Arti Simbolik Jumlah Mata Kujang ,Tunjukan Starata Sosial Keluarga Kerajaan Pajajaran bagi Para Penggunanya

Jumlah mata kujang atau lobang yang terdapat dalam senjata khas Sunda kujang itu memiliki makna dan artiΒ  simbolik bagi para pengguna di kalangan para keluarga Kerajaan Pajajaran.

Ilustrasi Kujang Ciung ( Istagram @alsport.store)

MajmusSunda News, Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (5/5/2025) Artikel dalam Rubrik β€œBUDAYA” berjudul β€œArti Simbolik Jumlah Mata Kujang Tunjukan, Starata Sosial Keluarga Kerajaan Pajajaran bagi Para Penggunanya”, ditulis oleh Agung Ilham Setiadi

Jumlah mata kujang atau lobang yang terdapat dalam senjata khas Sunda kujang itu memiliki makna dan artiΒ  simbolik bagi para pengguna di kalangan para keluarga Kerajaan Pajajaran.

Senjata kujang setelah mengalami perubahan dari hanya sekedar untuk berladang (ngahuma) dan dalam waktu dan perjalanan yang panjang bergeser digunakan oleh kalangan istana atau raja-raja di Pajajaran,

Selain itu jumlah mata atau lobang dalam senjata kujang ternyata mempunyai makna simbolik dalam penerapan starata sosial dalam kehidupan sehari-hari bagi para pemakainya.

Hal itu bisa dilihat dari seberapa mata atau lobang yang terdapat dalam kujang. Mata kujang yang bisa dilihat dalam senjata kujang mulai dari 9 mata kujang hingga 1 mata kujang.

Hasil penelitian para peneliti banyak mata kujang yang dipakai seseorang itu menunjukkan starata sosial.

Kujang Ciung bisa dikatakan kujang yang hanya dipakai oleh kalangan starata sosial yang tinggi dari mulai para raja, agamawan atau orang yang ada dan bertugas di sekeliling istana. Jika seorang raja, biasanya mata kujang jumlahnya yang baling banyak (9 mata kujang).

Semakin ke bawah jumlah mata kujangnya makin berkurang. Hanya saja kujang yang dipakai para agamawan ada yang berbeda tapi tetap mempunyai mata kujang (kujang ciung) disebut kujang pangarak.

Kujang ini, biasa dipakai dalam upacara keagamaan seperti Upacara Bakti Arakana, Upacara Kuwera Bakti dan yang lainnya. Kujang pangarang perbedaanyanya bisa dilihat dari tangkainya yang panjang.

Kelompok lain yang lain yang punya kewenangan memakai kujang adalah dari kelompok menak Pakuan dan kaum wanita yang memainkan peran tertentu seperti para raja, putri kabupatian, ambu sukla, guru sukla, ambu geurang, guru aes dan sukla mayang (dayang kaputren)

Kujang bagi kaum wanita ini biasanya hanya terdiri atas kujang ciung dan kujang kuntul.

Hal ini terkait dengan bentuknya yang ramping dan tidak terlalu lebar dan biasanya bentuk lebih kecil dari pada yang biasa dipakai kujang oleh kaum pria.

Dikutip dari buku Kujang, Bedog dan Topeng dikatakan dalam hal status pembedaan status pemiliknya kujang untuk kaum wanita sama dengan kaum pria, yaitu ditentukan oleh banyaknya mata dan bahan yang dibuatnya.

Artinya dalam pemakaian kujang orang memakai senjata tersebut harus jodoh dengan jenis kujangnya dan matanya.
Kujang bermata sembilan misalnya hanya dimiliki para raja dan brahmesta.

Kedua tokoh ini merupakan pemangku jabatan tertinggi, masing-masing bidang kenegaraan (pemerintahan) dan keagamaan.

Kujang bermata sembilan memiliki derajat kemuliaan tertinggi
jika dibandinhkan dengan kujang yanglainnya. Kujang bermata tujuh dipakai oleh prabu anom dan pandita.

Kedua tokoh ini merupakan tokoh penting kedua setelah raja dan brahmesta. Prabu Anom merupakan tokoh tahta pewaris kerajaan, sedangkan pandita merupakan pejabat teras keagamaan.

Kujang bermata tujuh dimiliki oleh kelompok terpenting kedua setelah kujang bermata sembilan. Sedangkan kujang bermata lima dipakai oleh para putri menak, geurang serat, bupati pamimingkis dan para bupati Pakuan.

Setelah itu kujang bermata tiga dipakai oleh para puun, dan terkahir kujang bermata satu dipakai oleh para guru tangtu agama dan para pangwereg agama

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *