MajmusSunda News, Kolom OPINI, Minggu (23/02/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Kapitalisasi Nilai Lahan Sawah oleh KPPI (Lanjutan)” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Assalamualaikum wr.wb., selamat pagi dan salam sejahtera. Izin melanjutkan dongeng Imajinasi Kapitalisasi Lahan Sawah Petani oleh KPPI. Dongeng ini menyampaikan cerita apa dan bagaimana prosesnya kapitalisasi bisa diwujudkan. Terwujud tidaknya kapitalisasi tersebut akan tergantung dari banyak pihak, terutama para pihak sebagai penentu kebijakan, regulator atau pelayan publik. Pada akhir cerita diperlukan dukungan dari lembaga pembiayaan seperti perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Imajinasi #61 ini belum selesai mendongengkan cerita Kapitalisasi. Mudah-mudahan Bapak/Ibu/Teman2 semua tidak bosan membacanya dan mohon maaf kalau tidak berkenan. Salam koperasi.
Kapitalisasi secara sederhana merupakan upaya tiga pihak untuk memproduksi modal berupa aset finansial. Pihak pertama adalah pemilik aset fisik tanah. Banyak tanah milik petani yang belum disertai oleh sertifikat mengingat tanah tersebut status kepemilikannya diperoleh secara turun menurun atau melalui pola transaksi tradisional. Sebidang tanah tanpa disertai sertifikat nilainya jauh lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang sudah disertai dengan sertifikat.

Proses kapitalisasi dengan sendirinya akan meningkatkan status legal tanah bagi pemiliknya. Apabila pengurusan sertifikat ini dilakukan sendiri-sendiri selain akan membuat repot setiap pemiliknya, juga biaya pengurusannya akan lebih mahal dibanding dengan apabila diurus oleh KPPI. Manfaat yang diperoleh KPPI adalah apabila KPPI diberikan hak pengelolaan jangka panjang untuk mengelola aset tersebut dari para anggotanya, maka akan lahir suatu sistem pengelolaan aset petani yang dilakukan oleh satu badan usaha milik para petani juga untuk meningkatkan kesejahteraan mereka secara bersama-sama. Pemilik aset finasial yang juga bekerja secara profesional dalam bidang permodalan adalah lembaga-lembaga pembiayaan atau bank. Dengan jaminan aset finansial milik KPPI, maka lembaga pembiayaan/perbankan bisa memberikan pinjaman atau sejenisnya kepada KPPI. Dongeng berikut menyampaikan sisi lembaga pembiayaan dimaksud.
Lembaga Pembiayaan atau Bank
Berikut adalah beberapa bank dan lembaga keuangan yang bisa dijajagi apakah bisa memberikan pembiayaan untuk koperasi petani padi.
Dengan hadirnya koperasi model KPPI maka lembaga keuangan atau bank mendapatkan keuntungan mengingat sekarang transaksi dapat dilakukan dengan badan usaha petani berbentuk koperasi KPPI. Hal ini akan menurunkan biaya transaksi bagi kedua belah pihak.
Lembaga Keuangan atau bank di dalam negeri yang potensial menjadi mitra KPPI, antara lain:
1. Bank Rakyat Indonesia (BRI):
– BRI memiliki program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang memberikan pembiayaan kepada petani dan koperasi dengan bunga rendah dan persyaratan yang lebih mudah.
2. Bank Negara Indonesia (BNI):
– BNI juga menawarkan program KUR serta berbagai produk pembiayaan lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh koperasi petani.
3. Bank Mandiri:
– Bank Mandiri menyediakan berbagai produk pembiayaan untuk sektor pertanian, termasuk kredit modal kerja dan investasi.
4. Bank Perkreditan Rakyat (BPR):
– BPR memberikan kredit non-program dengan bunga komersial yang dapat dimanfaatkan oleh petani dan koperasi.
5. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A):
– LKM-A merupakan lembaga keuangan mikro yang khusus melayani sektor pertanian dan dapat memberikan pembiayaan kepada koperasi petani.
Bank dan Lembaga Keuangan di luar negeri yang berpotensi membiayai kebutuhan permodalan dengan dukungan Pemerintah, antara lain:
1. International Fund for Agricultural Development (IFAD):
– IFAD adalah lembaga keuangan internasional yang memberikan pembiayaan dan dukungan teknis untuk proyek-proyek pertanian di negara berkembang.
2. World Bank:
– World Bank menyediakan berbagai program pembiayaan untuk sektor pertanian dan pembangunan pedesaan, termasuk proyek-proyek yang melibatkan koperasi petani.
3. Asian Development Bank (ADB):
– ADB memberikan pembiayaan untuk proyek-proyek pertanian dan pembangunan pedesaan di Asia, termasuk dukungan untuk koperasi petani.
4. International Finance Corporation (IFC):
– IFC, bagian dari World Bank Group, menyediakan pembiayaan dan investasi untuk sektor pertanian di negara berkembang.
5. AgriFin (Agricultural Finance):
– AgriFin adalah program yang didukung oleh berbagai lembaga keuangan internasional untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi petani kecil dan koperasi.
Dengan mengakses berbagai sumber pembiayaan ini, KPPI dapat memperoleh modal yang diperlukan untuk mengelola lahan sawah dengan lebih efektif dan efisien, serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Sertifikasi KPPI
Untuk memastikan bahwa koperasi KPPI merupakan koperasi yang memenuhi standar baku badan usaha yang terpercaya dan andal maka diperlukan dukungan sertifikasi. Berikut adalah beberapa langkah dan pihak yang terlibat dalam proses sertifikasi:
1. Sertifikasi Koperasi
– Kementerian Koperasi:
KPPI perlu mendapatkan pengakuan dan sertifikasi dari Kementerian Koperasi. Kementerian ini bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengatur koperasi di Indonesia.
– Dinas Koperasi Daerah:
KPPI juga perlu berkoordinasi dengan Dinas Koperasi di tingkat provinsi atau kabupaten/kota untuk mendapatkan pengakuan dan sertifikasi di tingkat daerah.
2. Sertifikasi Lahan dan Pengelolaan
– Badan Pertanahan Nasional (BPN):
KPPI perlu mengajukan permohonan Hak Pengelolaan (HPL) ke BPN untuk mendapatkan pengakuan legal atas pengelolaan lahan sawah. BPN akan menerbitkan sertifikat HPL setelah melakukan verifikasi dan penilaian.
– Dinas Pertanian: KPPI perlu mendapatkan rekomendasi dari Dinas Pertanian setempat untuk memastikan bahwa kegiatan pengelolaan lahan sesuai dengan rencana tata ruang dan kebijakan pertanian daerah.
3. Sertifikasi Keuangan dan Akuntansi
– Lembaga Keuangan atau Bank:
KPPI perlu mendapatkan penilaian dan persetujuan dari lembaga keuangan atau bank yang akan memberikan pembiayaan. Lembaga keuangan akan melakukan verifikasi terhadap hasil penilaian aset dan kelayakan kredit.
– Auditor Independen: KPPI perlu menggunakan jasa auditor independen untuk melakukan audit keuangan dan memastikan transparansi serta kepatuhan terhadap standar akuntansi.
4. Sertifikasi Lingkungan
– Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan:
KPPI perlu memastikan bahwa kegiatan pengelolaan lahan mematuhi peraturan lingkungan yang berlaku. Kementerian Lingkungan Hidup dapat memberikan sertifikasi atau rekomendasi terkait kepatuhan lingkungan.
Dengan mendapatkan sertifikasi dari berbagai pihak ini, KPPI dapat memastikan bahwa operasional koperasi berjalan sesuai dengan standar yang berlaku dan dapat diakui secara legal serta mendapatkan dukungan dari lembaga.
Standar Koperasi
Untuk memastikan Koperasi Petani Padi Indonesia (KPPI) beroperasi sesuai dengan standar yang berlaku dan diakui secara legal, ada beberapa standar yang perlu dipenuhi. Berikut adalah beberapa standar utama yang perlu dipenuhi oleh KPPI:
1. Standar Koperasi
– Pengakuan dan Sertifikasi dari Kementerian Koperasi:
KPPI harus mendapatkan pengakuan dan sertifikasi dari Kementerian Koperasi (Kemenkop) serta Dinas Koperasi di tingkat daerah.
– Tata Kelola yang Baik (Good Governance):
KPPI harus menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang transparan, akuntabel, dan partisipatif dalam operasionalnya.
– Manajemen Keuangan yang Transparan: KPPI harus memiliki sistem akuntansi yang baik dan melakukan audit keuangan secara berkala oleh auditor independen.
2. Standar Pertanian
– Sertifikasi Pertanian Berkelanjutan:
KPPI harus memastikan bahwa praktik pertanian yang dilakukan mematuhi standar pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan (agricultural best practices)
– Sertifikasi Organik, jika akan memproduksi padi organik dan produk organik lainnya:
Jika KPPI mengelola lahan pertanian organik, maka perlu mendapatkan sertifikasi organik dari lembaga yang berwenang.
– Kepatuhan terhadap Standar Nasional Indonesia (SNI):
KPPI harus memastikan bahwa produk pertanian yang dihasilkan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).
3. Standar Lingkungan
– Kepatuhan terhadap Peraturan Lingkungan: KPPI harus memastikan bahwa semua kegiatan pengelolaan lahan mematuhi peraturan lingkungan yang berlaku, termasuk peraturan tentang pengelolaan limbah dan konservasi sumber daya alam.
4. Standar Keuangan
– Penilaian Aset oleh Penilai Independen:
KPPI harus menggunakan jasa penilai independen untuk melakukan penilaian aset lahan yang dikelola guna mendapatkan nilai pasar yang akurat.
– Pengakuan HPL sebagai Kolateral:
KPPI harus memastikan bahwa Hak Pengelolaan (HPL) yang dimiliki diakui sebagai kolateral oleh lembaga keuangan atau bank yang akan memberikan pembiayaan.
5. Standar Hukum
– Kepatuhan terhadap Hukum Agraria:
KPPI harus memastikan bahwa semua kegiatan pengelolaan lahan mematuhi peraturan agraria yang berlaku.
– Perjanjian Pengelolaan Lahan:
KPPI harus memiliki perjanjian pengelolaan lahan yang sah secara hukum antara koperasi dan petani pemilik lahan.
Dengan memenuhi standar-standar ini, KPPI dapat memastikan bahwa operasional koperasi berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dapat diakui secara legal serta mendapatkan dukungan dari lembaga keuangan.
Penutup
Kapitalisasi lahan milik anggota menjadi aset finansial KPPI bukan hal yang tidak mungkin, hanya saja proses ini memerlukan banyak hal yang perlu diselesaikan. Semua itu merupakan satu paket lengkap investasi dalam pemikiran dan realisasi institusi KPPl. Dongeng Imajinasi KPPI belum selesai dan akan dilanjutkan pada Imajinasi #62. Salam koperasi.
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis, tidak mencerminkan pandangan institusi dimana mana penulis bekerja.
***
Judul: Kapitalisasi Nilai Lahan Sawah oleh KPPI (Lanjutan)
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi