MajmusSunda News, Selasa (14/01/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Faktor Penentu Stabilisasi Harga Beras” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Kalau ada yang mempertanyakan apa faktor penentu terciptanya stabilitas harga beras, sekurang-kurangnya ada 5 faktor yang patut dicermati lebih lanjut. Ke 5 faktor tersebut adalah internal, eksternal, ekonomi, sosial dan teknis. Faktor-faktor ini saling terhubung satu sama lain, sehingga memberi makna tersendiri diantara faktor-faktor diatas.
Beberapa hal yang bertalian dengan faktor internal adalah produksi beras (kuantitas dan kualitas); ketersediaan stok beras (Bulog dan swasta); distribusi dan logistik; kebijakan pemerintah (subsidi, impor, ekspor) dan perilaku konsumen dan preferensi.

Selanjutnya, faktor eksternal diantaranya, perubahan cuaca dan iklim; kondisi ekonomi global (inflasi, pertumbuhan ekonomi); perdagangan internasional (impor, ekspor); ketersediaan beras di pasar global dan perubahan kebijakan perdagangan internasional.
Faktor ekonomi adalah biaya produksi (bensin, pupuk, obat-obatan); harga bahan baku (beras impor); tingkat inflasi; kurs mata uang serta pajak dan bea cukai. Faktor sosial antara lain konsumsi beras per kapita; pertumbuhan penduduk; perubahan pola konsumsi; ketersediaan alternatif beras dan kesadaran masyarakat akan harga.Faktor teknis akan dipengaruhi oleh teknologi pertanian; penggunaan varietas beras unggul; pengolahan pasca-panen; penyimpanan dan pengawetan dan sistem informasi dan monitoring.
Sejalan dengan kelima faktor diatas, ternyata kebijakan Pemerintah pun ikut menentukan seperti kebijakan harga dan stok; subsidi pertanian; perlindungan petani; regulasi impor dan ekspor dan program pendukung (Bulog, Lembaga Perusahan Beras). Sebagai tambahan ada juga faktor lain yang ikut berperan seperti konflik dan bencana alam; perubahan kebijakan pemerintah; perilaku spekulatif; ketergantungan pada impor dan perubahan struktur pasar.
Apa yang terjadi tahun 2024, menunjukkan kepada kita, betapa sulitnya Pemerintah mengendalikan harga beras ke tingkat yang wajar, sekiranya komoditas beras memang menurun produksinya. Padahal, kita tahu persis, Pemerintah itu memiliki sumber kekuasaan dan kewenangan. Bahkan sekalipun Presiden telah turun tangan, tetap saja harga beras di pasar seperti yang enggan untuk turun.
Begitulah beras. Komoditas pangan yang penuh dengan misteri. Itu sebabnya, sangat tepat apa yang diingatkan Proklamator Bangsa Bung Karno sekitar 73 tahun lalu, soal urusan pangan menyangkut mati dan hidupnya suatu bangsa. Beras sebagai makanan pokok bangsa, harus tersedia sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau masyarakat kebanyakan.
Pengalaman mempertontonkan ketika bangsa ini mengalami “darurat beras” karena produksi beras dalam negerinya melorot, banyak hal yang dapat diselami lebih dalam lagi. Walau Pemerintah menuding biang kerok turunnya produksi beras disebabkan oleh sergapan El Nino yang berbarengan dengan musim kemarau panjang, namun mestinya produksi beras tidak perlu anjlok.
Masalahnya adalah apakah hal itu terjadi karena ketidakmampuan kita dalam menerapkan pendekatan “deteksi dini” karena telah terjebak ke dalam pendekatan ‘pemadam kebakaran’ atau memang karena tata kelola perberasan yang masih amburadul? Lebih sedih lagi bila ada yang bertanya, kok bisa-bisanya, bangsa peraih swasembada beras, kini mesti impor sekitar 4 juta ton beras?
Anjloknya produksi beras secara nasional, melejitnya harga beras di pasar dan membengkaknya jumlah impor beras yang angkanya sangat fantastis, tentu saja membuat para penentu kebijakan perberasan untuk mulai menghayatinya secara cerdas, sehingga mampu menawarkan jalan pemecahan terbaiknya. Keberadaan Bulog benar-benar cukup menentukan.
Pertanyaan kritisnya adalah apakah Perum Bulog telah menyiapkan diri untuk memberikan kinerja terbaiknya dalam menghadapi panen raya padi, yang sebentar lagi akan berlangsung di berbagai daerah? Atau belum, mengingat saat ini Perum Bulog tengah menunggu hasil revitalisasi Bulog oleh tim yang sedang ditugaskan Pemerintah?
Namun begitu, terlepas dari kesibukan yang kini tengah dihadapi Keluarga Besar Perum Bulog dalam menampilkan potret Bulog terbaik di mata publik, tapi kita sepakat hal-hal mendasar yang selama ini menjadi garapan utamanua, jangan sampai terabaikan. Termasuk kehadiran Perum Bulog dalam mengamankan pelaksanaan panen raya itu sendiri.
Penugasan Pemerintah kepada Perum Bulog untuk menyerap gabah petani sebanyak – banyaknya dengan harga yang tidak merugikan petani, jelas hal ini sangat disambut gembira oleh para petani. Berdasar pengakuan petani di desa Padaasih, Conggeang, Sumedang, Jawa Barat, keputusan Pemerintah ini, betul-betul mampu memupus rasa was-was mereka akan ketidakpastian hasil panennya.
Tapi dengan adanya penugasan Pemerintah kepada Perum Bulog diatas, para petani tidak perlu lagi merasa risau akan anjloknya harga gabah seperti yang mereka rasakan dalam beberapa musim panen selama ini. Keputusan Pemerintah yang oleh Menko bidang Pangan disebut bersejarah ini, diharapkan mampu membebaskan petani dari derita yang dirasakannya.
Akhirnya kita berharap agar salah satu tugas Bulog menstabilkan harga pangan, betul-betul dapat diwujudkan dalan kehidupan nyata di lapangan. Setidaknya kita ingin menyaksikan harga gabah tidak anjlok saat panen raya berlangsung. Mari kita ikuti perkembangannya. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).
***
Judul: Faktor Penentu Stabilisasi Harga Beras
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Penyunting: Jumari Haryadi