Gerpis 1955 Lahir dari Rahim Daya Sunda Setelah Bergabungnya Pangauban Sunda dan Sunda Budaya

Menjelang tahun 1955 Gerakan Pilihan Sunda (Gerpis) sayap politik dari Daya Sunda berdiri

Pelaksanaan pemilu tahun 1955 pemilihan umum paling demokratis di Indonesia zGarakan Pilihan Sunda ikut di dalamnya (tangkapan layar)

MajmusSunda News, Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/12/2024) Artikel dalam Rubrik “POLITIK  DAN PEMERINTAHAN, “Gerpis 1955 Lahir dari Rahim Daya Sunda Setelah Bergabungnya Pangauban Sunda dan Sunda Budaya”, ini ditulis oleh: Agung Ilham Setiadi.

 

Gerakan Pilihan Sunda atau disingkat menjadi Gerpis satu-satunya partai dari urang Sunda yang berani menuliskan kata Sunda di belakang nama partainya

Gerakan Pilihan Sunda (Gerpis) ikut kontestasi pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia, diperkirakan pada saat itu ada 100 partai yang ikut makalangan dalam pesta demokrasi paling akbar.

Proses kelahiran Gerpis tidak lepas setelah di Bandung lahir organisasi kesundaan yang didirikan oleh para tokoh Sunda yang pada saat itu sekitar tahun 1952 tokoh-tokoh Sunda bangkit untuk merespon Pemerintahan Sukarno yang kerap memberikan stigma kurang baik terhadap urang Sunda

Pangauban Sunda (1952)

Kegelisahan tokoh-tokoh Sunda tidak main-main, atas perlakuan tidak adil, para pemimpin di Jakarta pertemuan-pertemuan intensif terus mereka lakukan.

Pertemuan pertama diadakan pertengahan tahun 1952 di rumah Ir. Otong Kosasih Jalan
Pasteur 11 A Bandung, dalam pertemuan bersejarah itu hadir lima orang tokoh Sunda diantaranya Apandi Widaprawira, Ema Bratakusuma, Gumbira, Ir. Otong Kosasih dan Sudarna.

Pertemuan kedua mereka intensif melakukan diskusi, dalam rangka mencari solusi upaya pergerakan dan perjuangan urang Sunda ke depan.
Pada pertemuan ketiga hadir 23 tokoh Sunda.

Selain yang hadir di pertemuan pertama, diantaranya hadir Ardiwinganun, Atje Bastaman, Bakrie Suriatmaja, Dr. R. Junjunan Setiakusumah, Hasan Nata Permana, Ipik Gandamanah, Mr. Kusna Puradireja, Ir. Ukar Bratakusuma, Ir. Otong Kosasih, Sukanda Bratamanggala, dr. G Suriasumantri, dan yang lainnya.

Pada tanggal 22 November 1952 di Bale Kota Bandung panitia kecil resmi menggelar pertemuan, keputusannya berdiri organisasi Pangauban Sunda, menyetujui mukadimah dan anggaran dasar yang disusun panitia, menetapkan anggota pengurus.

Di Bandung ada 14 diantaranya, Ema Bratakusuma, Jerman Prawirawinata, Puradireja, Ir. Otong Kosasih, R.A.A Wiranatakusumah, Bakrie Suraatmaja, Sukanda Bratamanggala, dr. G. Suriasumantri, Aming Abdul Hamid, Apandi Widaprawira, Ardiwinangun, Atje Bastaman, Sam dan Dahlan. Di Jakarta ada, Sutisna Senjaya, O. Partadimaja dan Akil Prawirareja

Pengurus Harian, Sesepuh Ir. Otong Kosasih, Wakil Sesepuh, Sukanda Bratamanggala, Panitra I Apandi Widaprawira, Panitra II Dahlan, Panata Harta Aming Abdul Hamid, anggota Ema Bratakusuma dan Hasan Nata Permana.

Pada saat peresmian Pangauban Sunda ada tujuh orang yang memberikan sambutan, yakni, Ir Otong Kosasih, Sutisna Senjaya, Puradireja, Sukanda Bratamanggala R.A.A Wiranatakusumah, S. Suradireja dan Jerman Prawirawinata.

Isi sambutannya, agar orang Sunda secepatnya memperbaiki dan mengurus keadaaan masyarakat Sunda dengan tujuannya bukan untuk memisahkan diri dari bangsa lain, namun untuk memperkuat keyakinannya. Hanya Orang Sunda sendiri yang mengetahui, merasakan dan menjaga tatanan hidupnya.

Daya Sunda (1953)

Pada saat yang sama, tidak lama setelah Pangauban Sunda berdiri di Bogor berdiri juga Sunda Budaya. Jika dilihat dari visi dan misinya, sama dengan Pangauban Sunda.
Konsolidasi Pangauban Sunda dan Sunda Budaya intensif terus dilakukan, untuk mencapai kata sepakat dan mufakat.

Pada tanggal 18-19 Juli 1953, atas dasar ketulusan kedua organisasi itu. Pangauban Sunda dan Sunda Budaya melebur diri menjadi Daya Sunda.

Gerakan Pilihan Sunda (1955)

Sejak lahirnya Daya Sunda, para tokoh Sunda saat itu terus melakukan pertemuan intensif dan terus bergerak memperkokoh kekuatannya untuk lebih menguatkan perjuangannya. Mereka tidak hanya bergerak dalam bidang pendidikan, ekonomi dan sosial dan keagamaan.

Tak mau ketinggalan dalam pergerakkan dengan suku bangsa yang lainnya di Indonesia.
Daya Sunda setelah bergabungnya Pengauban Sunda dari Bandung dan Sunda Budaya dari Bogor ikut terjun dalam dunia politik.

Menjelang tahun 1955 Gerakan Pilihan Sunda (Gerpis) sayap politik dari Daya Sunda berdiri.
Lahir Gerpis erat kaitannya dengan tokoh Sunda Pangauban Sunda Bandung dan Sunda Budaya Bogor yang dua-duanya lahir dari rahim Daya Sunda.

Ema Bratakusuma dan Sutisna Senjaya dan menjadi bintangnya Gerpis, hanya dengan persiapan yang singkat sekitar tiga bulan menjelang pemilu pertama yang paling demokratis (1955). Sebagai partai lokal berhasil meloloskan satu-satunya wakil rakyat ke Jakarta, yakni Sutisna Senjaya.

Sedangkan Ema Bratakusuma yang lebih akrab disapa Gan Ema tetap menyokong dari segi dana untuk menghidupi Gerpis.

Murid politik satu-satunya Gan Ema, yakni Tjetje Hidayat Padmadinata saksi hidup yang menyaksikan sepak terjangnya Sutsen dan Gan Ema menuturkan, hanya Gerpis kendati partai lokal satu-satunya yang berani memakai embel-embel Sunda di belakang.

Semua partai bernuansa Sunda, tidak ada yang berani memakai nama di belakangnya Sunda, hatta Paguyuban Pasundan yang besar (PP). Saat itu PP mendirikan Parki (Partai Kebangsaan Indonesia).

“Saat Gan Ema di Gerpis Saya murid politik satu-satunya beliau, usia saya saat itu sekitar 20 tahunan. Pada saat itu tidak ada yang berani tokoh Sunda menamai partainya memakai embel-embel Sunda.

Hubungan tokoh Sunda tegas Tjetje sedang tidak baik-baik dengan Jakarta (Pemerintahan Soekarno) . Semua takut dicap sebagai provinsialisme (fanatik kesundaan). Hanya Sutsen dan Gan Ema yang berani,” jelas Tjetje.

Menurut Tjetje, suasana politik sejak pemilu 1955 ternyata tidak berjalan mulus, hubungan tokoh Sunda dan Jakarta juga tidak semakin baik jika tidak dikatakan memuncak dengan lahirnya Front Pemuda Sunda dan Kongres Pemuda Sunda 1956.

Judul: Gerpis 1955 Lahir dari Rahim Daya Sunda Setelah Bergabungnya Pangauban Sunda dan Budaya Sunda
Penulis: Agung Ilham Setiadi
Editor: AIS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *