MajmusSunda News, Jumat (24/1/2025) – Artikel berjudul “Kemanusian Sepenuh Hati” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS) serta Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Saudaraku, ada saatnya akrobat kata-kata sepi peminat, cuma kata-hati yang menarik hati. Berondongan kata-kata tanpa hati bisa ditepikan satu kata laku yang dikerjakan sepenuh hati.
Ada saat yang menguji kesejatian manusia. Para aktor pengobral kata kehilangan panggung. Penonton berpaling pada pekerja belakang layar, para pegiat kemanusian, yang tulus melayani dengan sepi pamrih, rame gawe.
Pada momen kelam yang mempertaruhkan keselamatan manusia dan bangsa, orang-orang hanya mempercayai mereka yang bercahaya. Mereka yang perilakunya menjadi bintang penuntun. Mereka yang pengorbanannya memantik api harapan di tengah keputusasaan.
Hati tak dapat dimenangkan dengan setengah hati. Kau boleh pandai mencuri hati dengan pura-pura berbaik hati. Tapi tak ada manipulasi yang abadi. Semesta merekam gerak-gerikmu, menunggu waktu mustari untuk menelanjangimu.
Cintailah sepenuh hati, niscaya semesta akan mengungkapkan isi hatinya padamu. Dalam ketulusan mencintai tak mengenal kata merugi. Bila kau jujur mengasihi, semesta akan menyingkap selubung tabirnya, mencurahkan segala rahmatnya padamu. Tak ada lagi rahasia antara hati kecil dengan hati Ilahi. Semuanya luruh ke dalam samudera kasih.
Dalam cinta sepenuh hati, materi lebur ke dalam esensi energi. Tak ada tabir pemisah antara dua cinta sejati. Meski tubuh saling berjauhan, suara hati hanyut dalam gelombang energi dgn frekuensi yang sama, menembus segala batas. Suara hati keduanya saling bersahutan menggemakan energi kehidupan dalam nyanyian alam.
Cinta setengah hati sekadar riya citra menghamburkan energi tanpa produktivitas. Kedalaman sentuhan rasanya sebatas tenggorokan, tak sampai menembus jantung hati. Membekas di hati lain sebatas gelombang pasang popularitas. Saat daya tahan kepura-puraan pudar dan keaslian kembali, cinta yang lain berbalik mengikuti gelombang surut, pergi tanpa pamit, melupakanmu selamanya.
Cintailah yang ada di bumi sepenuh hati, niscaya yang ada di langit akan mencintaimu seutuh kepakan sayap kasih-Nya, mencurahkan padamu aneka berkah dari segala penjuru.
***
Judul: Kemanusian Sepenuh Hati
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang penulis
Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.
Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.
Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.
Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.
***