MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (23/10/2024) – Artikel dalam Kolom Yudi Latif berjudul “Menggerus Nepotisme” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Saudaraku, tentang perjuangan menegakkan meritokrasi, Inggris contoh terbaik. Hingga abad 18, Inggris terkenal sebagai rumah nepotisme. Karena tak pernah dijajah, tak pernah sepenuhnya kalah dalam perang, dan tak pernah diguncang revolusi politik, Inggris tak pernah berjeda membuat awalan segar.
Ketiadaan “disrupsi” tersebut membuat masyarakat Inggris tetap bermental pedesaan setelah 80 persen penduduknya tinggal di kota. Dalam mental perdesaan inilah feodalisme bertahan, bersekutu dengan nepotisme.

Beruntung, Inggris mendapat tekanan dari luar dan dalam. Dari luar berupa peperangan antarbangsa sebagai perwujudan sempurna kompetisi internasional yang mendesak keharusan menghargai merit. Perang bukan saja memacu penemuan teknologi, tetapi juga mendorong penggunaan sumber daya manusia (SDM) lebih baik. Sejak Perang Dunia (PD) I, tes Intelligence Quotient (IQ) diberlakukan guna merekrut personel ketentaraan yang mendesak reformasi di bidang pendidikan.
Dari dalam, tekanan muncul dari aspirasi sosialis yang melancarkan serangan terhadap segala jenis pengaruh keluarga dalam dunia kerja. Hal itu mempercepat tumbuhnya organisasi berskala besar yang mendorong promosi atas dasar merit. Mereka juga menuntut kesetaraan lebih besar dalam akses ke dunia pendidikan dan meritokrasi dalam jabatan.
Pengalaman Inggris memberi pelajaran penting bagi kita. Nepotisme bisa tergerus jika bangsa memiliki competitive spirit. Semangat berkompetisi bisa tumbuh jika kecenderungan inward looking berubah menjadi outward looking. Tidak adanya competitive spirit melemahkan dorongan untuk mengerahkan talenta terbaik bangsa dan para pemimpin medioker yang tampil tak memiliki sense of crisis.
Pergeseran dari nepotisme ke meritokrasi juga memerlukan perjuangan kuasa. Ide-ide sosialistik dibutuhkan sebagai pendobrak ketimpangan masyarakat karena perbedaan keturunan maupun kepemilikan. Perjuangan ini hrs dimulai sejak dini dalam akses terhadap dunia pendidikan. Seperti kata Pierre Bourdieu, pendidikan memberikan bukan sekadar skemata bagi perbedaan kelas dan prinsip fundamental bagi pemapanan tertib sosial, tetapi juga menjadi katalis bagi perjuangan kuasa yg kompetitif.
Demokrasi telah susah-payah diperjuangkan. Sia-sia jika yang tampil memimpin hanya onggokan sampah.
***
Judul: Menggerus Nepotisme
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi