MajmusSunda News,Β Kamis (06/02/2025) β Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Indonesia Tanpa Bulog” ini ditulis oleh:Β Ir. Entang Sastraatmadja,Β Ketua Dewan Pakar DPDΒ Β HKTI Jawa BaratΒ Β dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Dalam acara santai di sebuah warung nasi Jembar yang berlokasi diperbatasan Garut – Tasikmalaya, terjadi diskusi hangat dengan para petani. Seorang petani muda Kang Wawan mempertanyakan, apa jadinya Tanah Merdeka ini jika tumbuh tanpa keberadaan Bulog ? Pertanyaan ini menarik dan penting dijawab agar kita memiliki cara pandang yang sama terhadap posisioning Bulog dalam pembangunan selama ini.
Beberapa pengamatan dan pencermatan dari banyak literatur, jelas terungkap, tanpa Bulog, Indonesia mungkin akan mengalami beberapa dampak negatif, antara lain pertama, Indonesia mungkin akan lebih bergantung pada impor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan nasional.
Kedua, tanpa Bulog harga beras mungkin akan lebih fluktuatif dan tidak stabil, yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat. Ketiga, Bulog berperan dalam mengontrol kualitas beras yang beredar di pasar. Tanpa Bulog, kualitas beras mungkin akan menurun. Keempat, petani mungkin akan mengalami kesulitan dalam menjual hasil panen mereka, karena tidak ada lembaga yang dapat membeli hasil panen mereka dengan harga yang wajar.
Kelima, tanpa Bulog, pasokan beras mungkin akan tidak stabil, yang dapat mempengaruhi ketersediaan beras di pasar. Keenam, kenaikan harga beras dapat mempengaruhi inflasi, karena beras adalah komoditas yang sangat penting dalam konsumsi masyarakat. Dan ketujuh, tanpa Bulog, pengawasan terhadap perdagangan beras mungkin akan kurang efektif, yang dapat mempengaruhi keamanan pangan nasional.
Namun, perlu diingat bahwa Bulog juga memiliki beberapa kelemahan, seperti inefisiensi dan korupsi. Oleh karena itu, perlu dilakukan reformasi dan peningkatan kinerja Bulog untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam mengelola pasokan beras nasional. Bulog butuh “giving a new life” (darah batu), supaya berkiprah lebih lincah dan profesional.
Inti dari reformasi Bulog adalah untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan transparansi dalam mengelola pasokan beras nasional. Setidaknya ada tujuh poin inti dari reformasi Bulog pertama mengurangi biaya operasional, meningkatkan produktivitas, dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya.
Kedua, meningkatkan transparansi dalam pengelolaan pasokan beras, termasuk dalam hal pembelian, penyimpanan, dan distribusi. Ketiga, meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan pasokan beras, termasuk dalam hal penggunaan dana dan sumber daya. Keempat, meningkatkan kualitas layanan kepada petani, pedagang, dan konsumen.
Kelima, meningkatkan peran serta petani dalam pengelolaan pasokan beras, termasuk dalam hal pembelian dan penjualan hasil panen. Keenam, meningkatkan penggunaan teknologi dalam pengelolaan pasokan beras, termasuk dalam hal penggunaan sistem informasi dan teknologi digital.
Dan terakhir, meningkatkan kerja sama dengan pihak lain, termasuk dalam hal pengelolaan pasokan beras, penelitian dan pengembangan, dan promosi. Dengan melakukan reformasi ini, diharapkan Bulog dapat menjadi lebih efisien, efektif, dan transparan dalam mengelola pasokan beras nasional.
Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri, untuk menerapkan reformasi Bulog diatas, kita masih dihadapkan pada berbagai kendala yang menghadang. Sekurang-kurangnya ada delapan tantangan yang butuh penanganan dengan segera. Ke delapan kendala utama reformasi Bulog ini adakah
pertama, ketergantungan pada birokrasi. Bulog masih memiliki struktur birokrasi yang kompleks, sehingga perubahan kebijakan dan prosedur dapat sulit dilakukan. Kedua, korupsi dan kolusi masih menjadi masalah besar dalam pengelolaan Bulog, sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Ketiga, keterbatasan sumber daya. Bulog memiliki keterbatasan sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya finansial, sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas. Keempat, perubahan kebijakan dan prosedur Bulog dapat menimbulkan resistensi dari pihak-pihak yang terkait, seperti petani, pedagang, dan pengusaha.
Kelima, ketergantungan pada subsidi. Bulog masih memiliki ketergantungan pada subsidi dari pemerintah, sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan keuangan. Keenam, kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Bulog dapat menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan dari masyarakat.
Ketujuh, keterbatasan infrastruktur, seperti gudang penyimpanan dan fasilitas pengolahan, dapat menimbulkan kesulitan dalam pengelolaan pasokan beras. Kedelapan, perubahan kebijakan pemerintah dapat menimbulkan kesulitan dalam pengelolaan Bulog, terutama jika perubahan kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kepentingan Bulog.
Mencermati kendala yang ada, sebetulnya dengan kapasitas yang dimiliki saat ini, peran Bulog ke depan dapat berubah dan berkembang sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia. Berikut beberapa kemungkinan peran Bulog ke depan pertama, Bulog dapat terus berperan sebagai pengelola pasokan beras nasional, memastikan ketersediaan beras yang cukup dan stabil untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kedua, Bulog dapat berperan sebagai pengembang industri beras, mempromosikan pengembangan industri beras yang berkelanjutan dan berorientasi pada kualitas. Dan ketiga, Bulog dapat berperan sebagai pengelola logistik dan distribusi beras, memastikan bahwa beras dapat didistribusikan secara efektif dan efisien ke seluruh wilayah Indonesia. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).
***
Judul: Indonesia Tanpa Bulog
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Penyunting: Jumari Haryadi