MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Minggu (13/04/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Stok Besar, Gudang Kurang : Apa Kabar Perum Bulog?” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Problema gabah dalam dunia pertanian, selalu hangat untuk dibahas. Apalagi, jika pelaksanaan panen padi ini, berbarengan dengan tibanya musim penghujan. Dengan keterbatasan yang dimiliki, petani akan cukup kesulitan untuk menjual gabahnya kepada Perum Bulog dengan harga yang sesuai dengan persyaratan kadar air dan kadar hampa yang ditentukan.
Di sisi lain, lonjakan produksi gabah yang cukup besar, bahkan ada yang menyebut sampai akhir Maret 2025, Perum Bulog telah mampu menyerap diatas 700 ribu ton, tentu saja perlu disyukuri sekaligus dirisaukan. Mengapa harus disyukuri ? Sebab, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, kini terjadi peningkatan penyerapan gabah kering panen petani sebesar 2000 %.

Peningkatan ini benar-benar spektakuler, sekalipun gabah yang diserap Perum Bulog umumnya bersifat ‘any quality’. Artinya, gabah yang diserap Perum Bulog ini, tidak lagi mengindahkan persyaratan kadar air dan kadar hampa, tapi banyak pengamat yang menyebut gabah yang dijual petani, lebih pantas dikatakan sebagai gabah apa adanya.
Para petani sendiri banyak yang senang dengan kebijakan ini. Terlebih dengan adanya penetapan satu harga gabah sebesar Rp. 6500,-. Harga Gabah sebesar ini, tidak bisa lagi ditawar-tawar. Berapa pun kadar air dan kadar hampa gabah yang dihasilkan petani, Perum Bulog dan Offtaker gabah lain, berkewajiban membeli gabah petani, sekurang-kurangnya pada tingkat harga sebesar Rp. 6500,- per kilogram.
Meningkatnya produksi gabah petani yang selanjutnya diserap oleh Perum Bulog, dalam fakta dilapangan, ternyata melahirkan masalah serius dalam proses penyimpanannya. Gedung Perum Bulog sendiri sangat terbatas. Selain sekarang sudah tersimpan sekitar 2 juta ton gabah di gudang Perum Bulog sebagai cadangan beras Pemerintah, dalam beberapa bulan ke depan harus disiapkan gudang untuk menyimpan gabah sekitar 3 juta ton.
Hal ini seirama dengan pernyataan Kepala Badan Pangan Nasional bahwa bangsa ini akan surplus beras sebesar 5 juta ton. Sayangnya, jika masalah gudang penyimpanan gabah/beras tidak ditangani dengan cerdas, boleh jadi peningkatan produksi gabah dalam panen raya padi kali ini, bisa berubah menjadi tragedi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Pertanyaan kritisnya adalah apakah saat menyusun desain perencanaan dalam menghadapi Panen Raya kali ini Pemerintah telah menyiapkan langkah cerdas untuk menyimpan gabah yang diserapnya, sehingga tidak menimbulkan masalah baru lagi ? Atau tidak, dimana Pemerintah hanya fokus pada upaya peningkatan produksi setinggi-tingginya menuju swasembada ?
Bila kita amati bagaimana sibuknya Pemerintah menyiapkan gudang untuk menyimpan gabah, maka jelas terungkap gudang-gudang Perum Bulog yang ada, tidak akan cukup untuk menyimpan gabah/beras yang diserap Perum Bulog dan Offtaker lain selama ini. Inventarisasi gudang yang layak simpan, kini mulai dicari dan disiapkan. Ternasuk gudang-gudang kepunyaan TNI POLRI yang ada di negeri ini.
Ini sebetulnya yang sering diingatkan oleh banyak kalangan. Pemerintah sudah semestinya menyetop pendekatan sebagai “pemadam kebakaran” dan segera menggantinya dengan pendekatan “deteksi dini”. Sikap menunggu masalah baru bertindak, jangan lagi membudaya dalam kehidupan. Yang perlu ditempuh adalah bagaimana agar masalah itu tidak terjadi.
Begitupun dengan semangat menyerap gabah sebesar-besarnya. Pemerintah, sedini mungkin jangan sampai hanya berpikir menggenjot produksi setinggi-tingginya semata. Tapi, Pemerintah perlu pula memikirkan bagaimana proses dan cara penyimpanan dari produksi yang diserap tersebut. Ini berarti tata kelola/manajemen pergudangan perlu disiapkan dengan matang.
Ditemukannya beras berkutu di gudang Perum Bulog Jogjakarta oleh Komisi IV DPR, mestinya tidak perlu terjadi, bila tata kelola gudang Perum Bulog digarap dengan penuh tanggung jawab. Walau pun diklaim beras berkutu berasal dari beras impor, kalau proses penyimpanannya sesuai dengan SOP, tidak seharusnya ditemukan beras berkutu. Ini sebenarnya yang sangat kita sesalkan.
Beras impor yang kita beli dari negara sahabat, tentu bukan beras yang bahan dasarnya gabah ‘any quality’. Kita percaya Pemerintah akan sangat hati-hati dalam memilih kualitas beras yang bakal dibelinya. Selain itu, Pemerintah sendiri, dalam hal ini Perum Bulog akan menerapkan SOP cukup ketat dalam proses penyimpanannya. Mestinya, kalau enggak teledor petugas gudang Bulog, tidak perlu ditemukan beras berkutu.
Stok besar, gudang kurang merupakan persoalan yang tidak seharusnya terjadi di negeri ini. Jika Pemerintah meyakini prediksi Badan Pusat Statistik yang memproyeksikan produksi beras akan meningkat cukup signifikan di musim panen saat ini, mestinya Pemerintah pun telah menyiapkan gudang penyimpanan yang memadai, sehingga tidak perlu terjadi, Perum Bulog kekurangan gudang penyimpanan gabah yang diserapnya.
Kalau betul, prediksi BPS dalam panen raya musim ini kita akan mampu menghasilkan gabah 3 juta ton setara beras, dapat dipastikan Pemerintah akan memiliki surplus beras sebesar 5 juta ton. Hal ini bisa disebut sebagai prestasi yang membanggakan. Jarang-jarang Pemerintah memiliki serapan gabah cukup besar. Biasanya, cadangan beras Pemerintah seperti yang gali lubang tutup lubang.
Gabah atau beras sendiri memiliki umur simpan waktu tertentu. Disamping perlunya penyimpanan yang berkualitas, Pemerintah, dalam hal ini Perum Bulog penting untuk mengelola gabah/beras agar tetap berada dalam kualitas yang baik. Ini penting, supaya beras yang disimpan tidak menimbulkan masalah yang tak diinginkan.
***
Judul: Stok Besar, Gudang Kurang : Apa Kabar Perum Bulog?
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi