MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (03/02/2025) – Bertempat di Kantor Hukum Dindin S. Maolani, S.H., Pinisepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS), melaksanakan pertemuan dalam rangka mendiskusikan terkait masalah pagar laut dan pengambilan alihan laut secara tidak sah di Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Diskusi dilaksanakan bersama para pegiat yang aktif dalam advokasi tata ruang dan lingkungan hidup, sebelum adanya gerakan sebagai bahan penjelasan dan keputusan publik di lembaga lembaga yang dikoordinasikan oleh MMS.


Hadir pada kesempatan tersebut pinisepuh MMS antara lain Acil Darmawan (Kang Acil Bimbo), Eka Santosa, Dindin S. Maolan, S.H., selaku tuan rumah tempat penyelenggaraan diskusi, Herman Cakra, dan Sobirin.
Kemudian hadir pula dari Badan Pekerja MMS, Andri P. Kantaprawira (Ketua), serta Avi Taufik, Dadang Hermawan Arthayuda (juga mewakili Sunda Kiwari); Herman Cakra, Topan Suranto (juga mewakilI DPKTLS), Rita RR, Asep Ruslan, Asep Zaenal Mustofa (Anggota); serta para undangan seperti Prof. Syarmidi (DPKTLS), Jefri (WALHI), Rudi P., SH (LBH Bapeksi Kab. Bekasi); Tarmidi S., Poppy (Barisan Pejuang Demokrasi), Thio (FPHJ) dan Ilyasa Ali Husni (MM Unpad).

Dari hasil diskusi diperoleh kesepakatan bahwa kita harus mengambil beberapa langkah, antara lain:
Pertama, audiensi dengan DPRD Provinsi, lalu nantinya dengan DPR RI karena sekarang ada semacam pokja yang khusus menampung aspirasi masayarakat.
Kedua, MMS dalam hal ini bersinergi dengan beberapa lembaga seperti DPLKTS dan Walhi, juga beberapa ormas dan aktivis lingkungan hidup terkait agenda urang Sunda terhadap sarakan dan negaranya. Pakar terkait atau yang relevan dengan issue ini diharapkan membuat semacam policy brief/paper sehingga nanti bicaranya by data, bukan by assume.
Sebelumnya, Andri P. Kantaprawira selaku Ketua Badan Pekerja MMS menyampaikan tujuan diskusi pada hari ini yang intinya agar terkumpul dulu data terkait pemagaran laut di Bekasi.

“Sebelum kita bertindak bergerak kepada lembaga publik, seperti DPRD bagaimana mereka melakukan pengawasan, ke Dinas Kelautan, atau ke PJ bahkan ke Polda dan lainnya, kita tentu mengetahui secara lebih menyeluruh tentang masalah pemagaran laut,” ujar Andri.
Sebagai pengantar Diskusi, Dindin S. Maolani menyampaikan bahwa kalau sudah menyangkut masalah bibir pantai, pesisir, dan lautnya, sepanjang itu ada izin untuk kepentingan masyarakat, termasuk untuk kepentingan negara, misalnya pertahanan dan keamanan, bisa dikelola secara khusus.
@majmussundatv Pagar Laut: Kedaulatan Negara #majelismusyawarahsunda #indonesia #bandunghits #indonesia #persib
Menurut Dindin, secara prinsip, pantai, pesisir, merupakan ruang terbuka yang tidak boleh diusik keberadaannya. Ia menambahkan, sejak sekarang negara kita punya aturan yang jelas dari tiga tahapan ini, yaitu pertama bibir pantai, kedua pedesterian, lalu pesisir, kemudian lautnya.
“Kalau sungai saja ada green belt, ada aturan main berapa meter dari sungai selebar apa tidak boleh digunakan apa-apa untuk menjaga kelestarian sungai,” ujar Dindin.
Eka Santosa, mantan Ketua DPRD Jawa Barat 2000-2004 yang saat ini menjadi Ketua Umum Gerakan Hejo, menanggapi pengantar diskusi tadi. Eka mengapresiasi pertemuan ini yang diinisiasi oleh MMS.
Menurut Eka, kasus Bekasi merupakan entri point dedikasi sebagai anak bangsa dalam mempertaruhkan sebuah komitmen kebangsaan kita, “Saya setuju MMS silahkan di depan kalau perlu ada penguatan dari berbagai komponen lembaga pemerhati lingkungan, karena ini sudah pertaruhan harga diri bangsa.”
***
Judul: Majelis Musyawarah Sunda (MMS) Permasalahkan Pagar Laut dan Reklamasi terhadap Kedaulatan Negara
Jurnalis: Asep Zaenal Mustofa (AZM)
Editor: Jumari Haryadi

