Mengawal Kenaikan Hpp Gabah

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Ilustrasi: Gambar ladang padi di Indonesia saat musim panen, dengan petani yang bekerja bersama untuk memanen padi di bawah langit cerah - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Rabu (01/01/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul ”Mengawal Kenaikan Hpp Gabah” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah, dua hari sebelum tutup tahun 2024, diputuskan Pemerintah untuk naik Rp. 500,- per kg, yang semula Tp. 6000,- menjadi Tp. 6500 – per kg. Yang jadi pertanyaan banyak pihak, mengapa hanya HPP Gabah yang dinaikan. Lalu, bagaimana dengan HPP Beras? Apakah akan ikut dinaikan atau akan tetap seperti HPP yang berlaku sekarang?

Hal ini penting disampaikan, karena selama ini, kenaikan HPP Gabah, waktunya selalu berbarengan dengan pengumuman HPP Beras. Mengapa? Sebab, antara HPP Gabah selalu dijadikan dasar dalam penetapan HPP Beras. Berdasarkan pengalaman selama ini, umumnya HPP Beras ditetapkan sekitar 2 kali dari HPP Gabah.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Pemerintah tentu punya alasan tersendiri, mengapa HPP Gabah ditetapkan sebesar Rp. 6500,- per kg. Kenapa tidak Rp. 7000,- atau Rp. 7500,- per kg? Padahal, dalam banyak kesempatan Menko bidang Pangan Bung Zulhas sering menyatakan usulan naiknya HPP Gabah berada pada kisaran angka Rp. 6500,- hingga Rp. 7500,-. Pemerintah, rupanya memilih angka terendah dari selang yang diusulkan.

Pemerintah juga mengumumkan, mulai panen raya sekarang, seluruh hasil produksi petani akan dibeli oleh Pemerintah. Berapa pun jumlah hasil panennya, para petani tidak perlu risau, hasil produksinya tidak terserap pasar. Pemerintah lewat Bulog dijamin akan membelinya dengan harga wajar, yang sesuai dengan ketentuan Pemerintah. Petani jangan pernah takut hasil panennya tidak ada yang membeli.

Dibebaskannya Bulog dari statusnya sebagai BUMN, diharapkan mampu tampil sebagai offtaker handal dan profesional. Bulog benar-benar jadi alat negara yang tidak dituntut untuk meraup keuntungan. Namun dengan posisinya sebagai lembaga otonom Pemerintah, Bulog ditantang untuk terlibat secara nyata dalan menopang terwujudnya swasembada pangan.

Inilah salah satu pertimbangan, mengapa Bulog dimintakan untuk mengawal penerapan HPP Gabah saat panen raya tiba. Bulog juga diharapkan tampil menjadi “prime mover” dalam membangun kesadaran baru para pelaku bisnis gabah dan beras di lapangan (bandar/tengkulak/pedagang/pengusaha), terkait dengan perlunya berbagi keuntungan secara adil dan penuh kewajaran.

Dalam Sistem Ekonomi Pancasila yang berbasis pada usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, jelas menolak adanya free fight liberalism (pasar bebas), etatisme (campur tangan negara yang sangat kuMonopoli adalah suatu kondisi di mana satu perusahaan atau entitas memiliki kendali penuh atas produksi, distribusi, dan penjualan suatu barang atau jasa di pasar.

Monopoli sendiri dapat terjadi karena beberapa situasi dan kondisi yang menyelimutinya. Faktor penyebabnya boleh saja, karena kekuatan pasar, mengingat Perusahaan B8esar dapat menguasai pasar dengan mengalahkan kompetitor. Atau perusahaan memiliki hak eksklusif atas teknologi atau produk. Lalu, ada kebijakan pemerintah yang dapat menciptakan monopoli. Selanjutnya, ada ketergantungan pada sumber daya dan lain sebagainya.

Itulah tiga ciri negatif Demokrasi Ekonomi yang harus kita hindari. Menghindari hal demikian, Demokrasi Ekonomi menawarkan semangat kekeluargaan (brotherhood spirit) sebagai dasar berpijak dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Bahkan dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat ada yang disebut dengan nilai- nilai budaya adiluhung.

Prinsip persaudaraan dalam menjalankan perekonomian bangsa, sepatutnya dicerminkan melalui prinsip “silih asah, silih asih, silih asuh dan silih wawangi”. Itu sebabnya, dalam kehidupan nyata, di Tanah Merdeka ini, mestinya tidak perlu terjadi ada kelompok masyarakat yang merasa dirinya selaku “korban pembangunan” dan ada pula yang mencap diri selaku “penikmat pembangunan”.

Sayang, semangat mewujudkan “bersama dalam kemakmuran dan makmur dalam kebersanaan”, baru tercatat diatas kertas. Dalam kenyataannya, masih kita saksikan ada anak bangsa yang terjerat budaya hedonis dan gaya hidup yang penuh dengan sofistikasi. Catatan pentingnya, Ekonomi Pancasila belum mampu terterapkan secara murni dan konsekwen.

Pergantian tahun sering menjadi ajang untuk introspeksi dan antisipasi. Tahun 2024 baru saja kita lalui. Kini bangsa ini mulai memasuki tahun 2025. Ucapan “selamat tinggal 2024 dan selamat datang 2025” banyak bersuliweran di media sosial. Semua anak bangsa ini berharap agar tahun 2025 menjadi lebih baik ketimbang tahun 2024.

Langkah Pemerintah menaikan HPP Gabah dipenghujung tahun lalu, tentu bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Kenaikan HPP Gabah kali ini, benar-benar sangat mendesak untuk ditempuh. Pemerintah paham betul, sebagian besar petani menggantungkan kehidupannya kepada gabah. Jarang-jarang petani yang menggantungkan kehidupannya ke beras.

Semoga naiknya HPP Gabah kali ini akan menolong petani dalam menyongsong kehidupan yang lebih baik. Kita percaya Bulog Baru bakal memerankan diri sebagai offtaker yang berpihak ke petani. Sedini mungkin, Bulog perlu mengawalnya. HPP Gabah mesti memberi berkah kehidupan bagi petani. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

***

Judul: Mengawal Kenaikan HPP Gabah
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *