MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Minggu (06/04/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Bulog Harus Selektif Menyerap Gabah Petani” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Kritik terhadap Perum Bulog yang menyerap gabah petani yang mengabaikan kadar air dan kadar hampa, kini terus bermunculan. Pasalnya, dengan menyerap gabah yang ‘any qualuty’, dapat dipastikan akan menjadi ‘bom waktu’ di masa depan. Tetlebih lagi, jika gabah beras yang diserap Perum Bulog akan disiapkan untuk menjadi cadangan beras Pemerintah.

Dengan demikian, sekalipun sampai akhir bulan Maret 2025, penywrapan gabah petani oleh Perum Bulog mampu melampaui angka 700 ribu ton gabah kering panen (GKP), namun tetap tidak menjamin gabah yang diserapnya itu, memiliki kualitaa yang baik. Banyak pengamat menyatakan serapan Perum Bulog kali ini, cenderung memiliki kualitas yang buruk. Apalagi jika panennya berbarengan dengan tibanya musim penghujan.
Setidaknya ada beberapa alasan, mengapa penyerapan gabah petani kali ini dinilai memiliki kualitas buruk. Alasan tersebut antara lain, pertama,
kerusakan akibat hama atau penyakit. Gabah yang diserang oleh hama atau penyakit dapat menurunkan kualitasnya. Kedua, kondisi cuaca yang tidak mendukung. Cuaca yang terlalu basah atau terlalu kering dapat mempengaruhi kualitas gabah
Ketiga, penggunaan teknologi yang tidak memadai dalam proses penanaman, pemanenan, dan pengolahan gabah dapat menurunkan kualitasnya. Keempat, kurangnya pengawasan dan kontrol kualitas selama proses penyerapan gabah dapat memungkinkan gabah berkualitas buruk untuk diserap. Kelima, keterlambatan dalam proses penyerapan gabah dapat menyebabkan gabah menjadi rusak atau berkualitas buruk.
Keenam, kurangnya edukasi dan pelatihan bagi petani dapat menyebabkan mereka tidak memahami cara-cara yang tepat untuk menanam, memanen, dan mengolah gabah. Dalam kaitan ini, layak dipertegas lago keberadaan dan kehadiran para Penyuluh Pertanian di lapangan. Ketujuh faktor lingkungan lainnya seperti tanah, air, dan iklim dapat mempengaruhi kualitas gabah.
Kebijakan Pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Badan Pangan Nasional No. 14/2025, yang intinya “membebaskan” petani untuk menjual gabah kering panen (GKP) kepada Perum Bulog tanpa dikenakan persyaratan kadar air dan kadar hampa tertentu, diduga sebagai biang kerok Perum Bulog menyerap gabah petani yang ‘any quality’.
Aturan baru ini tidak lagi menjadikan kadar air dan kadar hampa sebagai syarat utama penyerapan gabah oleh Perum Bulog. Artinya, berapa pun kadar air dan kadar hampa gabah yang dihasilkan petani, Perum Bulog wajib membeli gabah dengan harga Rp. 6500,-. Padahal, sebelum ada aturan baru, gabah seharga Rp. 6500,- hanya akan diserap Perum Bulog jika kadar airnya maksimal 25 % dan kadar hampa maksimal sebesar 10 %.
Dengan dicabutnya persyaratan kadar air dan kadar hampa, maka praktis petani dapat menjual gabahnya seharga Rp. 6500,- sekalipun kadar air dan kadar hampa terbilang cukup tinggi. Parahnya lagi, Perum Bulog dan Offtaker lainnya pun diwajibkan untuk membelinya dari petani. Walau kadar air 30 % dan kadar hampa sebesar 15 %, Perum Bulog twtap mesti membelinya dengan harga sekurang-kurangnya Rp. 6500,- per kilogramnya.
Dihadapkan pada suasana seperti ini, sepertinya Perum Bulog perlu bersikap, agar penyerapan gabah yang dilakukan, tidak melahirkan masalah yang lebih merisaukan. Bayangkan, betapa sulitnya Perum Bulog melaksanakan proses penyimpanan gabah, jika kualitas gabah yang diserap Perum Bulog, membutuhkan pengolahan lebih lanjut.
Salah satu tujuan dibebaskannya petani untuk menjual gabah yang dihasilkan petani dari ketentuan kadar air dan kadar hampa tertentu, sekaligus dengan diterapkannya kebijakan ‘satu harga’ gabah, pada hakekatnya bertujuan agar Perum Bulog dapat menyerap gabah petani sebesar-besarnya, sekaligus melindungi petani dari para oknum di lapangan, yang doyan menekan harga jual gabah di tingkat petani.
Itu sebabnya, menjadi sangat masuk akal jika ke depannya Perum Bulog kembali melahirkan aturan yang lebih tegas tentang perlunya prosedur penyerapan gabah petani secara lebih selektif. Perum Bulog, jangan lagi membeli gabah petani yang cenderung berpotensi jadi beras berkutu, berkecambah, bau apek dan berwarna kecoklat-coklatan.
Tak kalah penting untuk disampaikan, Perum Bulog perlu bersinergi dan berkolaborasi dengan petugas Penyuluh Pertanian, untuk terus menerus melakukan edukasi kepada para petani. Materi Penyuluhan Pertanian, sudah saatnya dilengkapi dengan materi paska panen dan tidak melulu bicara soal peningkatan produlsi dan produktivitas hasil pertanian.
Di sisi lain, Perum Bulog penting mengusulkan kepada Kementerian terkait untuk memfasilitasi para petani dengan memberi bantuan alat pengering gabah dengan menggunakan teknologi sederhana, sehingga dapat dioperasionalkan oleh para petani. Alat pengering gabah menjadi sangat penting, untuk berjaga-jaga sekiranya panen berlangsung di musim hujan.
Ke depan, tugas Perum Bulog yang cukup strategis adalah menghentikan penywrapan gabah petani yang ‘any quality’. Perum Bulog tetap harus menyerap gabah petani yang memenuhi syarat untuk dijadikan cadangan beras Pemerintah. Koreksi terhadap kebijakan yang ditempuh, mutlak dilakukan. Sebab, tanpa ada penyempurnaan atas atiran yang berlaku, dirisaukan bakal jadi bom waktu, yang kapan-kapan bisa meledak secara tiba-tiba.
***
Judul: Bulog Harus Selektif Menyerap Gabah Petani
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi