Bersama HKTI Membangun Bangsa

oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Sabtu (26/04/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Bersama HKTI Membangun Bangsa” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Hari minggu 27 April 2025 Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) genap berusia 52 tahun. Lazimnya orang yang berulang tahun, setidaknya ada dua hal penting yang dapat dilakukan oleh seluruh Keluarga Besar HKTI di negeri ini. Pertama, HKTI penting untuk introspeksi atas perjalanan organisasi hingga 52 tahun berjalan dan kedua melakukan antisipasi ke masa depan.

Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Introspeksi atau berkaca diri, menjadi sangat perlu dilakukan agar sebagai Keluarga Besar HKTI, dapat merenungkan atas apa-apa yang telah dikiprahkan selama ini. Dalam hal ini penting dipertanyakan apakah HKTI sebagai wadah perjuangan kaum tani telah menjalankan tugas dan fungsinya dalam melakukan perlindungan dan pembelaan petani akan adanya perilaku para oknum yang ingin memarginalkan kehidupan kaum tani ?

Sedangkan antisipasi sendiri, perlu difokuskan pada kemampuan segenap Keluarga Besar HKTI dalam membaca tanda-tanda jaman yang tengah menggelinding. Dalam kaitan ini, penting diperbincangkan apakah selama 52 tahun berkiprah HKTI telah menangkap keinginan dan kebutuhan kaum tani, sehingga lahir kebijakan, program dan kegiatan yang benar-benar memperlihatkan keberpihakan nyata kepada petani ?

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia atau HKTI adalah organisasi petani yang independen. Sejak kelahirannya 27 April tahun 1973, HKTI selalu “bebas nilai” dan tidak pernah menjadi “underbouw” Partai Politik tertentu.  Lain cerita jika mereka yang jadi Pengurusnya. Dalam kepengurusan HKTI, baik di Pusat atau Daerah berhimpunlah kader-kader partai politik terbaik. Ada kader Gerindra. GOLKAR, PDIP, Demokrat, PAN, PPP dan lain sebagainya.

Dalam wadah HKTI, semua sepakat yang diutamakan bukannya kepentingan Partai Politik masing-masing, tapi kepentingan petanilah yang perlu diperjuangkan. Itu sebabnya, tentu kita masih ingat di era Orde Baru, para tokoh HKTI selalu bersuara lantang menyampaikan gagasan terbaiknya. Dari Golkar ada Usman Hasan. Dari PPP ada Imam Chormen dan dari PDI ada Suko Waluyo.

Sekarang pun demikian. Kader-kader terbaik Partai Politik banyak yang berhimpun di HKTI. Ada Fadli Zon kader Partai Gerindra. Ada Jafar Hafsah kader Partai Demokrat. Ada Mindo Sianipar dari PDIP dan lain sebagainya. Semua ini menjelaskan kepada kita, HKTI betul-betul merupakan organisasi petani yang tidak mengekor ke salah satu kekuatan Partai Politik.

Terpilihnya Prabowo sebagai Presiden NKRI periode 2024-2029, tentu saja memberi kebahagiaan tersendiri bagi Keluarga Besar HKTI di seluruh Nusantara. Pasalnya, bukan hanya disebabkan Prabowo adalah aktivis HKTI yang diberi kehormatan dan tanggungjawab memimpin HKTI selama dua periode (10 tahun), namun Prabowo pun dikenal sebagai sosok anak bangsa yang cukup konsisten dalam upaya mensejahterakan petani.

Namun begitu, sekalipun Prabowo terpilih sebagai Presiden NKRI 5 tahun ke depan dan Prabowo juga tercatat sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, tidak berarti HKTI menjadi underbouw Partai Gerindra. HKTI tetap tampil sebagai organisasi petani yang menaungi seluruh kepentingan Partai Politik, kaum akademisi, kalangan dunia usaha, komunitas dan media.

Sikap kritis HKTI perlu tetap dijaga dan dipelihara. HKTI jangan sampai terkooptasi oleh kekuasaan. HKTI tidak pernah dirancang untuk menjadi pengekor penguasa. Tapi, sesuai dengan keberadaan dan jati dirinya, HKTI akan selalu berjuang untuk melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap petani.  Hak petani untuk hidup sejahtera tetap harus diperjuangkan seoptimal mungkin.

Justru dengan terpilihnya Prabowo sebagai Presiden, maka sikap kritis HKTI akan diuji. Mampukah HKTI sebagai organisasi petani yang independen memberikan kritik kepada Pemerintah yang Presidennya kali ini adalah mantan Ketua Umum HKTI, sekiranya ada kebijakan yang terekam akan meminggirkan petani dari pentas pembangunan ?

Jawabannya : harus mampu ! HKTI tetap mesti bersuara lantang dan nyaring untuk membela petani. Malah yang harus dilakukan HKTI adalah mengawal kebijakan Pemerintah untuk selalu menunjukkan keberpihakannya kepada petani. HKTI perlu menjaga adanya spleteran yang ingin memarginalkan kehidupan petani. Termasuk perilaku oknum yang ingin melestarikan kesengsaraan dan kenelangsaan petani.

Di negeri ini dalam 10 tahun terakhir (2013-2023), potret petani tampak semakin merisaukan. Jumlah petani gurem (petani berlahan sempit dengan kepemilikan rata-rata 0,25 hektar) membengkak dengan angka yang cukup signifikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyimpulkan jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) Gurem tercatat sebanyak 16,89 juta.

Dengan kata lain, mengalami  kenaikan sebesar 18,49% dari catatan jumlah RTUP Gurem pada 2013 yang jumlahnya hanya sebanyak 14,25 juta. Hal ini, mengindikasikan, lahan pertanian untuk bercocok tanam semakin sempit di berbagai wilayah Indonesia. Atau bisa juga dikatakan telah terjadi penggerusan terhadap lahan pertanian dengan angka yang cukup terukur.

Petani gurem adalah bagian dari warga bangsa yang kondisi kehidupan nya cukup memprihatinkan. Petani gurem merupakan warga bangsa yang rentan miskin. Semakin meningkat jumlah petani gurem, maka semakin banyak warga bangsa yang rentan miskin. Dalam 5 tahun ke depan, kita perjuangkan agar jumlah petani gurem di negeri ini semakin berkurang.

Terus terang, walau petani di negeri ini memiliki hak untuk hidup sejahtera dan bahagia, namun tetap saja menjadi kewajiban Pemerintah untuk mewujudkannya. Untul itu, HKTI sangat diharapkan mampu memberi pemikiran cerdas terkait dengan langkah percepatan dalam meningkarkan kesejahteraan petani beserta keluarganya.

Petani jelas mesti dibela dan jangan ditindas. Petani pasti perlu dilindungi dan jangan dipinggirkan. Pembelaan dan perlindungan petani bagi sebuah negara agraris, betul-betul sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Soal bagaimana kuta membela dan melindungi petani, kita percaya Tim Prabowo/Gibram telah memiliki jurus pamungkas terbaiknya.

Semakin sulitnya, pada saat musim panen tiba, mencari pekerja yang mau berkiprah menjadi petani dan semakin banyaknya anak muda perdesaan yang enggan menjadi petani, dalam tahun-tahun mendatang, sepertinya akan tampil menjadi soal serius yang butuh penanganan khusus. Agar ketertarikan nenjadi petani padi meningkat, Pemerintah penting untuk membuat jaminan bagi mereka yang berminat menjadi petani padi.

Sikap kritis HKTI sangatlah penting, terutama untuk menuju perbaikan ke arah yang lebih sempurna. Prabowo/Gibran tentu akan senang bila HKTI tetap memposisikan diri sebagai “partner” Pemerintah yang akan memberi pelayanan prima bagi masyarakat. Prabowo/Gibran bukan tokoh bangsa yang anti kritik. Mereka akan sangat senang, kalau diberi kritikan yang membangun dan berusaha mencarikan jalan keluar terbaiknya.

***

Judul: Bersama HKTI Membangun Bangsa
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja 
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *