MajmusSunda News , Kamis (09/01/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul ”Bulog: Menuju Operator Pangan yang Piawai” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Operator pangan adalah individu atau organisasi yang berperan dalam mengelola dan mengoperasikan sistem pangan, mulai produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi, hingga pemasaran produk pangan. Para operator pangan ini bertanggung jawab atas pengadaan bahan baku; pengolahan dan pengemasan; penyimpanan dan pengawetan; distribusi dan pengiriman serta pemasaran dan penjualan.
Terdapat berbagai jenis operator pangan diantaranya petani (produsen); pengolah pangan (industri pengolahan); distributor pangan; pemasok pangan (supplier); pedagang pangan (ritel dan grosir) dan perusahaan logistik pangan. Sesuai dengan aturan yang ada Perum Bulog telah ditetapkan sebagai operator pangan menjalankan penugasan yang diberikan oleh Pemerintah.

Perum Bulog yang saat ini tengah berbenah diri untuk hijrah dari status nya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi Lembaga Otonom Pemerintah, tentu memiliki langkah khusus bagaimana memerankan diri sebagai operator pangan yang handal dan piawai. Terlebih bila sudah harus berurusan dengan impor pangan yang sering meng undang kegaduhan.
Dicermati dari regulasi yang ada, impor beras sebetulnya tidak diharamkan untuk ditempuh. Bahkan jika kita selisik Undang Undang No.18/2012 tentang Pangan, tersurat impor pangan merupakan faktor penentu terciptanya ketersediaan pangan nasional, disamping hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan Pemerintah.
Impor beras layak ditempuh sekiranya produksi beras dalam negeri, benar-benar tidak mencukupi kebutuhan beras dalam negeri, dan cadangan beras Pemerintah pun belum seperti yang diinginkan. Inilah yang terjadi di tahun 2024. Saat itu, produksi beras anjlok karena adanya sergapan El Nino dan Cadangan Beras Pemerintah pun dibawah syarat yang dibutuhkan.
Secara nilai, impor beras selama Januari-November 2024 sebesar US$ 2,36 miliar. Jumlah itu meningkat 62,03% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Impor beras yang kita lakukan, utamanya berasal dari Thailand dengan volume 1,19 juta ton atau mencakup 30,97%. Kemudian dari Vietnam, Myanmar, Pakistan dan India.
Membengkaknya impor beras 2024, sebetulnya sudah sama-sama kita pahami. Penyebab utamanya, karena produksi beras dalam negeri melorot karena adanya sergapan El Nino. Sedangkan di lain pihak, kebutuhan beras dalam negeri meningkat cukup signifikan. Impor beras, dianggap sebagai jalan keluar terbaiknya.
Lebih sedih lagi, produksi beras nasional untuk tahun 2024 ternyata anjlok. Angka produksinya jauh lebih rendah dari produksi yang dicapai tahun 2023. Turunnya produksi beras, tentu sangat mengganggu bagi pencapaian swasembada pangan, utamanya beras, yang ingin diwujudkan tiga tahun ke depan.
Kalau demikian suasananya, bagaimana kondisi produksi beras tahun 2025? Apakah produksinya akan lebih tinggi dibanding produksi beras tahun 2024? Atau malah tidak. Lalu, apa yang membuat Menteri Koordinator bidang Pangan Zulkifli Hasan terlihat sangat optimis, tahun 2025 Indonesia, tidak akan lagi impor beras?
Di sisi lain, kita juga memahami, ada tekad kuat dari Kabinet Merah Putih, khususnya dari Kementerian Koordinator bidang Pangan. Sebagai Menteri Koordinator bidang Pangan Bung Zulhas menyatakan tahun depan kita akan menyetop impor beras dan beberapa komoditas pangan lain. Bung Zulhas optimis, produksi beras dalam negeri bakal meningkat dan cadangan beras nasional hampir mendekati angka 2 juta ton.
Selaku Pembantu Presiden, sah-sah saja Bung Zulhas berpandangan seperti itu. Terlebih ketika Presiden Prabowo memiliki semangat kuat untuk mencapai swasembada pangan dalsm 3 tahun ke depan. Artinya, akan sangat menggelikan jika Presidennya optimis meraih swasembada pangan, namun Menterinya malah meragukan semangat swasembada pangan bakal terwujud.
Akan tetapi, mengingat kita hidup di alam demokrasi, tentu tidak diharamkan, kita berbeda pandangan atas sebuah persoalan yang dihadapi. Sebab, banyak pemikiran yang menyimpulkan berbeda pendapat itu merupakan hikmah yang perlu disyukuri. Jangan sampai tumbuh pemikiran, berbeda pendapat itu merupakan tragedi kehidupan yang perlu dihindari.
Optimisnya Bung Zulhas akan ada peningkatan produksi beras di tahun ini, tentu menjadi bahan perbincangan yang menarik. Apalagi dengan diketahuinya, produksi beras secara nasional tahun 2024 mengalami penurunan dengan angka cukup signifikan. Bahkan kalau dibandingkan dengan produksi beras tahun 2023, produksi beras 2024 tercatat jauh lebih rendah lagi.
Agak merisaukan, memang. Di saat produksi beras mengalami penurunan cukup signifikan, ditambah dengan iklim dan cuaca yang penuh dengan ketidak-pastian, Pemerintah telah mengumumkan untuk tahun ini tidak akan ada lagi impor beras. Artinya, perlu disiapkan solusi cerdas, jika produksi beras 2025 anjlok dan iklim masih tidak berpihak ke petani, maka muncul pertanyaan dari mana kita akan mendapatkan beras?
Semoga masih ada langkah untuk mencari jalan keluarnya dan mudah-mudahan produksi beras 2025 akan meningkat cukup signifikan. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).
***
Judul: Bulog: Menuju Operator Pangan yang Piawai
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Penyunting : Jumari Haryadi