Momen Kepulangan

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif

Kafilah
Ilustrasi: Serombongan kafilah sedang melintasi padang pasir - (Sumber: Arie/MMS)

MajmusSunda News, Rabu (26/03/2025) Artikel berjudul “Momen Kepulangan” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Saudaraku, adakah saat yang paling dirindukan para pengembara selain menemukan momen kepulangan? Fakta keterlemparan manusia dari “langit suci” dan kebertualangan dari asal tumpah darah membuat sukmanya senantiasa resah-gelisah, merindukan luang berpulang ke rahim Illahi dan kampung halaman.

Kesibukan mengejar kebutuhan dan kesenangan duniawi bisa membuat orang lupa diri sebagai perantau. Al-Ghazali mengibaratkan “materi” itu laksana kuda tunggangan bagi jiwa dalam pengembaraan jati dirinya. Sang jiwa harus memenuhi kebutuhan tunggangannya agar bisa mencapai tujuan. Namun, jika terlalu banyak menyita masa untuk memberi makan dan mengaguminya, sang jiwa mengantuk, tercecer di perjalanan, tak mencapai tujuan kepulangan.

TKI
Ilustrasi: TKI baru pulang dari merantau di negeri orang – (Sumber: Arie/MMS)

Jeda puasa diharapkan bisa membuat sang jiwa siuman kembali. Buah dari kekhusyukan ibadah dan amal saleh adalah membersihkan kembali cermin hati, alat pemancar roh Illahi. Hati yang bersih bisa memantulkan kembali cahaya Tuhan dan tumpuan manusia mengaca diri. Dengan mengaca diri, manusia bisa mengenali siapa dirinya; dari mana berasal dan ke mana berpulang.

Demikianlah, sepanjang tahun para perantau bergelut mengejar nikmat, berkah langit yang turun bak air hujan. Lewat penyadaran puasa, kedatangan Idul Fitri menjemput mereka kembali ke kelampauan asal spiritual dan sosial, seperti akar yang meneruskan air hujan ke sungai, lantas mengalirkannya hingga ufuk terjauh.

Seperti burung yang riang pulang ke sarang, kita rayakan kepulangan ke rahim fitri dengan sukacita. Kepulangan ini terasa lebih syahdu dengan senandung gema kebesaran Tuhan serta bingkisan bagi handai tolan. Setelah setahun menyerap hujan berkah langit, saatnya pengembara merembeskan air (rezeki) kebahagiaan bagi warga bumi agar akar rumput di segala pelosok negeri bangkit kembali dari kekeringannya.

Selamat berpulang. Semoga terlahir kembali sebagai pemenang.

***

Judul: Momen Kepulangan
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang penulis

Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Prof. Yudi Latif
Prof. Yudi Latif – (Sumber: beritaenam.com)

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.

Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.

Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *