Koperasi Petani Kelapa Sawit: Apa maknanya?

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Petani kelapa sawit
Ilustrasi: Petani kelapa sawit - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Minggu (16/02/20256) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Pendayagunaan Penyuluh Pertanian Koperasi Petani Kelapa Sawit: Apa maknanya?” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Siapa yang tak mengenal kelapa sawit sekarang ini tentunya populasinya sedikit sekali. Paling tidak bagi para pengguna minyak goreng pasti sudah mengenalnya sebagai minyak sawit. Tapi kalau pohon kelapa sawit yang sekarang ini ditanam di areal perkebunan kelapa sawit seluas 17 juta hektar sehingga pohonnya akan berjumlah mencapai sekitar 28 miliar pohon berasal dari 4 pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor pada 1848, masih jarang yang mengetahuinya.

Demikian pun pengetahuan bahwa kelapa sawit berasal dari Afrika Barat juga masih jarang. Sekarang ini Indonesia menjadi negara dengan produksi dan luas areal kelapa sawit terbesar dunia, walaupun jenis tanaman ini bukan asli tanaman Indonesia.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Mungkin sebagian besar dari kita juga sudah tidak lagi mengingat bahwa pedagang segala bangsa berdatangan ke Nusantara ini asalnya adalah mencari komoditas perkebunan yang sangat terkenal pada zamannya, yaitu rempah-rempah. Pedagang Arab, Persia, India, dan China merupakan pedagang kelompok pertama. 500 tahun sebelum masehi, konon kaum elit kerajaan Romawi sudah menggunakan rempah-rempah dalam kehidupan sehari-harinya. Pasukan Intelejen Romawi pernah mencari jalan dari mana asalnya rempah-rempah ini. Tidak bisa menemukannya akibat jejaring perjalanan menuju pusat rempah-rempah dunia yaitu Nusantara ditutup rapat oleh para pedagang-pedagang yang berada di antara Romawi dan Nusantara. Dengan bukti penukaran Pulau Run di Maluku dengan pulau Manhattan di New York pada 31 Juli 1667 antara Inggris dan Belanda di kota Breda, Belanda, ini menandakan bahwa rempah-rempah nilainya sangat tinggi ketika itu.

Jarang juga kita mengingat perkembangan sejarah perkebunan selama ini. Tadi disebutkan pentingnya perkebunan pada era pertama adalah rempah-rempah dimulai sejak kejayaan Romawi. Masa keemasan rempah-rempah surut pada tahun 1700-an. Kemudian masuk ke era kejayaan kopi. Masa kejayaan kopi surut pada akhir 1800-an. Masuk komoditas perkebunan yang sangat populer waktu itu: gula, di mana Hindia Belanda menjadi pengekspor gula terbesar ke-2 dunia pada 1930-an. Masa kejayaan gula Indonesia juga habis pada era 1930-an. Masuklah karet sebagai komoditas perkebunan penting ketika itu. Kejayaan karet habis pada 1960-an. Masuk kehutanan dan migas. Kejayaan kehutanan periodenya pendek, dan berakhir pada 1980-an. Demikian pun migas. Pada 1980-an masuk kelapa sawit yang didukung oleh kebijakan PBSN (Perkebunan Besar Swasta Nasional). Pertanyaan: Apakah nasib perkebunan kelapa sawit akan sama dengan nasib komoditas perkebunan lainnya? Saya menjawab akan sama apabila koperasi petani kelapa sawit Indonesia (KPKSI) tidak dibangun secara serius, seksama dan berkelanjutan.

 

 

Tren Kelapa Sawit
Tren Kelapa Sawit (Sumber: https://palmoilina.asia/)

Gambar di atas menunjukkan bahwa harga riil (rasio terhadap harga tahun 1900) dipandang dari trend jangka panjang adalah menurun. Satu aspek ini saja mestinya sudah mengundang investasi pemikiran yang serius, apalagi mengingat pengalaman masa lalu, yaitu krisis perdagangan komoditas dunia seperti yang telah disebutkan menjadi penyebab hilangnya masa kejayaan komoditas tersebut. Karena itu, jangan sampai terlambat kejayaan kelapa sawit ini harus dijaga dan cara menjaganya adalah membangun koperasi petani perkebunan kelapa sawit Indonesia.

Kalau sekarang petani kelapa sawit kesulitan mendapatkan modal, akses terbatas ke perbankan, tidak bisa mendapatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkannya, daya tawar-menawar dengan pihak lain lemah, jauh dari kemajuan teknologi, dan karakter sejenisnya adalah akibat dari rancang bangun institusinya. Institusi warisan sejarah perkebunan yang sifatnya eksploitatif dan berlangsung dalam jangka yang sangat lama, dan kemudian di-reinforce secara berkelanjutan, maka jadilah perangkap sosial budaya yang sangat sulit untuk diubah. Tetapi tidak ada jalan lain kalau perkebunan kelapa sawit Indonesia ingin terus berjaya.

Bagaimana cara mengubahnya? Kerangka berpikir untuk mengubahnya telah disampaikan pada Dongeng Koperasi #53, yaitu dimulai dengan menggunakan cara pandang bahwa lahan perkebunan kelapa sawit petani sebagai aset dan juga produksinya bisa dicatat sebagai aset untuk untuk dan oleh KPKSI. Kalau kerangka berpikir ini kita gunakan, gambaran singkat kekayaan KPKSI adalah sebagai berikut:

Luas perkebunan kelapa sawit petani 6,3 juta ha
Produksi per hektar 20 ton TBS
Rendemen 20 %
Produksi CPO/Ha = 4 ton/ha
Produksi CPO seluruh kebun petani sawit 25.2 juta ton/tahun
Nilai CPO Rp 373 triliun (franco Belawan 14 Februari 2025)
Nilai aset lahan Rp 945 triliun
Nilai lahan +produksi = Rp 1318 triliun
Catatan: belum termasuk palm kernel oil dan nilai biomassa lainnya seperti biochar, bungkil sawit, dll.

Jadi, dengan membangun sistem akuntansi inklusif yang membuat KPKSI menguasai aset perkebunan kelapa sawit milik petani, tanpa melepas hak kepemilikan tanah perkebunannya, maka koperasi mereka akan memiliki aset minimal senilai Rp 1318 triliun setara dengan US$ 82.4 miliar. Dengan nilai aset sebesar ini maka Indonesia akan memiliki koperasi terbesar dunia, apalagi ditambah dengan koperasi-koperasi petani lainnya seperti: Koperasi Petani Padi Indonesia, Koperasi Petani Gula Indonesia, Koperasi Petani Karet Indonesia, Koperasi Petani Kopi Indonesia dan lain-lain masih banyak lagi.

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan lembaga dimana penulis bekerja atau terkait.

***

Judul: Pendayagunaan Penyuluh Pertanian Koperasi Petani Kelapa Sawit: Apa maknanya?

Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja

Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *