MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Minggu (09/02/2025) – Ya berdirinya Rumah Budaya yang beralamat di Jalan Engkol No.2, Palasari, Kota Bandung ini telah menambah kantong-kantong budaya yang ada di Kota Bandung yang terkenal sebagai Kota Seni-Budaya di Indoensia.
Seperti Sabtu sore itu, (08/02/2025), Rumah Budaya Engkol (RBE) menggelar Parade Seni Rupa dan Pertunjukan 2025. Acara spektakuler ini mengusung tema “Estetika Majemuk yang Diimpikan” dan menjadi wadah bagi para seniman untuk mengekspresikan kreativitas mereka serta mempererat hubungan dengan masyarakat.
Parade Seni Rupa dan Pertunjukan 2025 ini bukan hanya sekadar pameran karya, tetapi juga ruang apresiasi dan silaturahmi antarbudaya, membuka ruang ekspresi bagi seniman sekaligus memperkuat jaringan komunitas seni.

Selain sebagai ajang pertunjukan, Parade Seni Rupa dan Pertunjukan juga menjadi tempat berkumpulnya para seniman, akademisi, dan masyarakat yang ingin mendalami serta mendukung perkembangan seni di Bandung dan Indonesia.
“Kami berharap acara ini menjadi awal dari gerakan kreatif yang akan menjalar ke kota-kota lain,” ujar sang penyelenggara, Yosef Octa disela-sela acara.
Berbagai pertunjukan memukau disajikan dalam gelaran ini, termasuk monolog, pantomime, teater, musik, serta pameran seni rupa.
Seniman ternama yang meramaikan parade seni ini, antara lain Nur Rahmat SN dari Teater Alit Jakarta membawakan monolog “Surat Kepada Orang Terkasih” karya Taufan S. Chandranegara, sementara Hermana HMT tampil dengan monolog “Koyak”.
Koreografi tari dipersembahkan oleh Dody Yan Masfa dan Lena Guslina (membawakan karya. Geliat Sukma), Iskandar dari IsMIME dengan pantomimnya, dan Teater Minikata oleh Gaus FM, serta musisi balada Edi Risana Singaperwata hadir dalam gelaran tersebut.
@majmussundatv Sumirah oleh Edi Risyana
Di seni rupa, tampil unjuk kabisa seniman-seniman seperti Revki Maraktifa, Andi Sopiandi, AR Tanjung, Saepul Bahri, serta Komunitas Y&R Gerak Hidup Ini.
Dari Melukis sambil Berjoget sampai Monolog sambil Debus
Menarik disimak adalah penampilan seniman lukis Revki Maraktiva. Revki bukan perupa biasa tapi lewat konsep seni choreopainting yang menggabungkan seni lukis, tari, dan musik yang unik telah memuakau hadirin. Ya dia melukis sambili diringi lagu “Bento” Iwan Fals, bejoget, dan ikut bernyanyi, kuasnya tak henti menyapu, menggores, menari-nari di atas kanvas dan hasilnya pun bukan lukisan ecek-ecek, terlihat berupa alat musik petik dengan warna-warna nan cantik.
Lukisan Revki memang bernilai tinggi (seharga 40-50 juta). Bahkan, kanvas kosongnya sudah diijon kolektor seni. Dia pun pernah tampil di dalam dan luar negeri, termasuk Australia.

Kata Revki ia tidak hanya melukis dengan tangan, tetapi juga dengan emosi dan gerak tubuh. Konsep choreopainting dirintisnya sejak 2013 dan mendapat apresiasi pihak Google sebagai istilah/aliran baru. Ceritanya, choreopainting ini mulanya diberi nama dancing painting. Namun, karena sulit ditemukan di mesin pencari Google, ia menggantinya menjadi choreopainting 2016 dan dia mendapat surat yang menyatakan bahwa Google mengaku choreopainting sebagai istilah/ aliran baru. Revki berharap metode choreopainting bisa semakin dikenal luas dan ia berencana mendaftarkannya ke HAKI.
Lain lagi dengan Hermana HMT yang menampilkan Monolog “Koyak”. Pendiri Yayasan Kebudayaan Bandung Mooi (YKBM) ini di akhir monolognya memperlihatkan kekuatan tubuhnya mengupas kelapa dengan giginya lalu dibenturkan ke dahinya hingga terbelah dan airnya muncrat kemana-mana.
Monolog “Koyak” sendiri kata Mang Hermana (sapaan akrabnya) bicara soal seorang yang meyalahgunaan ilmu, harta, dan tahta- kekuasaan yang semena-mena hingga membuat orang lain menderita, seperti kasus pemagaran laut dan sertifikat laut yang membuat nelayan menderita, kampung adat digusur , gas 3 kg menghilang, dan rakyat kecil antri hingga ada yang meninggal dunia. Kalau kekuasaan disalahgunakan yang korban itu bukan satu orang, tapi seluruh masyarakat yang kebanyakan rakyat kecil akan menderita.
“Itu karena tahta menguasai manusia maka manusia menjadi lebih bengis dari singa lapar yang siap melahap kerbau yang tubuhnya lebih gede, tapi singa tidak akan menghabiskan kerbau sendirian, tapi kalau oleh manusia semua akan habis digasaknya hingga hutan dan segala isinya,“ kata Hermana serius.
Namun, ada Yang maha Adil, Jika manusia menyalahgunakan ilmu, tahta dan hartanya lambat laun dia akan menemukan karmanya – ada balasannya baik di dunia maupun di akhirat.
Jadi, seperti dalam cerita monolog ini, ketika dia (tokoh Si Aku dalam monolog) tidak ada di rumahnya anak dan istrinya ada yang membunuh, kemudian dia dendam melakukan hal yang sama membantai membabibuta. Namun, pada akhir cerita dia sadar dan menyesal juga karena sekalipun dia timpahkan dendam kesumatnya kepada orang lain, merusak rakyat, dan negara, tetapi anak-istrinya nya tetap saja tidak akan kembali.
Perlu diketahui Hermana HMT adalah pendiri seni tradisi Sunda, Longser Bandoengmooi. Sebagaima teater tradisional yang kaya bodoran dan kritik sosial, pada setiap ceritanya selalu mengandung unsur-unsur ngageuing (mengingatkan).
“Saya konsisten di longser dan saya selalu mengkritisi ketidakadilan karena tugas kesenian itu selain memperindah, juga memberi kritik sosial supaya ada kesadaran masyarakat – ngageuing lah. Jadi saya selalu bikin cerita sosio kritik masalah lingkungan, kebijakan pemerintah. Bahkan yang menyangkut kejiwaaan. Itu tugas seniman memberi kesadaran,“ kata Hermana yang terus giat memberi pelatihan kepada remaja dan anak-anak untuk mengembangkan bakatnya dalam seni tradisi seperti longser, acting, pencak silat, dan tari di Kampung Longser, di kawasan Ciawitali RT 02/09 Kel. Citeureup-Kota Cimahi.
***
Judul: Sejumlah Seniman Gelar Pertunjukan di Rumah Budaya Engkol
Jurnalis: ASEP GP
Editor: Jumari Haryadi
