Kenekes Seabad yang Lalu

Jika Anda ditanya bagaimana kondisi masyarakat Baduy di Banten Selatan seabad yang lalu, mungkin dengan segera akan dijawab, seperti yang terlihat sekarang. Tak ada perubahan signifikan. Benarkah demikian?

Iip D Yahya staf pengajar Jurusan Ilmu Politik FISIP UNPAD (Foto: Dokumen Pribadi)

MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa(3/12/2024) Artikel dalam Rubrik β€œBudaya” berjudul “Kenekes Seabad yang Lalu”, ini ditulis oleh: Iip D Yahya, staf pengajar Jurusan Ilmu Politik FISIP UNPAD.

Jika Anda ditanya bagaimana kondisi masyarakat Baduy di Banten Selatan seabad yang lalu, mungkin dengan segera akan dijawab, seperti yang terlihat sekarang. Tak ada perubahan signifikan. Benarkah demikian?

Buku Barend van Tricht Levende Antiquiteiten in West-Java yang terbit pada 1929, dapat memberikan jawabannya secara lebih menyeluruh.

Buku ini diterjemahkan oleh Tristam Pascal Moeliono dari Pusat Studi Sunda (PSS) Nitiganda Universitas Parahiangan. Judulnya menjadi Kehidupan Masyarakat Tradisional Jawa Barat. Diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas.

Buku ini akan menjawab, apakah Urang Kanekes sekarang masih seutuhnya, sebagaimana seabad yang lalu? Aspek mana saja yang berubah? Apakah masih β€˜murni’ dan β€˜ideal’ seperti dilukiskan oleh van Tricht? Masihkah apa adanya sebagaimana pikukuh mereka, panjang teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung?

Saya tidak akan membahasnya lebih mendalam, karena tidak ingin mendahului bedah bukunya pada 4 Desember 2024 di Kampus Unpar.

Saya bermaksud melihat respons umum pada saat laporan penelitian itu muncul untuk pertama kali, dan sedikit mengungkap siapakah van Tricht.

Kolega dekat menyapanya dengan Baas. Ia lahir di Utrecht, 1 Januari 1885. Ayahnya Aleid Gerhard van Tricht (1848-1925), pensiunan mayor jenderal. Ibunya Johanna Maria de Haar. Baas belajar kedokteran di Leiden dan Amsterdam.

Ia memperoleh gelar kedokterannya pada tahun 1909. Setahun kemudian ia berangkat ke Hindia sebagai petugas kesehatan kelas dua.

Ia bekerja lima tahun sebagai dokter tentara untuk KNIL di Fort de Kock, Padang, Batavia dan di Kepulauan Mentawai. Pada bulan Februari 1915, ia meninggalkan dinas militer dan menjadi dokter swasta di Batavia.

Ia sempat tinggal di Jalan Raden Saleh nomor 48 dan kemudian di Cikini nomor 8. Pada 1920, ia menikah dengan Anna van Zuylen. Keduanya dikaruniai dua orang anak.

Sebagai dokter, Baas sangat dikenal dan dihormati. Pergaulannya luas. Ia berkawan dengan novelis Herman Salomonson (1892-1942) yang juga pemimpin redaksi Java-Bode. Ia juga bersahabat dengan Konsul Chile di Batavia, NeftalΓ­ Ricardo Reyes Basoalto alias Pablo Neruda.

Setelah Indonesia merdeka, Baas menjabat sebagai Ketua Palang Merah Belanda dan sempat berkunjung ke Indonesia pada 16 Januari 1950. Ia wafat empat tahun kemudian.

Baas bukan pelancong yang sekedar melaporkan hasil amatan sekilasnya. Ia tinggal dalam waktu cukup lama di Kaduketug. Awalnya ia ingin meneliti aspek medis, khususnya dampak kesehatan perkawinan sedarah masyarakat Kanekes.

Buku karya Barend van Tricht Levende Antiquiteiten in West-Java (Tangkapan layar)

Namun upaya untuk mengambil sampel darah ditolak oleh warga. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya pada aspek sejarah dan budaya.

Ia mencatat dengan sangat teliti berbagai aspek Kanekes. Hal itu dimungkinkan atas bantuan para pembesar pribumi saat itu; anggota Volksraad R.A.A. Achmad Djajadiningrat, Bupati Lebak R.A. Gondosapoetro, Patih R. Martakoesoema, dan Wedana Leuwidamar, R. Soemitra.

Setelah terbit oleh G. Kolf & Co, bukunya disambut hangat banyak kalangan. Sejumlah media massa memasang iklan penjualan bukunya. Misalnya De Sumatra Post edisi 26-07-1929. β€œBaru Diterima. Dengan 25 ilustrasi … Harga 4.50.”

Laporan Baas juga dimuat dalam majalah Djawa volume IX tahun 1929 yang diterbitkan oleh Java Instituut. Kawan seperjalanannya ke Kanekes, J. Boeke, menulis resensi yang panjang dalam Vragen de Tijds, bagian pertama, 1930.

Lalu Social Science Abstract yang terbit di Amerika Serikat, pada volume 3 nomor 9, September 1931, memuat abstraksi risetnya, The Badoejs in South Bantam (Java). Harian Het Vaderland, 11-04-1937 juga memuat resensinya.

Levende Antiquiteiten ini dapat menjadi panduan para peneliti tentang Kenekes. Hal-hal yang tabu itu pada suatu waktu dapat dilihat, digambar bahkan difoto. Kepada PSS Nitiganda Unpar, saya usulkan agar buku ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda.

Terjemahan yang akan berguna bagi masyarakat Jawa Barat secara umum, terlebih lagi bagi masyarakat Kanekes sendiri. Mereka akan tahu apa itu β€˜Kenekes’ yang pernah dijelaskan oleh para puun legendaris yang selama ini mungkin hanya mereka dengar namanya.

Judul: Kenekes Seabad yang Lalu
Penulis: Iip D Yahya
Editor: Agung Ilham Setiadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *