MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (29/10/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Hubungan Konseptual antara Tri Tantu di Buana dalam Naskah Siksa Kandang Karesian abad ke-16 dengan Konsep Tri Murti dalam Naskah Vishnu Purana Abad ke-11 (Bagian 6)” ini ditulis oleh: Gelar Taufiq Kusumawardhana, Ketua Yayasan Buana Varman Semesta (BVS) dan Anggota Forum Dewan Pakar Kebudayaan dan Pengkajian Sejarah, Majelis Musyawarah Sunda (MMS). Kini ia tinggal di Perumahan Pangauban Silih Asih, Blok R, No. 37, Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.
Tri Tantu sebagai Derivasi dari Tri Murti
Melalui kajian tersebut dapat diketahui bahwa konsep “Tri Tantu di Buana”, atau “Tri Tantu di Jagat”, atau “Tri Tantu di nu Reya”, pada prinsipnya diturunkan dari konsep “Tri Warga di Lamba”. Adapun konsep Tri Warga di Lamba diturunkan dari konsep Tri Murti dalam konstuksi keyakinan Hindu tingkat lanjut (post-Vedic religion). Kajian tentang kasundaan dalam konteks sistem keyakinan pra-Islam dengan demikian tidak dapat diisolasi dari keterhubungannya dengan kajian Indologi secara umum sebagai induknya.
Studi kasus terhadap satu pernyataan dari satu naskah Sanghiyang Siksa Kandang Karesian abad ke-16 M yang mengandung konsep Tri Tantu di Buana tersebut, sebenarnya dapat membawa konsekuensi ilmiah lainnya.

Pertama, bahwa tingkat koherensi konsep Tri Tantu di Buana sebenarnya dapat diusahakan secara holistik dengan melakukan kajian terhadap pernyataan-pernyataan lainnya, baik yang terkandung dalam naskah Sanghiyang Siksa Kandang Karesian lainnya maupun yang terkandung dalam naskah-naskah Sunda Kuno lainnya, seperti Amanat Galunggung, Carita Parahiyangan, Fragmen Carita Parahiyangan, dan Sanghiyang Sasana Waruga Guru.
Dengan demikian pada gilirannya konsep Tri Tantu di Buana dapat dipahami secara utuh sebagai sebuah konsep, atau teori tata keloa kemasyarakatan Sunda pada masa silam.
Kedua, bahwa konsep Tri Tantu di Buana pada gilirannya dapat dikomparasikan dengan konsep yang memiliki kesejajaran dalam konstruksi kebudayaan Barat misalnya. Hanya saja dalam melakukan kegiatan komparasi, diperlukan juga penguasaan terhadap khazanah kebudayaan Barat itu sendiri secara lebih komprehensif.
Membandingkan konsep Tri Tantu di Buana dengan Trias Politica Barat abad ke-17/18 M merupakan lompatan yang terlalu jauh karena setidaknya, dunia Barat itu sendiri memiliki konsep Three Estates yang berkembang sepanjang Abad Pertengahan di Perancis misalnya, sebelum kemudian digantikan oleh Trias Politica pasca Revolusi Perancis di Eropa dan di Amerika pasca Revolusi Amerika.
Formulasi Three Estates di Perancis itu sendiri, yang dikembangkan dari konsep Latin Oratores (cleric), Belatores (knight), dan Laboratores (worker class). Dalam penerapan di negara-negara Skandinavia menjadi formula Four Estates (serupa Catur Varna).
Sementara di Britania Raya menjelma secara lebih sederhana lagi dalam formula Two Estates (penggabungan masing-masing dua kelas ke dalam satu kelas). Adapun orientasi dari keseluruhan formula estates tersebut, pada hakikatnya digunakan dalam menentukan perwakilan golongan-golongan masyarakat dalam wujud Kongres, Majelis, atau Parlemen era kerajaan (Ancient Regim).
Sementara ketiga, bahwa konsep Tri Tantu di Buana juga secara teoretik dapat dianalisa persentuhannya dengan era islamisasi kerajaan Hindu/Budha di Tatar Sunda menjadi era kesultanan Islam. Apakah pola Tri Tantu di Buana tersebut masih diadaptasi ataukah tidak, sebagaimana misalnya dengan apa yang terjadi di kesultanan Pagaruyung yang menjelma sebagai Rajo Tigo Selo: Raja Alam, Raja Adat, dan Raja Ibadat. Seluruh implikasi penerapan teori tersebut hanya dapat diperoleh setelah konstruksi Tri Tantu di Buana itu sendiri diperoleh dengan baik. (Tamat).
***
Judul: Hubungan Konseptual antara Tri Tantu di Buana dalam Naskah Siksa Kandang Karesian abad ke-16 dengan Konsep Tri Murti dalam Naskah Vishnu Purana Abad ke-11 (Bagian 6)
Penulis: Gelar Taufiq Kusumawardhana
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas info penulis
Gelar Taufiq Kusumawardhana adalah Anggota Dewan Pakar Sejarah dan Kebudayaan, Majelis Masyarakat Sunda (MMS), Ketua Yayasan Buana Varman Semesta, dan Kandidat Doktor pada Konsentrasi Agama dan Budaya, Program Studi Agama-Agama, Program Pascasarjana (S3), Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung). Kini ia bermukim di Perumahan Pangauban Silih Asih, Blok R, No. 37, Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.
***