MajmusSunda News, Kolom OPINI, Sabtu (22/03/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Credit Union Subur di Kalimantan Barat: Kisah Akar Rumput yang Mengubah Nasib” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Anggota Dewan Pini Sepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.
Dalam ini kita ganti cerita. Kita berkunjung ke Kalimantan Barat, provinsi istimewa yang menjadi negeri Credit Union (CU), tumbuh subur di antara gemuruh tambang dan hutan yang mengerang. Di sini, CU bukan sekadar koperasi—ia adalah senjata melawan ketimpangan, dibangun dari keringat dan harapan orang kecil. Mari kita telusuri kisah mereka, dari lesung kayu Albert hingga cahaya surya di Melawi.
Di Sudut Pedalaman Kapuas Hulu
Albert Rufinus mengukir lesung kayu di teras rumahnya, motif Dayak berkelindan dengan inisial “Borneo CraftHub” di bagian bawah.

“Dulu, lesung saya cuma laku di pasar lokal. Sekarang, via platform digital CU, pesanan datang dari Jerman,” kata Albert Rufinus.
Sepuluh tahun lalu, Albert terbelit utang rentenir. Kini, ia melatih 20 pemuda membuat kerajinan digital-ready, “CU tak hanya memberi pinjaman, tapi juga masa depan,” ujarnya.
Tak jauh dari sana, di Sintang, Markus—mantan petani sawit—menunjuk ke hamparan agroforestri: karet, durian, dan madu kelulut berpadu dalam harmoni, “Dulu, tanah ini gersang. CU Bumi Khatulistiwa mengajak kami bertransisi dari monokultur ke agroforestri. Pendapatan naik tiga kali lipat!”
Model ini kini menyebar ke Jambi dan Sulawesi, membuktikan bahwa CU bisa menghijaukan ekonomi.
Benih yang Ditabur di Tengah Gemuruh Tambang
Tahun 1987, Djamin Indjah, seorang guru Dayak, mendirikan CU Pancur Kasih di ruang kelas berlantai tanah.
“Kami mulai dengan Rp500 per minggu. Orang bilang kami gila,” kenang Cornelis, putranya yang kini anggota DPR-RI. Namun, benih itu tumbuh. Bahkan, di bawah bayang-bayang konglomerat tambang.
Di Melawi, bayangan itu mulai pudar. Rina, perempuan Dayak, memimpin pembangunan microgrid tenaga surya di desanya.
“Dengan pinjaman CU Keling Kumang, kami pasang panel surya. Listrik mandiri, bahkan bisa jual kelebihan energi ke penggilingan padi!” Tutur Rina.
Proyek ini menginspirasi Kementerian ESDM mereplikasinya di NTT, membawa cahaya ke daerah tertinggal.
Badai yang Menguji, Gotong Royong yang Menjawab
Tahun 2023, banjir bandang menghantam Sanggau. Namun, CU Pancur Kasih tak panik. Mereka meluncurkan Disaster Resilience Fund—dana darurat gotong royong dari 1% simpanan anggota.
“Saya dapat pinjaman tanpa bunga untuk bangunkan warung dalam 3 hari,” kata Siti, pedagang bakso.
Dana ini menyelamatkan 2.000 keluarga, menjadi model bagi CU di Palu pascagempa. Namun, badai tak selalu datang dari alam. Di Bengkayang, CU Tani Sejahtera nyaris kolaps karena gagal panen 2022. Solusinya? Risk-sharing pool: setiap CU menyumbang 0,5% profit untuk dana cadangan bersama.
“Ini asuransi ala kami,” ujar Anton, manajer CU. Strategi ini kini jadi protokol nasional, bukti bahwa solidaritas mengalahkan kerentanan.
Teknologi yang Menari dengan Tradisi
Di Pontianak, Karolin Margret Natasha—cucu Djamin Indjah—memandangi layar laptopnya. Aplikasi CUPK Mobile buatannya menghubungkan nenek-nenek di Sintang dengan cucunya di kota.
“Dulu, mereka jalan 3 jam ke kantor CU. Sekarang, transaksi cukup lewat gawai,” kata Karolin, tapi ia tak melupakan akar: di setiap update aplikasi, ia sisipkan motif tenun Dayak sebagai latar.
Inovasi juga merambah ke generasi muda. Andi, 23 tahun, memimpin Borneo CraftHub—platform e-commerce hasil pinjaman CU Mandiri.
“1.000 produk pengrajin Dayak kini terjual ke Eropa. Omzet kami naik 70%!” Ungkap Andi.
Seratus lima puluh pemuda lain mengikuti jejaknya, membuktikan CU bukan hanya untuk generasi tua.
Panen di Tengah Kemarau
Di Landak, Yohana memegang helai tenun ikat berwarna alam.
“Pinjaman CU Keling Kumang menghidupkan kembali motif leluhur kami,” ujar Yohana, kainnya kini menghiasi butik di Paris, tapi Yohana tak lupa diri, “Setiap penjualan, kami sisihkan 10% untuk dana pendidikan anak desa.”
Di Kubu Raya, Dini, 15 tahun, menjajakan keripik daun singkong di pinggir jalan.
“Saya belajar menabung Rp1.000/hari di Sekolah CU. Sekarang, saya bisa bayar SPP sendiri,” kata Dini.
Sekolah ini mengubah 100 anak jalanan menjadi pengusaha cilik, model yang kini diadopsi di Jakarta dan Surabaya.
Menanam untuk Generasi Mendatang
Malam itu, di Pontianak, Cornelis duduk dengan Hertanto dari CU Pancur Kasih.
“Kami ingin ekspansi ke Papua. Di sana, masyarakat butuh CU lebih dari Kalbar dulu,” ujar Hertanto.
Cornelis mengangguk, matanya menerawang ke masa lalu, “Ayah memulai dengan Rp500 dan keyakinan. Sekarang, kami punya 400.000 anggota. Ini bukan soal uang, tapi tentang merdeka di tanah sendiri.”
Di luar, hujan turun membasahi bumi Kalbar. Rintiknya menyirami benih-benih CU yang terus tumbuh: dari agroforestri Sintang hingga microgrid Melawi, dari dana darurat Sanggau hingga Startup Desa Pontianak. Mereka bukan sekadar koperasi, tapi cerita tentang orang kecil yang berani menggenggam nasibnya—dengan gotong royong sebagai senjata, dan tradisi sebagai kompas.
Epilog: Pelajaran untuk Nusantara
- Ekonomi yang Menghidupkan, Bukan Mengekstraksi: Agroforestri Sintang dan tenun Landak membuktikan bahwa CU bisa menghargai alam sambil menyejahterakan warga.
- Teknologi dengan Hati: Aplikasi CUPK Mobile dan Borneo CraftHub adalah bukti: digitalisasi tak harus mengikis identitas.
- Solidaritas sebagai Fondasi: Dari dana darurat hingga risk-sharing pool, CU mengajarkan bahwa krisis dijawab dengan kolaborasi, bukan kompetisi.
“Credit Union adalah sekolah demokrasi ekonomi,” tulis Djamin Indjah dalam catatan hariannya.
Kini, sekolah itu tak hanya ada di Kalbar. Benihnya telah tertiup angin ke seluruh Nusantara—bersemi di Papua, Palu, bahkan perkampungan Jakarta—menyatakan bahwa keadilan ekonomi mungkin diwujudkan, asal kita berani mulai dengan Rp500 dan secercah imajinasi.
“Masalah kita bukanlah kurangnya sumber daya, tapi kurangnya imajinasi” — Arundhati Roy
“Imagination is more important than knowledge” — Albert Einstein
Terima kasih kepada Bapak Masri Sareb Putra, M.A. untuk sharing informasinya dalam penulisan tentang CU di Kalimantan Barat ini.
***
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pandangan penulis, tidak mencerminkan pandangan lembaga dimana penulis bekerja atau terkait.
Sumber: Conversation with DeepSeek
Judul: Credit Union Subur di Kalimantan Barat: Kisah Akar Rumput yang Mengubah Nasib
Penulis: Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi