MajmusSunda News, Kamis (05/12/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Saat Bulog Membeli Gabah Petani” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Offtaker adalah pihak yang membeli hasil komoditas pertanian dan juga memasok kebutuhan industri atau pasar. Offtaker berperan penting dalam program food estate dengan memberikan pendampingan rutin kepada petani selama proses pertanian dan menyerap hasil panennya. Kerja sama antara petani dan offtaker bisa berlangsung selama pasar ada dan terus menyarap.
Dalam perkembangan Agribisbis Perberasan, offtaker memegang faktor penting demi keberlangsungan transaksi perdagangan antara produsen dengan konsumen. Kaitannya dengan penugasan pemerintah kepada Bulog untuk menjadi offtaker membeli gabah/beras petani di saat musim panen raya berlangsung, boleh jadi merupakan bentuk nyata pembelaan pemerintah terhadap petani.

Hal ini perlu disampaikan, mengingat saat panen raya tiba, petani seringkali mengeluhkan anjloknya harga gabah/beras di tingkat petani. Suasana seperti ini hampir berlangsung setiap musim panen, tanpa ada langkah konkrit untuk mencarikan jalan keluar terbaiknya. Hadirnya Bulog sebagai offtaker diharapkan dapat menjadi terobosan cerdas dalam melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap petani.
Banyak faktor yang membuat harga gabah/beras di tingkat petani anjlok di saat musim panen datang. Tudingan terbesar diarahkan kepada bandar, tengkulak, pedagang, dan pengusaha yang doyan menekan harga saat panen berlangsung. Mereka cenderung akan menggunakan “kekuatan”-nya dengan memanfaatkan posisi tawar petani yang relatif lemah.
Menghadapi kondisi seperti ini, pemerintah terkesan hampir tak berdaya menyikapinya. Kita sendiri tidak tahu dengan pasti mengapa pemerintah tidak berikhtiar untuk mencarikan pemecahan terbaiknya. Aspirasi petani yang meminta negara hadir dalam kesulitan, seringkali tidak digubris. Petani tetap saja dengan kesusahan yang harus dijalaninya.
Menampilkan Bulog sebagai offtaker dalam rangka membeli gabah/beras petani, bukanlah hal mudah untuk ditempuh. Banyak rintangan dan tantangan yang harus dijawab. Bukan saja Bulog membutuhkan mitra yang satu pola pikir dengan pemerintah guna melakukan perlindungan terhadap petani, tetapi memerlukan pula komunikasi yang inten dengan bandar, tengkulak, pedagang, dan lain- lain.
Tampil sebagai offtaker, Bulog sangat penting membangun suasana kebatinan yang kuat dengan para bandar dan tengkulak. Akan lebih keren, jika Bulog dapat mengajak mereka untuk sama-sama membeli gabah/beras petani dengan harga wajar dan memberi keuntungan pantas bagi petani. Bulog akan semakin keren jika tampil selaku pembawa pedang samurainya di lapangan.
Untuk itu, agar Bulog dapat memerankan diri sebagai lembaga pemerintah yang komit berjuang melakukan perlindungan terharap petani maka pengkajian ulang atas penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras mutlak dilakukan. HPP yang ditetapkan, diharapkan menjadi wujud keberpihakan pemerintah terhadap petani.
Kesulitan terbesar bagi Bulog dalam melaksanakan tugas dan fungsi selaku offtaker adalah menggeser “mindset” amtenar menjadi pengusaha yang profesional. Selama 21 tahun Bulog menjadi BUMN, terbukti belum mampu menampilkan Perum Bulog sebagai raksasa bisnis pangan yang kuat dan disegani keberadaannya oleh para pelaku bisnis yang ada.
Bila Bulog ingin tampil menjadi offtaker yang piawai dan dihormati keberadaannya oleh para pelaku pasar lain maka Bulog sangat perlu untuk merevitalisasi diri, baik personal atau kelembagaan, ke arah yang seirama dengan perjalanan dan perkembangan zaman. Bulog butuh “darah baru” dalam menggerakkan lembaganya.
Hal yang cukup sulit diwujudkan adalah mengajak para bandar dan tengkulak untuk berbagi keuntungan dengan petani. Adakah keikhlasan mereka untuk membeli gabah/beras dari petani dengan harga yang wajar dan tidak mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Jika selama ini keuntungan mereka 5 maka relakah mereka memberikannya 2 kepada petani?
Bulog juga perlu menjadi contoh untuk menumbuhkan prinsif “yang besar mencintai yang kecil dan yang kecil menghormati yang besar”. Bulog sebagai lembaga otonom pemerintah diharapkan mampu menularkan prinsif diatas kepada para bandar dan tengkulak sehingga tergerak hatinya untuk bersama-sama mencintai petani sesama anak bangsa.
Memposisikan Bulog sebagai offtaker yang memiliki semangat untuk meningkatkan kesejahteraan petani, sangatlah membutuhkan dukungan dari segenap komponen bangsa, khususnya para pihak yang terlibat langsung dalam dunia perberasan. Lemahnya posisi tawar petani dalam menjual hasil panennya, sedikit demi sedikit perlu ditingkatkan kekuatannya.
Bulog sendiri, mestinya cukup berperan dalam memperkuat posisi tawar petani dengan mengajak petani untuk meningkatkan kualitas hasil produksi yang dicapai. Sejalan dengan itu, Bulog pun ditantang untuk memberi kesadaran baru bagi bandar dan tengkulak, untuk bisa berbagi keuntungan dengan petani agar hak petani untuk hidup sejahtera segera dapat diwujudkan.
Inilah “pe-er” Bulog ke depan. Menjadi pelindung dan pembela petani, Bulog tidak cukup hanya dengan mengganti statis dari BUMN menjadi lembaga otonom. Pemerintah langsung di bawah Presiden, tetapi yang lebih penting lagi adalah merubah “mindset” pegawai dan “karakter” para petugas pelaksana di lapangan.
***
Judul: Saat Bulog Membeli Gabah Petani
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi