MajmusSunda News, Kamis (19/12/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Gerak Cepat Bulog Menambah Cadangan Beras” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
CNBC Indonesia merilis, Perum Bulog diminta segera melakukan penyerapan gabah/padi petani secara maksimal dan segera, untuk mengisi dan menambah stok cadangan beras pemerintah (CBP). Langkah itu diharapkan bisa meningkatkan penguatan cadangan pangan pemerintah (CPP), yang selama ini terkesan “gali lobang tutup lobang”.
Cadangan Pangan Pemerintah, khususnya untuk komoditas beras, rupanya cukup sulit untuk dapat dipenuhi dari hasil produksi petani dalam negeri. Menyampan cadangan beras sebesar 1,5 – 2 juta ton beras, bukanlah hal yang mudah diwujudkan. Pemerintah sendiri, terkadang untuk mengisi cadangan beras diperoleh dari impor.

Masalahnya menjadi semakin menjelimet setelah dalam beberapa waktu belakangan, produksi beras dalam negeri anjlok dengan angka cukup signifikan. Tidak ada cara lain, untuk memperkuat cadangan beras Pemerintah, kembali kita harus membuka kran impor dari berbagai negara sahabat. Impor beras, jalan keluar terbaik yang dapat ditempuh.
Dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat, Bulog perlu tampil sebagai operator pangan yang handal dan piawai. Bulog perlu meyakini, yang perlu diprioritaskan adalah membeli gabah petani, terutama gabah kering panen (GKP). Mengapa? Sebab, umumnya para petani akan menjual hasil panennya dalam bentuk GKP. Jarang petani yang menjual dalam bentuk GKG apalagi beras.
Oleh karenanya, menjelang panen raya tiba, Bulog penting untuk menyiapkan diri, agar pada saatnya nanti, tidak muncul hal-hal yang tak diinginkan. Selain itu, ada baiknya Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras ditinjau ulang. Apakah HPP Gabah dan Beras masih sesuai dengan kondisi ekonomi petani? Atau sudah waktunya untuk dinaikan?
Hal ini penting diingatkan agar Pemerintah memahami, selain menuntut Bulog untuk gerak cepat menguatkan cadangan beras Pemerintah, tentu akan lebih indah, bila Pemerintah pun memikirkan bagaimana memperbaiki kesejahteraan petaninya. Buat apa kita menumpuk cadangan beras Pemerintah sebanyak-banyaknya, jika petaninya tetap miskin?
Bagi keluarga petani, panen raya adalah peristiwa yang ditunggu-tunggu dalam kehidupannya. Saat panen raya itulah petani berharap akan dapat berubah nasib. Itu sebabnya, para petani akan kecewa berat, bila saat panrn berlangsung, harga jual gabah di petani anjlok. Tugas penting Pemerintah adalah menjaga supaya harga gabah tidak anjlok.
Pertanyaan kritisnya adalah apakah Bulog akan mampu menjalankan peran mengokohkan cadangan beras Pemerintah secara permanen dan tidak lagi gali lobang tutup lobang? Seiring dengan itu, apakah Bulog juga memiliki strategi untuk meningkatkan kesejahteraan petaninya? Cadangan beras kuat dan kesejahteraan petani meningkat adalah harapan yang perlu diwujudkan secepatnya.
Adanya kemauan politik untuk membebaskan Perum Bulog dari statusnya selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk berubah jadi lembaga Pemerintah yang langsung berada dibawah Presiden, tentu cukup menarik untuk dicermati lebih dalam. Apakah langkah ini akan memposisikan Bulog menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian seperti era Pemerintahan Orde Baru?
Ini penting, karena selama 21 tahun menjadi BUMN, ternyata Perum Bulog lebih banyak memainlan peran sebagai “alat negara’ yang lebih menampilkan “social responsibility” nya, ketimbang menjalankan fungsi bisnisnya. Bahkan kalau kita mau jujur, belum ada satu pun bisnis Perum Bulog yang handal dan mampu melahirkan bisnis raksasa di bidang pangan secara menjanjikan.
Dalam satu tahun terakhir ada dua program penting yang digarap Perum Bulog dengan hasil cukup mengesankan. Pertama adalah penyelenggaraan impor beras dengan angka sangat fantastis; dan kedua berkaitan dengan kebijakan Bantuan Langsung Beras kepada 22 juta rumah tangga penerima manfaat yang tersebar di seluruh Tanah Air.
Ke dua program ini, benar-benar memberi nilai tersendiri bagi keberlanjutan bangsa dan negara. Bayangkan jika tidak ada impor beras. Dari mana bangsa kita akan mendapatkan beras untuk mencukupi cadangan dan program bantuan langsung beras bagi sejumlah 22 juta rumah tangga penerima manfaat, yang umumnya tergolong ke dalam warga bangsa korban pembangunan.
Terkait dengan cadangan beras secara nasional, Pemerintah pernah mengusulkan agar kita memiliki 3 juta ton beras. Angka ini dianggap terlampau mengada-ada, mengingat dengan angka 1,5 – 2 juta ton saja, cadangan beras Pemerintah sudah dapat dibilang aman. Yang jadi soal, untuk memenuhinya, kita ternyata masih mengandalkan dari impor.
Sebetulnya jujur kita akui, jika dibandingkan antara produksi beras yang dihasilkan para petani dalam negeri dengan kebutuhan beras dalam negeri, baik untuk konsumsi masyarakat, cadangan beras Pemerintah dan Program Bantuan Langsung Beras, terlihat sangat tidak mencukupi. Untuk menutup kekurangannya, kita tetap mengandalkan impor.
Selanjutnya, jika kita bedah data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), untuk tahun 2023, produksi beras tercatat sebesar 31,10 juta ton, sedangkan konsumsi masyarakat sekitar 30,20 juta ton. Masalahnya, kebutuhan beras dalam negeri, tentu bukan hanya untuk memenuhi konsumsi masyarakat, tapi kita pun butuh untuk yang lainnya, seperti untuk cadangan dan program khusus. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).
Judul: Gerak Cepat Bulog Menambah Cadangan Beras
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Vokal Lillah Qur’anul