MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Rabu (09/04/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Harapan Untuk Perum Bulog!” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Perum Bulog, kini telah diposisikan sebagai operator pangan oleh Pemerintah. Berbagai tuntutan dan harapan, banyak dibebankan kepada Perum Bulog. Pemerintah sendiri, ingin agar Perum Bulog, benar-benar mampu menampilkan diri sebagai lembaga parastatal yang handal. Itu sebabnya, Pemerintahan Presiden Prabowo bersikeras untuk melakukan revitalisasi Perum Bulog ke arah yang lebih senafas dengan semangat pembanguban bangsa dan negara.

Penggodokan transformasi kelembagaan dan sistem nilai Perum Bulog, kini masih terus berlangsung. Tiga Kementerian (Kementerian Koordinator bidang Pangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Pertahanan) diminta untuk membahasnya dengan inten, dalam rangka memberi hasil terbaiknya.
Transformasi kelembagaan BULOG (Badan Urusan Logistik) adalah perubahan strategis dan struktural dalam organisasi BULOG untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan kualitas layanan dalam mengelola logistik dan pangan nasional. Langkah ini sengaja diambil Presiden Prabowo, mengingat ada semangat untuk mencapai swasembada pangan.
Namun demikian, secara umum dapat disebutkan ada beberapa tujuan Transformasi BULOG yang patut kita cermati bersama. Tujuan tersebut adalah meningkatkan ketahanan pangan nasional; mengoptimalkan pengelolaan logistik; meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasional; meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat dan mengembangkan industri pangan lokal.
Untuk mempercepat terwujudnya tujuan diatas, sangat dibutuhkan adanya strategi transformasi BULOG yang tepat. Beberapa strategi yang diusulkan antara lain : modernisasi sistem logistik; pengembangan teknologi informasi; peningkatan kapabilitas sumber daya manusia; pengintegrasian sistem pengelolaan pangan dan peningkatan kerjasama dengan stakeholder.
Sedangkan bila dilihat dan diselisik dari kegunaannya, manfaat ditempuhnya transformasi kelembagaan BULOG ini diharapkan mampu : meningkatkan ketersediaan pangan; mengurangi biaya logistik; meningkatkan efisiensi pengelolaan pangan; meningkatkan kualitas pelayanan dan mengembangkan ekonomi lokal.
Sejak Prabowo Subianto dilantik jadi RI 1, beberapa waktu kemudian, Bulog atau Perum Bulog, kembali ramai dibahas banyak pihak. Bulog seolah-olah diposisikan sebagai lembaga pangan yang mampu mempercepat tercapainya swasembada pangan, yang dalam Kabinet Merah Putih telah ditetapkan sebagai salah satu program prioritas pembangunannya.
Perusahaan Umum BULOG (Perum BULOG) adalah Badan Usaha Milik Negara yang berdiri pada tanggal 21 Januari 2003. Pendiriannya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) BULOG, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) BULOG.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2003 yang merupakan Anggaran Dasar Perum BULOG tersebut kemudian diubah kembali menjadi PP Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perum BULOG. Sebagai Perusahaan Plat Merah, Perum Bulog hingga sekarang belum mampu memberi kinerja terbaiknya. Bahkan lebih menonjol peran dan fungsi sosialnya.
Transformasi Perum Bulog ini sangat strategis, mengingat transformasi adalah proses perubahan secara bertahap dari suatu bentuk ke bentuk yang lain, atau dari keadaan sebelumnya menjadi baru dan lebih baik. Transformasi dapat terjadi dalam berbagai bidang, seperti struktur dan fungsi masyarakat, sosial, keberagamaan, dan nilai-nilai agama.
Secara umum, transformasi dapat diartikan sebagai:
– Perpindahan menuju sistem yang dianggap lebih baik dan mendukung
– Perubahan yang bersifat struktural, total, dan tidak bisa dikembalikan ke bentuk semula
– Mengubah ketidaksetaraan struktural dan hubungan kekuasaan dalam suatu masyarakat
– Menggali potensi dari dalam diri kita yang mengarah kepada kemajuan diri kita yang positif
Sinonim dari kata transformasi adalah mengubah, bermetamorfosa, mentransmutasikan, dan mengonversi. Dengan pengertian ini, transformasi Perum Bulog adalah salah satu langkah untuk merevitalisasi agar lembaga pangan ini benar-benar berdaya dan bermartabat dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai lembaga Pemerintah yang langsung berada dibawah Presiden.
Penugasan Presiden Prabowo Subianto kepada Direktur Utama Perum Bulog Wahyu Suparyono diatas, sepertinya semakin mempertegas posisi Bulog dalam struktur birokrasi Pemerintahan. Bulog semakin terang benderang, tidak akan berada dibawah Kementerian Pertanian, sebagaimana yang selama ini diwacanakan atau di salah satu Kementerian Teknis lainnya.
Bulog benar-benar akan dijadikan sebagai Lembaga Pemerintah yang diharapkan tetap menjalin persahabatan sejati dengan para petani. Bahkan kalau semangat menjadikan Bulog sebagai off taker dalam membeli hasil panen petani, maka nasib dan kehidupan petani, mestinya akan semakin membaik. Bulog, pasti akan membeli dengan harga wajar dan menguntungkan bagi petani.
Hadirnya Bulog sebagai off taker, diharapkan bakal mampu mengoreksi pasar yang selama ini sering dijadikan ajang oleh oknum-oknum tertentu yang doyan memainkan harga di tingkat petani. Bulog perlu tampil sebagai pembawa pedang samurai yang akan melindungi petani dari sergapan bandar atau tengkulak yang ingin menekan harga di petani.
Sebagai lembaga pangan yang memiliki sejarah panjang dalam mengelola pangan, khususnya dunia perberasan, Bulog tidak perlu diragukan lagi kepiawaiannya. Dalam hal pengadaan dan penyaluran beras, Bulog memang jagonya. Dalam kaitannya dengan pengiriman beras untuk masyarakat, Bulog belum ada tandingannya. Bahkan untuk pelaksanaan impor beras pun, Bulog betul-betul telah berpengalaman.
Transformasi Perum Bulog menjadi Badan Otonom Pemerintah yang langsung dibawah Presiden, jelas akan membuat Bulog semakin lincah bekerja. Bulog, tentu akan optimal memainkan peran sebagai lembaga parastatal yang jempolan. Lebih keren lagi, jika Bulog pun dapat mengoptimalkan kinerjanya sebagai “Badan Urusan Logistik” dan bukan lagi hanya sebatas ikon.
Menjelang panen raya kali ini, langkah berkaca diri, mutlak dilakukan oleh segenap Keluarga Besar Perum Bulog. Jelang 58 tahun perjalanan Perum Bulog. bukan waktu yang sebentar. Perum Bulog yang kini diposisikan selaku operator pangan, tentu memiliki suka duka dalam melakoni perjalanannya. Sebelum jadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Bulog diposisikan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND).
Sesuai dengan sejarah kelahirannya sebagai Badan Urusan Logistik, Bulog diberi tugas khusus untuk menyelenggarakan pengadaan dan penyaluran bahan pangan pokok, khususnya beras. Akibatnya wajar jika Bulog sering diidentikan dengan beras. Sebagai lembaga parastatal, Bulog betul-betul menjalankan peran dan posisi strategisnya sebagai badan pemerintah, yang seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh negara.
Pengalaman yang ada, juga mengingatkan Bulog senantiasa akan membangun persahabatan sejati dengan para petani. Bulog selalu tampil sebagai pembela petani manakala gabah atau beras anjlok. Sesuai dengan kebijakan harga dasar (floor price), Bulog memiliki kewajiban untuk membeli gabah petani ketika harga pasar berada dibawah harga dasar.
Pada jamannya, Bulog ditugaskan secara khusus untuk menjalankan fungsi “social responsibility” terhadap rakyat tanpa harus berpikir untung dan ruginya. Melalui Bulog, Pemerintah berharap agar kebutuhan bahan pangan pokok, terutama beras, jangan sampai tidak terpenuhi. Beras harus tersedia sepanjang waktu. Apalagi jika mesti antri mendapatkan beras. Hal ini, jelas sangat tidak diinginkan.
Ketika Bulog berubah status menjadi BUMN, suka atau pun tidak, Perum Bulog sudah harus berpikir soal untung rugi, selain juga tetap menjalankan fungsi tanggungjawab sosialnya. Dewan Pengawas dan Dewan Direksi Perum Bulog, tidak boleh lagi menjalankan roda organisasi tanpa perhitungan matang dan akuntabel. Semua mesti terukur dan profesional.
Di sisi lain, Perum Bulog juga dituntut untuk dapat membaca tanda-tanda jaman yang kini tengah bergulir dengan cepat. Sebagai sahabat sejati petani, Perum Bulog tentu bukan cuma menyerap gabah petani, namun juga berusaha untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan petaninya. Catatan kririsnya adalah langkah apa yang sebaiknya ditempuh oleh Pemerintah ?
Kesejahteraan petani sendiri, sepertinya sudah menjadi target Pemerintah untuk meraihnya. Sayang, dalam kenyataannya, masih mengedepan sebagai cita-cita semata. Upaya mensejahterakan petani, rupanya tidak cukup hanya dengan menggenjot produksi setingginya, namun juga akan sangat ditentukan oleh harga jual gabah disaat panen berlangsung.
Apalah artinya produksi yang melimpah, jika harga jual gabahnya anjlok. Ini yang butuh penanganan lebih serius. Sebab, berdasar pengalaman selama ini, setiap panen raya, harga gabah di petani selalu melorot. Bahkan terekam di berbagai daerah, harga gabah anjlok hingga dibawah harga pembelian Pemerintah. Ini berarti, produksi meningkat tapi harga gabah anjlok, praktis kesejahteraan petani sulit untuk diwujudkan.
Persoalannya, mengapa Pemerintah dengan kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya, tidak mampu merumuskan kebijakan peningkatan produksi disertai dengan harga gabah di petani yang memberi keuntungan optimal bagi petani ? Mengapa naiknya produksi, selalu dibarengi dengan anjloknya harga gabah ? Jawaban ini sangat kita perlukan, agar pokok masalahnya dapat dicarikan solusi yang tepat.
Pe-er Perum Bulog ke depan adalah mampukah operator pangan ini tampil secara lebih nyata dalam menyerap gabah petani ? Terlebih dengan dilahirkannya kebijakan Harga Fleksibilitas Pembelian Gabah dan Beras. Ini menarik, karena dalam suasana Pemerintah kekurangan beras, maka gabah hasil panen petani akan jadi rebutan berbagai pihak, terutamq kalangan dunia usaha/swasta.
Catatan pentingnya apakah dengan kondisi sekarang Perum Bulog akan mampu bersaing dengan bandar, pengepul, tengkulak, pengusaha penggilingan dan lain sebagainya, atau tidak ? Jawabannya tegas : harus bisa. Perum Bulog sudah saatnya menampilkan diri sebagai operator pangan yang berusaha ingin mewujudkan secara bersamaan antara fungsi sosial dan fungsi bisnis.
Masalah seriusnya adalah apakah para petani mau menjual hasil panen nya kepada Perum Bulog ? Jangan-jangan para petani sendiri, lebih nyaman menjual ke bandar dan pengepul ? Lalu, bagaimana dengan Perum Bulog yang oleh Pemerintah ditugaskan menyerap gabah setinggi-tingginya guna mengokohkan cadangan beras Pemerintah?
Jika slogan “Bulog Sahabat Sejati Petani”, betul-betul terwujud dalam kehidupan nyata di lapangan, mestinya Perum Bulog tidak perlu kesulitan dalam menyerap gabah petani. Tanpa dikomando pun, petani akan berduyun-duyun dan menjual nya kepada Perum Bulog. Namun bila tidak, boleh jadi slogan diatas, barulah sebuah angan-angan belaka.
Selidik punya selidik, suasana kebatinan Perum Bulog dengan petani, ternyata belum sesuai dengan yang diharapkan. Rupanya, masing-masing pihak asyik dengan dunianya sendiri. Itu sebabnya, tidak terlampau keliru, kalau dalam menghangatkan perjalanan Perum Bulog menuju usia ke 58 tahun ini, mari kita renungkan lagi suasana kebatinan Perum Bulog dengan petani.
10 Mei 2025 nanti , Perum Bulog bakal merayakan hari jadinya yang ke 58 tahun. Lazimnya orang yang berulang tahun, setidaknya ada dua hal yang patut untuk dilakukan. Pertama adalah “introspeksi” atas apa-apa yang telah dialami selama ini dan kedua melakukan “antisipasi” atas perkembangan tanda-tanda jaman yang tengah menggelinding.
Introspeksi mutlak dilakukan oleh segenap Keluarga Besar Perum Bulog. 58 tahun bukan waktu yang sebentar. Perum Bulog yang kini diposisikan selaku operator pangan, tentu memiliki suka duka dalam melakoni perjalanannya. Sebelum jadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Bulog diposisikan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND).
Sebagai Badan Urusan Logistik, Bulog diberi tugas khusus untuk menyelenggarakan pengadaan dan penyaluran bahan pangan pokok, khususnya beras. Akibatnya wajar jika Bulog sering diidentikan dengan beras. Sebagai lembaga parastatal, Bulog betul-betul menjalankan peran dan posisi strategisnya sebagai badan pemerintah yang seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh negara.
Pengalaman yang ada, juga mengingatkan Bulog senantiasa akan membangun persahabatan sejati dengan para petani. Bulog selalu tampil sebagai pembela petani manakala gabah atau beras anjlok. Sesuai dengan kebijakan harga dasar (floor price), Bulog memiliki kewajiban untuk membeli gabah petani ketika harga pasar berada dibawah harga dasar.
Pada jamannya, Bulog ditugaskan secara khusus untuk menjalankan fungsi “social responsibility” terhadap rakyat tanpa harus berpikir untung dan ruginya. Melalui Bulog, Pemerintah berharap agar kebutuhan bahan pangan pokok, terutama beras, jangan sampai tidak terpenuhi. Beras harus tersedia sepanjang waktu. Apalagi jika mesti antri mendapatkan beras. Hal ini, jelas sangat tidak diinginkan.
Ketika Bulog berubah status menjadi BUMN, suka atau pun tidak, Perum Bulog sudah harus berpikir soal untung rugi, selain juga tetap menjalankan fungsi tanggungjawab sosialnya. Dewan Pengawas dan Dewan Direksi Perum Bulog, tidak boleh lagi menjalankan roda organisasi tanpa perhitungan matang dan akuntabel. Semua mesti terukur dan profesional.
Dalam kaitannya dengan antisipasi, Perum Bulog juga dituntut untuk dapat membaca tanda-tanda jaman yang kini tengah bergulir dengan cepat. Sebagai sahabat sejati petani, Perum Bulog tentu bukan cuma menyerap gabah petani, namun juga berusaha untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan petaninya. Catatan kririsnya adalah langkah apa yang sebaiknya ditempuh oleh Pemerintah ?
Adanya semangat Presiden Prabowo yang berhasrat untuk membebaskan Perum Bulog dari statusnya selaku BUMN, kini menjadi prioritas dalam mempercepat terselesaikannya transformasi kelembagaan Perum Bulog. Lalu, apa yang disebut dengan strategi transformasi kelembagaan dan sistem nilai Bulog itu sendiri ? Jawaban inilah yang menarik untuk dicermati lebih dalam lagi.
Strategi transformasi Perum Bulog (Badan Urusan Logistik) mencakup beberapa aspek seperti untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan kualitas layanan dalam mengelola logistik dan pangan nasional. Setidaknya ada 4 poin penting terkait dengan strategi transformasi Bulog yang perlu kita cermati dengan seksama. Keempat hal tersebut adalah :
Pertama berkaitan dengan strategi utama terdiri dari modernisasi Sistem Logistik dengan mengembangkan sistem logistik terpadu, efektif dan efisien; selanjutnya pengembangan Infrastruktur dengan membangun dan mengembangkan infrastruktur logistik, seperti gudang, pelabuhan dan jaringan transportasi; lalu peningkatan Kapabilitas SDM dengan mengembangkan kemampuan dan kompetensi sumber daya manusia; pengintegrasian sistem lewat mengintegrasikan sistem logistik, keuangan dan informasi serta mengembangkan kerjasama dengan stakeholder, seperti petani, industri pangan dan pemerintah.
Kedua, berkaitan dengan strategi operasional dengan langkah optimasi pengelolaan gudang dan mengoptimalkan penggunaan gudang dan fasilitas penyimpanan; kemudian pengembangan Sistem Informasi dengan mengembangkan sistem informasi logistik terpadu; lalu, pengurangan biaya logistik melalui efisiensi dan penggunaan teknologi; dan peningkatan kualitas pelayanan dengan peningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan pengembangan produk dan jasa logistik yang inovatif.
Ketiga strategi pemasaran diantaranya dengan mengembangkan merek Bulog sebagai pemimpin logistik pangan nasional. Promosi dan publikasi dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang peran Bulog. Lalu, mengembangkan kerjasama dengan industri pangan dan petani. Meningkatkan kualitas produk dan jasa logistik. Pengembangan Sistem Penjualan dengan mengembangkan sistem penjualan yang efektif dan efisien.
Keempat berhubungan dengan strategi keuangan seperti mengoptimalkan pengelolaan keuangan dan mengurangi biaya operasional; selanjutnya mengembangkan sumber pendapatan baru. Lalu, mengurangi risiko keuangan melalui manajemen risiko. Kemudian, meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya. Dan mengembangkan sistem pengawasan keuangan yang efektif.
Di sisi lain, kesejahteraan petani sendiri, sepertinya sudah menjadi target Pemerintah untuk meraihnya. Sayang, dalam kenyataannya, masih mengedepan sebagai cita-cita semata. Upaya mensejahterakan petani, rupanya tidak cukup hanya dengan menggenjot produksi setingginya, namun juga akan sangat ditentukan oleh harga jual gabah disaat panen berlangsung.
Apalah artinya produksi yang melimpah, jika harga jual gabahnya anjlok. Ini yang butuh penanganan lebih serius. Sebab, berdasar pengalaman selama ini, setiap panen raya, harga gabah di petani selalu melorot. Bahkan terekam di berbagai daerah, harga gabah anjlok hingga dibawah harga pembelian Pemerintah. Ini berarti, produksi meningkat tapi harga gabah anjlok, praktis kesejahteraan petani sulit untuk diwujudkan.
Persoalannya, mengapa Pemerintah dengan kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya, tidak mampu merumuskan kebijakan peningkatan produksi disertai dengan harga gabah di petani yang memberi keuntungan optimal bagi petani ? Mengapa naiknya produksi, selalu dibarengi dengan anjloknya harga gabah ? Jawaban ini sangat kita perlukan, agar pokok masalahnya dapat dicarikan solusi yang tepat.
Pe-er Perum Bulog ke depan adalah mampukah operator pangan ini tampil secara lebih nyata dalam menyerap gabah petani ? Terlebih dengan dilahirkannya kebijakan Harga Fleksibilitas Pembelian Gabah dan Beras. Ini menarik, karena dalam suasana Pemerintah kekurangan beras, maka gabah hasil panen petani akan jadi rebutan berbagai pihak, terutamq kalangan dunia usaha/swasta.
Catatan pentingnya apakah dengan kondisi sekarang Perum Bulog akan mampu bersaing dengan bandar, pengepul, tengkulak, pengusaha penggilingan dan lain sebagainya, atau tidak ? Jawabannya tegas : harus bisa. Perum Bulog sudah saatnya menampilkan diri sebagai operator pangan yang berusaha ingin mewujudkan secara bersamaan antara fungsi sosial dan fungsi bisnia.
Masalah seriusnya adalah apakah para petani mau menjual hasil panen nya kepada Perum Bulog ? Jangan-jangan para petani sendiri, lebih nyaman menjual ke bandar dan pengepul ? Lalu, bagaimana dengan Perum Bulog yang oleh Pemerintah ditugaskan menyerap gabah setinggi-tingginya guna mengokohkan cadangan beras Pemerintah ?
Jika slogan “Bulog Sahabat Sejati Petani”, betul-betul terwujud dalam kehidupan nyata di lapangan, mestinya Perum Bulog tidak perlu kesulitan dalam menyerap gabah petani. Tanpa dikomando pun, petani akan berduyun-duyun dan menjual nya kepada Perum Bulog. Namun bila tidak, boleh jadi slogan diatas, barulah sebuah angan-angan belaka.
Selidik punya selidik, suasana kebatinan Perum Bulog dengan petani, ternyata belum sesuai dengan yang diharapkan. Rupanya, masing-masing pihak asyik dengan dunianya sendiri. Itu sebabnya, tidak terlampau keliru, kalau dalam menghangatkan hari jadi Perum Bulog ke 58 mendatang, mari kita hangatkan lagi suasana kebatinan Perum Bulog dengan petani. Sebagai petinggi Perum Bulog, kita optimis Bung Novi dan Mas Dar akan sangat memahami nya. Selamat berjuang Perum Bulog!
***
Judul: Harapan Untuk Perum Bulog!
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi