MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Sabtu (19/04/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Edukasi Petani dan Selektif Menyerap Gabah” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Salah satu hasil penting dari “zoom meeting” antara Direksi Perum Bulog dengan Pimpinan Wilayah Perum Bulog seluruh Indonesia adalah perlunya edukasi kepada petani tentang perlunya pemahaman yang utuh, holistik dan komprehensif terkait proses penyerapan gabah petani dalam panen raya padi kali ini. Kegiatan ini sangat mendesak untuk digarap, agar tidak menimbulkan masalah yang lebih parah.
Dalam dunia pertanian dan dunia petani, soal edukasi bagi kaum tani, bukanlah hal baru dalam kehidupan kesehariannya. Sudah sejak lama, petani mengenal dengan baik, apa yang dikatakan dengan Penyuluhan Pertanian. Itu sebabnya, kalau ada pemikiran tentang proses edukasi bagi petani, maka kunci jawabannya, tetap berada di Penyuluhan Pertanian.

Ini penting disampaikan, karena sebagai pendidikan non formal yang diberikan kepada petani beserta keluarganya dengan tujuan jangka pendek terjadinya perubahan perilaku (sikap, tindakan dan wawasannya) ke arah yang lebih baik dan tujuan jangka panjangnya mewujudkan kesejahteraan peyani, maka Penyuluhan Pertanian masih relevan untuk dijadikan pilihan.
Proses penyerapan gabah petani kali ini, ditandai dengan berbagai perubahan regulasi yang selama ini mengatur pembelian gabah petani oleh Perum Bulog dan Offtaker gabah lain. Setidaknya ada dua kebijakan baru yang patut dicermati lebih seksama lagi. Pertama, dibebaskannya petani untuk menjual gabah hasil panennya dari ketentuan kadar air dan kadar hampa tertentu.
Kedua, ditetapkannya kebijakan “satu harga” gabah oleh Pemerintah, yakni sebesar Rp. 6500,- per kg. Perum Bulog sebagai operator pangan yang mendapat penugasan untuk menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya, diwajibkan membeli gabah petani, sekurang-kurangnya di harga Rp.6500. Bila lebih rendah dari harga tersebit, Pemerintah akan mengenakan sanksi khusus bagi yang melanggarnya.
Dengan adanya kebijakan tersebut, menjadi sangat masuk akal, bila petani akan memanfaatkan aturan baru itu, yang dianggap paling menguntungkan kehidupannya. Akibatnya, tidak bisa dihindari, kalau para petani akan menjual gabah hasil panennya dengan kualitas yang relatif rendah atau sering disebut gabah ‘any quality’. Seorang sahabat malah menyebut gabah apa adanya.
Suasana inilah yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir, hingga sampai akhir Maret 2025, terserap gabah sejumlah 725 ribu ton. Dengan demikian, tidak bisa dipungkiri bila dari 725 ribu ton gabah yang terserap Perum Bulog, umumnya merupakan gabah yang tidak mengindahkan kadar air dan kadar hampa. Selain itu, ada juga petani yang memanen belum waktunya, sehingga gabahnya cenderung berwarna kehijau-hijauan.

Kondisi ini, tentu tidak boleh dibiarkan terus berlangsung. Perum Bulog perlu melakukan langkah-langkah penyelamatan panen para petani. Satu langkah mendesak, yang segera harus ditempuh adalah Perum Bulog penting menitipkan kepada para Penyuluh Pertanian, materi penyuluhan tentang bagaimana memanen padi dalam waktu yang tepat. Jangan kemudaan atau ketuaan untuk dipanen.
Ke depan, materi Penyuluhan Pertanian, selain memberi pendidikan kepada petani tentang tata cara meningkatkan produksi dan produktivotas hasil pertanian, juga perlu diajarkan kepada petani terkait hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan panen yang tepat dan penanganan paska panennya. Termasuk pemahaman soal pentingnya proses pengeringan gabah yang tepat.
Hal ini perlu ditempuh, karena Penyuluhan paska panen padi adalah kegiatan penyuluhan yang dilakukan setelah proses panen padi selesai. Tujuan dari penyuluhan ini adalah untuk membantu petani memahami cara-cara yang tepat untuk mengelola hasil panen padi, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen.
Penyuluhan paska panen padi dapat mencakup topik-topik seperti pertama pengeringan dan penyimpanan gabah. Cara-cara yang tepat untuk mengeringkan dan menyimpan gabah agar tidak rusak. Kedua, pengolahan hasil panen. Cara-cara yang tepat untuk mengolah hasil panen padi, seperti penggilingan, pengemasan, dan lain-lain.
Ketiga, pengawasan kualitas. Cara-cara yang tepat untuk mengawasi kualitas hasil panen padi, seperti pengujian kualitas gabah, dan lain-lain. Dengan melakukan penyuluhan paska panen padi yang dikemas secara komprehensif, petani dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen padi.
Selain itu, dengan edukasi yang tepat, petani diharapkan akan lebih bertanggungjawab atas hasil panen yang dicapainya, sehingga sebelum dijual ke Perum Bulog atau Offtaker lainnya, secara ikhlas, petani akan mengeringkan gabah yang dipanennua. Walau aturan membolehkan petani menjual gabah apa adanya, dan tetap dibeli Perum Bulog seharga Rp. 6500,-, namun petani tetap akan mengwringkannya lebih dulu.
Petani tetap akan mengeringkan gabah hasil panenannya dengan kadar air maksimal 25 % dan kadar hampa maksimal 10 %. Inilah sebetulnya sikap yang penting ditanamkan dalam kehidupan petani. Perubahan perilaku petani yang cenderung memanfaatkan kesempatan diatas aturan yang berlaku, dengan pendekatan Penyuluhan Peryanian diharapkan akan memberi perubahan cukup signifiksn.
Isu penting lain yang jadi perhatian masyarakat terkait dengan Perum Bulog saat ini adalah ketidak-mampuan nya dalam menyerap gabah yang memiliki persyaratan kadar air dan kadar hampa sesuai dengan ketentuan. Hal ini terjadi, karena adanya perintah tegas Pemerintah yang mewajibkan Perum Bulog membeli gabah petani dengan kualitas ‘any quality’.
Akibatnya wajar, jika kritik terhadap Perum Bulog yang menyerap gabah petani yang mengabaikan kadar air dan kadar hampa, kini terus bermunculan. Pasalnya, dengan menyerap gabah yang ‘any qualuty’, dapat dipastikan akan menjadi ‘bom waktu’ di masa depan. Tetlebih lagi, jika gaba/beras yang diserap Perum Bulog akan disiapkan untuk menjadi cadangan beras Pemerintah.
Dengan demikian, sekalipun sampai akhir bulan Maret 2025, penywrapan gabah petani oleh Perum Bulog mampu melampaui angka 700 ribu ton gabah kering panen (GKP), namun tetap tidak menjamin gabah yang diserapnya itu, memiliki kualitaa yang baik. Banyak pengamat menyatakan serapan Perum Bulog kali ini, cenderung memiliki kualitas yang buruk. Apalagi jika panennya berbarengan dengan tibanya musim penghujan.
Setidaknya ada beberapa alasan, mengapa penyerapan gabah petani kali ini dinilai memiliki kualitas buruk. Alasan tersebut antara lain, pertama, kerusakan akibat hama atau penyakit. Gabah yang diserang oleh hama atau penyakit dapat menurunkan kualitasnya. Kedua, kondisi cuaca yang tidak mendukung. Cuaca yang terlalu basah atau terlalu kering dapat mempengaruhi kualitas gabah
Ketiga, penggunaan teknologi yang tidak memadai dalam proses penanaman, pemanenan, dan pengolahan gabah dapat menurunkan kualitasnya. Keempat, kurangnya pengawasan dan kontrol kualitas selama proses penyerapan gabah dapat memungkinkan gabah berkualitas buruk untuk diserap. Kelima, keterlambatan dalam proses penyerapan gabah dapat menyebabkan gabah menjadi rusak atau berkualitas buruk.
Keenam, kurangnya edukasi dan pelatihan bagi petani dapat menyebabkan mereka tidak memahami cara-cara yang tepat untuk menanam, memanen, dan mengolah gabah. Dalam kaitan ini, layak dipertegas lago keberadaan dan kehadiran para Penyuluh Pertanian di lapangan. Ketujuh faktor lingkungan lainnya seperti tanah, air, dan iklim dapat mempengaruhi kualitas gabah.
Kebijakan Pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Badan Pangan Nasional No. 14/2025, yang intinya “membebaskan” petani untuk menjual gabah kering panen (GKP) kepada Perum Bulog tanpa dikenakan persyaratan kadar air dan kadar hampa tertentu, diduga sebagai biang kerok Perum Bulog menyerap gabah petani yang ‘any quality’.
Aturan baru ini tidak lagi menjadikan kadar air dan kadar hampa sebagai syarat utama penyerapan gabah oleh Perum Bulog. Artinya, berapa pun kadar air dan kadar hampa gabah yang dihasilkan petani, Perum Bulog wajib membeli gabah dengan harga Rp. 6500,-. Padahal, sebelum ada aturan baru, gabah seharga Rp. 6500,- hanya akan diserap Perum Bulog jika kadar airnya maksimal 25 % dan kadar hampa maksimal sebesar 10 %.
Dengan dicabutnya persyaratan kadar air dan kadar hampa, maka praktis petani dapat menjual gabahnya seharga Rp. 6500,- sekalipun kadar air dan kadar hampa terbilang cukup tinggi. Parahnya lagi, Perum Bulog dan Offtaker lainnya pun diwajibkan untuk membelinya dari petani. Walau kadar air 30 % dan kadar hampa sebesar 15 %, Perum Bulog twtap mesti membelinya dengan harga sekurang-kurangnya Rp. 6500,- per kilogramnya.
Dihadapkan pada suasana seperti ini, sepertinya Perum Bulog perlu bersikap, agar penyerapan gabah yang dilakukan, tidak melahirkan masalah yang lebih merisaukan. Bayangkan, betapa sulitnya Perum Bulog melaksanakan proses penyimpanan gabah, jika kualitas gabah yang diserap Perum Bulog, membutuhkan pengolahan lebih lanjut.
Salah satu tujuan dibebaskannya petani untuk menjual gabah yang dihasilkan petani dari ketentuan kadar air dan kadar hampa tertentu, sekaligus dengan diterapkannya kebijakan ‘satu harga’ gabah, pada hakekatnya bertujuan agar Perum Bulog dapat menyerap gabah petani sebesar-besarnya, sekaligus melindungi petani dari para oknum di lapangan, yang doyan menekan harga jual gabah di tingkat petani.
Itu sebabnya, menjadi sangat masuk akal jika ke depannya Perum Bulog kembali melahirkan aturan yang lebih tegas tentang perlunya prosedur penyerapan gabah petani secara lebih selektif. Perum Bulog, jangan lagi membeli gabah petani yang cenderung berpotensi jadi beras berkutu, berkecambah, bau apek dan berwarna kecoklat-coklatan.
Tak kalah penting untuk disampaikan, Perum Bulog perlu bersinergi dan berkolaborasi dengan petugas Penyuluh Pertanian, untuk terus menerus melakukan edukasi kepada para petani. Materi Penyuluhan Pertanian, sudah saatnya dilengkapi dengan materi paska panen dan tidak melulu bicara soal peningkatan produlsi dan produktivitas hasil pertanian.
Di sisi lain, Perum Bulog penting mengusulkan kepada Kementerian terkait untuk memfasilitasi para petani dengan memberi bantuan alat pengering gabah dengan menggunakan teknologi sederhana, sehingga dapat dioperasionalkan oleh para petani. Alat pengering gabah menjadi sangat penting, untuk berjaga-jaga sekiranya panen berlangsung di musim hujan.
Ke depan, tugas Perum Bulog yang cukup strategis adalah menghentikan penyerapan gabah petani yang ‘any quality’. Perum Bulog tetap harus menyerap gabah petani yang memenuhi syarat untuk dijadikan cadangan beras Pemerintah. Koreksi terhadap kebijakan yang ditempuh, mutlak dilakukan. Sebab, tanpa ada penyempurnaan atas aturan yang berlaku, dirisaukan bakal jadi bom waktu, yang kapan-kapan bisa meledak secara tiba-tiba.
***
Judul: Edukasi Petani dan Selektif Menyerap Gabah
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi