MajmusSunda News, Kolom OPINI, Minggu (23/02/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Strategi Penyerapan Gabah Bulog yang Berkualitas” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Lewat salah satu pidatonya, Presiden Prabowo menyatakan sebagai bangsa pejuang, kita harus selalu optimis dalam menjawab persoalan yang muncul dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Begitupun dengan tekad Pemerintah untuk menugaskan Perum Bulog menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya saat musim panen berlangsung.
Pemerintah sebagai regulator pangan, tentu tidak akan menugaskan Perum Bulog selaku operator pangan untuk menyerap gabah setara 3 juta ton beras, jika tidak ada tujuan serius yang ingin dicapainya. Mengacu pada data yang diinformasikan Badan Pusat Statistik (BPS), untuk musim tanam Ok-Mar 2025, diproyeksikan produksi beras secara nasional akan berlimpah. Angka produksinya jauh lebih besar dari raihan tahun sebekumnya.

Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengatakan menurut data proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi pada Januari hingga Maret 2025 akan mengalami kenaikan mencapai 50%. Kenaikan ini dibandingkan periode yang sama pada 2024. Hal ini dikatakan usai meneken nota kesepahaman dengan BPS terkait data produksi padi.
Produksi Januari, Februari, Maret 2025, sesuai data BPS, juga sudah dilaporkan kepada Presiden. Angkanya naik dibanding tahun lalu. Naik 50% di Januari, lalu 49% di Februari, dibandingkan tahun lalu, pada bulan yang sama, dan 51% di bulan Maret. Tiga bulan berturut-turut. Di bulan April diharapkan produksinya juga akan meningkat cukup signifikan.
Atas gambaran ini, Pemerintah langsung mengumumkan pada tahun 2025, tidak akan dilakukan lagi impor beras. Pemerintah optimis, produksi beras dalam negeri yang berlimpah akan mampu mencukupi kebutuhan beras dalam negeri, baik untuk konsumsi masyarakat, untuk penguatan cadangan beras Pemerintah atau pun untuk kebutuhan program yang sifatnya mendesak.
Yang sering dipertanyakan masyarakat adalah sampai sejauh mana keakuratan data yang disampaikan BPS kepada Pemerintah tersebut, dapat dijamin kualitasnya. Ini perlu diutarakan, karena berdasarkan pengalaman, seringkali data pangan yang diinformasikan, tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, khisusnya menyangkut data luas tanam dan luas panen.
Soal data pangan yang sering dikatakan para pengamat masih jauh dari sempurna, memang harus menjadi perhatian kita bersama. Kemauan politik untuk melahirkan “Satu Data Pangan” Indonesia, rupanya segera harus diwujudlan. Kolaborasi antara lembaga penyedia data dengan lembaga perencanaan dan lembaga pengguna data pangan, secepatnya digarap dan jangan ditunda-tunda lagi.
Data yang berbeda, akan menghasilkan kesimpulan yang berlainan. Pengalaman menunjukan, jangankan data itu berbeda, data yang sama pun bisa jadi bakal menimbulkan tafsir yang berlainan. Itulah yang dialami bangsa kita 3 tahun lalu. Polemik data cadangan beras Pemerintah yang berujung dengan dibukanya lagi kran impor beras, menggambarkan antar Kementerian/Lembaga negara, berbeda tafsir terhadap data yang ada.
Kok bisa ? Bukankah data dasar yang dipakai sama-sama data Badan Pusat Statistik (BPS) ? Mengapa saat itu, kesimpulan Kementerian Pertanian seolah-olah berlainan dengan Perum Bulog ? Ada apa sebetulnya dengan data yang kita miliki ? Apakah gambaran ini menunjukan betapa sulitnya kita menafsirkan suatu data ? Atau memang, kita belum mampu membaca data dengan benar dan akurat ?
Keyakinan Pemerintah terhadap bakal melimpahnya produksi beras, tentu akan terjawab, sekiranya Perum Bulog mampu menyerap gabah petani sesuai dengan yang ditugaskan Pemerintah. Untuk membuktikan kebenarannya, boleh jadi akan terjawab, bila ke 10 jurus dibawah ini dapat diterapkan dengan baik. Kesepuluh jurus itu adalah :
Pertama, meningkatkan jaringan pengadaan gabah di daerah-daerah produsen untuk memudahkan petani menjual gabahnya. Kedua, mengembangkan sistem informasi yang memadai untuk memantau ketersediaan gabah, harga, dan kebutuhan Bulog. Ketiga, .eningkatkan kapasitas gudang Bulog untuk menampung gabah yang diterima dari petani.
Keempat, menggunakan teknologi, seperti sistem pengelolaan gudang dan sistem monitoring kualitas gabah, untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyerapan gabah. Kelima, meningkatkan kerja sama dengan petani untuk memahami kebutuhan dan harapan mereka dalam penyerapan gabah. Keenam, mengembangkan sistem pembayaran yang cepat dan efektif untuk memastikan petani menerima pembayaran yang tepat waktu.
Ketujuh, meningkatkan transparansi dalam proses penyerapan gabah, termasuk harga, kualitas, dan kuantitas gabah yang diterima. Kedelapan, mengembangkan sistem pengelolaan kualitas gabah untuk memastikan gabah yang diterima memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Kesembilan,
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) Bulog untuk memastikan penyerapan gabah berjalan efektif dan efisien. Dan kesepuluh,
mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi untuk memantau dan mengevaluasi kinerja penyerapan gabah.
Demikian, sepuluh langkah percepatan penyerapan gajah yang bisa dogarap oleh Perum Bulog. Dengan semangat juang tinggi, kita percaya Keluarga Besar Perum Bulog seluruh Indonesia akan mampu berkiprah terbaiknya guna memberi karya terindah bagi pembangunan pangan, khususnya dunia pergabahan dan perberasan di Tanah Merdeka.
Tugas menyerap gabah setara 3 juta ton beras, betul-betul merupakan “PR” penting bagi Perum Bulog yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata di lapangan. Disini, kepiawaian dan profesionalisme Perum Bulog benar-benar sangat dimintakan. Perum Bulog memang jempol. Ayo kita dukung bersama.
***
Judul: Strategi Penyerapan Gabah Bulog yang Berkualitas
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi