Mau Swasembada Beras atau Swasembada Pangan?

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Ilustrasi: Pemandangan alam - (Sumber pixabay)

MajmusSunda News, Sabtu (18/01/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Mau Swasembada Beras atau Swasembada Pangan?” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Kesalah-kaprahan terhadap makna swasembada pangan dan swasembada beras, kerap terjadi dalam mengarungi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Beberapa petinggi negeri ini ada yang menyebut pada tahun 1984 bangsa kita telah mampu menjadi negeri yang berswasembada pangan. Padahal yang sebetulnya terjadi adalah swasembada beraias.

Pangan memang bukan hanya beras. Menurut aturan perundangan yang berlaku, banyak sekali jenis bahan pangan yang ada di negeri ini. Ada jagung, kedelai, daging, ikan, telur, sagu, sorghum, bawang, cabe, tomat, singkong, pangan lokal dan lain sebagainya. Itu sebabnya, kalau Pemerintah ingin mencapai swasembada pangan, bisa ditafsirkan sebagai perjumlahan dari swasembada-swasembada bahan pangan diatas.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Pemerintah ingin agar swasembada pangan ini terwujud dalam 3 tahun ke depan. Padahal, kita tahu persis diantara sekian jenis bahan pangan tersebut masih banyak yang kita impor untuk mencukupi kebutuhan pangan di dalam negeri. Sebagai contoh untuk komoditas beras saja, tahun lalu masih kita impor dengan angka cukup fantastis, yakni sekitar 4 juta ton.

Betul, sebagai bangsa pejuang kita tidak boleh pesimis. Jangan juga cengeng. Namun, kita harus tetap optimis. Hanya penting juga disadari, bersikap realistik dalam memandang masalah, harus juga melandasi kita dalam menerapkan sebiah kebijakan, program dan kegiatan. Catatan kritisnya adalah apakah cukup logis, kita akan meraih swasembada pangan hanya dalam waktu 3 tahun ke depan ?

Mencermati dunia perpanganan saat ini, yang paling memungkinkan untuk dicapai dalam 3 tahun ke depan adalah swasembada beras. Janganlah kita ingin menggapai swasembada daging sapi atau swasembada kedelai atau swasembada bawang putih. Swasembada beras cukup masuk akal untuk diraih. Sebab, selain kita memiliki pengalaman telah meraihnya 40 tahun lalu, ternyata titik tekan pembangunan pertanian diarahkan ke beras.

Akan tetapi penting diingatkan, swasembada beras yang mesti kita wujudkan adalah swasembada beras berkelanjutan, bukan swasembada beras yang “on trend” alias swasembada beras kadang-kadang. Artinya kalau iklim dan cuaca mendukung, ditambah dengan keberpihakan nyata Pemerintah, maka kita bisa berswasembada. Sebaliknya jika tidak berpihak, maka kita perlu untuk membuka lagi kran impor.

Di sisi lain, kita juga memahami, dunia perberasan dalam negeri, kini tengah berbenah diri, setelah dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan ptoduksi cukup signifikan. Bahkan untuk tahun lalu, produksi beras secara nasional, lebih rendah ketimbang produksi beras tahun 2023. Badan Pusat Ststistik mencatat produksi beras 2023 mampu mencapai 31,10 juta ton, maka pada tahun 2024 hanya mencapai 30,34 juta ton.

Menghadapi kenyataan seperti ini, wajar bila kemudian ada yang berpandangan, jangankan meraih swasembada pangan, dalam kurun waktu hanya 3 tahun, kita juga bakal mengalami perjuangan berat, bila ingin mewujudkan swasembada beras. Meraih swasembada beras pun tidak cukup hanya pidato yang berapi-api, namun lebih ditentukan oleh kiprah nyata di lapangan.

Tidak cukup hanya dengan melakukan pencetakan sawah baru atau perbaikan irigasi yang tak terawat, namun dibutuhkan pula adanya revitalisasi terhadap tata kelola perberasan yang ditempuh selama ini. Tidak bisa juga dengan mengembalikan petugas Penyuluh Pertanian menjadi Aparat Pusat, tapi penting pula adanya komitmen baru Pemerintah untuk menskenariokan pembangunan pertanian yang berkeadilan dan berkemakmuran.

Revitalisasi adalah suatu proses atau cara dan perbuatan untuk menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya terberdaya, sehingga revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan untuk menjadi vital. Sedangkan kata vital sendiri, mempunyai arti sangat penting atau sangat diperlukan sekali untuk kehidupan dan sebagainya.

Revitalisasi sering disebut dengan “giving a new life” atau pemberian ‘darah baru’ guna menggairahkan lagi kebijakan yang telah disusun cukup lama. Contoh konkritnya adalah soal pemangkasan saluran pupuk bersubsidi, yang selama ini menjadi faktor penyebab petani sering terlambat menerima pupuk bersubsidi. Dengan dipangkasnya saluran distribusi, pelaksanan di lapangan akan lebih efektip dan efesien.

Tekad Pemerintah untuk mencapai swasembada pangan, mutlak harus didukung. Swasembada pangan adalah suasana yang menjadi landasan untuk terciptanya ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan yang kokoh, kuat dan berkualitas. Tanpa swasembada pangan, maka ketahanan pangan yang kuat hanya tinggal impian. Begitu pun dengan kemandirian dan kedaulatan pangan.

Persoalan lain yang butuh pendalaman lebih lanjut adalah apakah sekarang kita telah memiliki Grand Desan Pencapaian Swasembada Pangan 2027 lengkap dengan Roadmap Pencapaiannya ? Kalau memang sudah ada, apakah Grand Desain tersebut menggambarkan integrasi kebijakan pembangunan pangan yang sifatnya multi-sektor atau multi-aktivitas ? Lalu, siapa yang akan membawa pedang samurainya di lapsngan ?

Problem nya menjadi lebih rumit, jika sampai sekarang kita belum memiliki Grand Desain yang utuh, holistik dan komprehensif. Artinya, penggarapan yang ditempuh selama ini masih bersifat parsial dan belum sistemik. Atau bisa juga yang terjadi, saat ini hanyalah Pemerintah yang sibuk sendiri tanpa melibatkan pemangku kepentingan di bidang pangan.

Sebagai penutup artikel mau swasembada beras atau swasembada pangan, ada dua hal yang butuh percermatan kita bersama, pertama berkaitan dengan tidak akan ditempuhnya impor beras tahun 2025 dan kedua adanya bocoran cadangan beras Pemerintah telah mendekati angka 2 juta ton. Sebagai anak bangsa, kita wajib mengawal dan mengamankan dengan segera, sekiranya ada hal-hal yang tidak diharapkan. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

***

Judul: Mau Swasembada Beras atau Swasembada Pangan?
Penulis:  Ir. Entang Sastraatmadja
Penyunting:  Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *