik Batara Karang (depan) dan lingkungan tersebar jejak peninggalan tradisi megalitik dipisahkan oleh Sungai Cisenggong, lokasinya ada di Desa Cicombre, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya, Sabtu, (21/10/2024), (Agung Ilham Setiadi/MajmusSunda.id)

MajmusSundaNews-Tasikmalaya, Jumat, (18/10/2024), Dalam buku Sejarah Jawa Barat (Yuganing Rajakawasa) ditulis oleh Drs Yoseph Iskandar disebutkan Jantaka (622 M) putra Raja Galuh Wretikandayun (Bojong Galuh, Kabupaten Ciamis) yang kedua.

Jantaka dijadikan Resiguru di Denuh terkenal dengan nama Resi Guru Wanayasa atau Ranghyang Kidul. Sekarang Denuh (Situs Denuh) lokasi ada di Desa Cicombre, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya

Sedangkan Putra Raja Galuh yang pertama yaitu lebih dikenal dengan nama asli Sempakwaja (620 M), dengan gelar Danghiyang Batara Guru yang bertahta di Galunggung

Hamparan batu usianya diduga sudah ratusan tahun orang setempat menyebutnya padepokan (tempat bersuci) (Agung Ilham Setiadi/majmussunda.id)

Sempakwaja dan Jantaka karena kedua mempunyai cacat tubuh (badan) Sempakwaja (tanggal giginya/ompong) dan Jantaka (kemir) tidak bisa meneruskan tahta kerajaan ayahnya, karena tradisi kerajaan Galuh tidak membolehkan calon raja punya badan cacat.

Tahta kerajaan ahirnya jatuh kepada anak ketiga (bungsu) Amara (624 M) lebih dikenal dengan nama Mandiminyak yang mempunyai badan sempurna, konon katanya karena badannya berminyak dan wangi maka disebut Mandiminyak.

Letak Denuh dijelaskan dalam  buku Sejarah Jawa Barat lokasinya berada di Galuh Selatan (kidul) sekarang masuk Desa Cicombre Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya.

Belum ada penelitian lebih lanjut dari Balai Arkeologi Bandung atau dari kesejarahan tentang adanya jejak dan tapak lacak Galuh di Denuh

Batu tempat persembahan (dolmen) (Agung Ilham Setiadi/majmussunda.id)

Ada Jejak Tradisi Megalitik di Denuh

Dulu Talaga Denuh yang lokasinya ada di Desa Cicombre, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya dikenal karena keangkerannya namun indah.

Sedangkan kini mungkin hanya tinggal cerita atau kenangan, karena airnya terus menyusut terjadi sedimentasi akibat lingkungan di sekitarnya sudah tidak rimbun lagi, pohon besarnya sudah jarang atau bisa dibilang tidak ada.

Tidak jauh dari Talaga Denuh, jalan kaki sekitar 30 menit setelah mengelilingi Talaga Denuh kita akan menemukan jejak tradisi megalitik, diduga ada kaitannya dengan tempat peribadatan (punden berundak) dalam data Dinas Parawisata, Kabupaten Tasikmalaya di sebut Situs Denuh.

Warga setempat (Desa Cicombre), terutama warga Tugujaya dan Daracana, Desa Cikuya, Kecamatan Culamega, Kabupaten Tasikmalaya ada beberapa warga yang tahu sedikit atau sekilas tentang keberadaan Situs Denuh.

Batu bulat (Sanghyang Kahuripan) (Agung Ilham Setiadi/majmussunda.id)

Ada beberapa tapak lacak dan jejak tradisi megalitik seperti batu yang menyerupai patung tapi tidak punya wajah (warga Tugujaya menyebutnya Sanghyang Lodong).

Tidak jauh dari Sanghyang Lodong ada padepokan (berbentuk hamparan batu ada empat titik batu) diduga dulunya ada tiangnya berfungsi tempat bersuci.

Sebelum naik ke puncak bukit warga menyebutnya bukit Eyang Mudik Batara Karang, harus menyebrang dulu sungai Cisenggong, lalu naik ke atas akan menemukan batu ampar dolmen (tempat sesaji/bersemedi).

Tidak jauh ke sebelah kiri ada batu bulat (Sanghyang Kahuripan), kembali lagi lewat dolmen ada batu bulat namun sudah tidak utuh, lalu ke atas sedikit ada menhir orang setempat menyebut Sanghyang Bedil.

Menhir (Sanhyang Bedil) (Agung Ilham Setiadi/majmussunda.id)

Lokasi bukit Eyang Mudik Batara Karang sempat ditinjau oleh Balai Arkeologi (Balar) Bandung, hanya saja baru sebatas melihat data awal belum sampai ke penelitian apalagi penggalian (ekskavasi).

Menurut Tim Arkeologi diduga bukit tersebut terdapat jejak tradisi megalitik (punden berundak) karena posisinya bertangga-tangga dan setiap tangganya banyak batu berserakan.

Judul: Menguak Jejak dan Tapak Lacak Galuh dan Jantaka di Denuh
Jurnalis: Agung Ilham Setiadi
Editor: AIS

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *