“Kumeok”

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Ilustrasi: Pemandangan alam - (Sumber: Pixabay)

MajmusSunda News, Senin (13/01/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Kumeok” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Dalam kehidupan sehari-hari, kata kumeok alias keok, bukanlah hal yang asing bagi masyarakat, khususnya di kalangan warga Jawa Barat. Sebut saja, setelah menonton pertandingan sepakbola antara Persib lawan Persija dan akhirnya pertandingan dimenangkan Persija, maka pendukung Persib akan teriak-teriak di jalanan : “Persib Krok”, “Persib Keok”, “Persib Keok”…….

Sebetulnya, banyak sinonim dari kata “kumeok” atau keok yang dapat kita ungkap dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat 49 sinonim kata ‘kumeok’ di Tesaurus Bahasa Indonesia, diantaranya tunduk, angkat tangan, bertekuk lutut, kalah, kecundang dan lain sebagainya lagi. Kata kumeok sendiri, umumnya berkaitan dengan kekalahan seseorang dalam sebuah pertandingan. 

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Dalam kehidupan masyarakat Sunda, ada pepatah yang berbunyi : “Ulah Kumeok Méméh Dipacok”. Arti pepatah Sunda ini adalah “Jangan Menyerah Sebelum Mencoba”. Pepatah ini bisa menjadi motivasi untuk tidak langsung menyerah ketika menghadapi masalah atau tantangan dalam kehidupan. Atau bisa juga dikatakan “jangan pernah merasa jera dalam berjuang”.

Memang betul, dalam sebuah pertandingan, kita harus memiliki komitmen : “siap menang dan siap kalah”. Apakah dalam pertandingan olahraga, perlombaan seni sastra, bahkan dalam pemilihan Kepala Daerah pun, prinsip semacam itu, perlu dipegang dengan konsisten. Sayangnya, tidak semua orang siap menjalankan prinsip yang demikian.

Namun begitu, sekalipun dalam setiap pertandingan atau pemilihan, kita harus siap kalah atau siap menang, kemauan untuk memenangkan pertandingan, harus terus membara dalam jiwa dan sanubari. Kalah dalam pertandingan atau pemilihan, bukan berarti berakhir segala-galanya. Tapi, jadikanlah kekalahan itu sebagai kemenangan yang tertunda. 

Gambaran seperti ini dapat kita amati dari seorang Prabowo Subianto yang tak pernah merasa lelah dalam mengikuti proses Pemilihan Presiden di negeri ini. Berawal dari kekalahan Pemilihan nya selaku Wakil Presiden, Prabowo terus melangkah menjadi calon Presiden. Dua kali gagal dalam Pemilihan Presiden, tidak pernah mengendorkan semangatnya untuk ikut dalam Pemilihan Presiden berikutnya.

Baru kali ketiganya, Prabowo mampu merebut kemenangan dan menjadikan dirinya sebagai Presiden NKRI 2024-2029. Kegigihan dan keseriusan mengejar cita, menjadi modal utama Prabowo dalam mengejar tujuan. Prabowo tidak pernah merasa jera dalam memperjuangkan sesuatu. Tidak pernah merasa lelah pula dalam membuktikan keinginannya.

Dengan semangat dan tekad kuat Prabowo selalu berprinsip, jika kita serius mengejar sebuah cita-cita, selalu saja ada jalan untuk meraihnya. Itu sebabnya, Prabowo selalu berpandangan, kekalahan itu merupakan kemenangan yang tertunda. Oleh karenanya, kita optimis ketika dirinya dilantik jadi Presiden, maka kemakmuran rakyat akan jadi titik kuat dan titik tekan kebijakannya.

Soal daya juang, sebaiknya kita banyak belajar kepada Presiden Prabowo. Banyak hal yang pantas untuk diteladani. Dalam hal komitmen yang dibangun, kita juga perlu banyak berguru kepada Presiden Prabowo. Bahkan dalam hal mengejar cita atau memperjuangkan sebuah keinginan,, tidak salah juga bila kita mempelajari jejak langkah yang telah dicapainya.

Kumeok atau keok dalam sebuah pertarungan jangan sampai menyurutkan semangat untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang dimiliki. Walau di beberapa daerah yang namanya “pecundang” dianggap sebagai orang yang lemah, bukan berarti dirinya harus terus berdiam diri. Namun, seharusnya mampu mengasah diri untuk merebut kemenangan di masa mendatang.

Pengalaman Pemilihan Kepala Daerah belum lama ini, mengajak kepada para calon yang keok, untuk merenung sekaligus mencari jawab, mengapa dirinya sampai kalah dalam merebut jabatan Kepala Daerah? Mengapa masyarakat di daerahnya sendiri, tidak memberikan dukungan kepada dirinya? Padahal, menurutnya sudah banyak hal yang dilakukan untuk merebut simpati warganya.

Tapi itulah politik. Ada kalanya akal sehat dikalahkan oleh akal bulus. Kesalehan tergadaikan oleh kemunafikan. Bahkan bisa saja kebenaran pun terkalahkan oleh kebatilan. Berpolitik adalah bersiasat. Bermain politik berarti bermain strategi. Pilkada sendiri merupakan bagian dari upaya merebut kekuasaan lewat siasat yang dipilihnya.

Tidak semua orang yang terjun ke dunia politik, untuk siap menang dan siap kalah. Hanya sebagian kecil pemain politik yang sadar akan jati dirinya sendiri. Itu sebabnya, sekali pun yang namanya politik uang dilarang, namun yang namanya “saweran” tetap saja berlangsung. Bagi kelompok masyarakat tertentu, Pilkada tanpa saweran, sama saja dengan sayur asam tanpa garam. Pasti hambar rasanya.

Prinsip “kekalahan adalah kemenangan yang tertunda”, sudah saatnya dijadikan santapan rohani bagi mereka yang keok dalam Pilkada kemarin. Mereka tidak perlu kecewa, karena dirinya tahu persis bahwa dalam Pemilihan Kepala Daerah, pasti akan ada yang menang dan ada yang kalah. Untuk itu, akan lebih baik, dengan penuh kesadaran, bila mereka pun dapat menikmati kekalahannya.

Semoga jadi pencermatan kita bersama! (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

***

Judul: “Kumeok”
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *