MajmusSunda News, Kolom Artikel/Opini, Jumat (17/10/2025) – Artikel Serial Tropikanisasi dan Kooperatisasi berjudul “Ekspansi Industri Nasional KPDN: Dari 1000 Hektar ke 7.4 Juta Hektar” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Pinisepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.
DALANG: (Dengan suara menggelegar) Heeeeyaaa…! Di kerajaan Pandawa, kabar gembira datang! KPDN berhasil menggarap 1000 hektar pertama! Tapi Sengkuni dan Dorna sudah bersiap menggagalkan…
Lagu Selingan: Gundul_gundul Pacul
[Panggung wayang golek hidup. Semar, Cepot, Gareng, dan Dawala muncul dengan peta digital]
SEMAR: (Bergaya kocak) Wuss…! Anak-anakku, 1000 hektar berhasil! Sekarang kita ekspansi ke 7,4 juta hektar!
CEPOT: (Melompat-lompat) Wah, Pak Semar! Dari seribu ke tujuh juta? Ini seperti Cepot makan nasi sepiring jadi seribu piring!
GARENG: (Bergaya kikuk) Nek… nek arep takon, yang tujuh juta hektar itu segede apa sih?
DAWALA: (Tertawa terbahak) Gede banget! Bisa buat main bola sampai ke bulan!
[Arjuna masuk dengan Sumbadra, Srikandi, dan Larasati]
ARJUNA: “Semar, kami siap mendukung! Srikandi akan pimpin pasukan teknologi, Sumbadra urus logistik, Larasati handle pendidikan!”
BABAK 1: PETA EKSPANSI NASIONAL
SEMAR: (Menunjukkan peta wayang interaktif) “Nih lihat peta kita!”
CEPOT: (Mengintip dekat) “Wah, Jawa 3,2 juta hektar! Sumatera 2,1 juta! Sulawesi 1,2 juta! Crazy!”
GARENG: “Nek… Kalimantan cuma 0,4 juta? Kasian deh…”
DAWALA: “Jangan kasian! Nanti kita kembangkan jadi yang terbaik!”
[Sengkuni dan Dorna muncul dengan gaya licik]
SENGKUNI: (Suara melengking) Hssss… Mustahil! Mustahil! Rakyat kecil tidak akan mampu!
DORNA: (Berbisik jahat) Benar, benar… Biarkan mereka gagal!
BABAK 2: SIMULASI DAMPAK
KRESNA: (Muncul dengan aura bijak) “Saudaraku, dengarkan hitungan suci…”
DIGITAL TWIN EKONOMI: (Suara robot wayang) “Dari 7,4 juta hektar: Pendapatan petani naik Rp 156 triliun! 3,7 juta lapangan kerja baru!”
CEPOT: (Jatuh jungkir balik) Wih! Bisa beli bakso se-kerajaan nih!
BABAK 3: STRATEGI KLUSTER
SEMAR: “Kita buat kluster terintegrasi!”
DAWALA: “Ada kluster benih, pupuk, irigasi, sampai energi!”
GARENG: “Kluster? Itu kayak kue kluster ya, Pak?”
[Semar geleng-geleng, penonton tertawa]
BABAK 4: KLUSTER INPUT PERTANIAN
SRIKANDI: (Dengan busana modern) “Kami siapkan benih unggul, pupuk organik, irigasi presisi!”
SUMBADRA: “Dan pestisida hayati ramah lingkungan!”
LARASATI: “Saya akan latih petani dengan teknologi terbaru!”
BABAK 5: INFRASTRUKTUR
ARJUNA: “Kita bangun jaringan logistik terpadu! Digital platform! Pusat pelatihan!”
CEPOT: “Wah, Arjuna sekarang jago teknologi ya? Bisa main game online nggak?”
BABAK 6: TAHAPAN EKSPANSI
SEMAR: “Dengar tahapannya! 2026-2028: 500 ribu hektar per tahun!”
GARENG: “Lama amat, Semar… Nunggunya sampai ubanan…”
DAWALA: “Sabarrr… Ini kan buat masa depan!”
BABAK 7: PEMBIAYAAN
KRESNA: “Dana sudah disiapkan! Koperasi 30%, bank 40%, green bond 20%, CSR 10%!”
SENGKUNI: (Mencemooh) Hsss… Pasti korupsi! Pasti!
DORNA: (Membisiki) Aduh, Sengkuni… Jangan buru-buru…
BABAK 8: DUKUNGAN REGULASI
MENTERI KOPERASI: (Muncul sebagai wayang baru) “Kami siapkan UU Koperasi Industri! Perpres Kawasan Koperasi!”
SEMAR: “Nah, dapat dukungan!”
BABAK 9: KEMITRAAN
ARJUNA: “Kita gandeng BUMN, swasta, lembaga internasional, universitas!”
SRIKANDI: “Dan perempuan petani akan jadi ujung tombak!”
BABAK 10: MANFAAT SOSIAL
DIGITAL TWIN SOSIAL: “8,5 juta keluarga terbebas dari kemiskinan! 45 juta dapat gizi baik!”
CEPOT: (Menari-nari) Asyiiik! Tidak ada lagi yang kelaparan!
BABAK 11: REVOLUSI DIGITAL
GARENG: “Digital? Itu yang pakai jari begini-begini ya?” (Mengejar-ngejar layar sentuh imajiner)
DAWALA: (Tertawa) Bukan begitu, Gareng!
BABAK 12: TANTANGAN & SOLUSI
SENGKUNI: (Berteriak) MUSTAHIL! Petani tidak akan paham teknologi!
SRIKANDI: (Dengan tablet wayang) “SALAH! Kami buat sekolah koperasi! Magang bertahap!”
PETANI MUDA: (Muncul) “Dengan pendapatan naik, kami mau belajar!”
BABAK 13: TESTIMONI
PETANI SULAWESI: “Kami bisa swasembada benih dan pupuk!”
PETANI JAWA BARAT: “Irigasi presisi hemat air 50%!”
PEREMPUAN PETANI: “Kami produksi pestisida hayati sendiri!”
BABAK 14: GREEN ECONOMY
KRESNA: “Inilah ekonomi hijau sejati! Energi terbarukan, pengurangan emisi, lingkungan lestari!”
SENGKUNI: (Marah) Hsss… Omong kosong!
BABAK 15: VISI 2034
SEMAR: (Berdiri megah) “Bayangkan! 7,4 juta hektar hijau! 8,5 juta keluarga sejahtera!”
ARJUNA: “Dan Pandawa jadi contoh dunia!”
BABAK 16: KONFRONTASI AKHIR
SENGKUNI: (Putus asa) Tidak! Tidak bisa! Sistem KPDN terlalu bagus untuk kami lawan!
DORNA: (Menyerah) Kita kalah, Sengkuni… Kalah…
KRESNA: “Kebenaran selalu menang, Saudaraku…”
SABDA PENUTUP SEMAR:
Dengarlah hai rakyat Pandawa
Dari seribu hektar permulaan
Menuju tujuh juta hektar jaya
Koperasi membawa berkah
Dengan gotong royong digital
Dengan teknologi tepat guna
Dengan hati yang tulus ikhlas
Kita wujudkan kemandirian
Sengkuni dan Dorna kalah
Karena kebenaran menang
Karena rakyat bersatu
Membangun negeri tercinta
[Semar, Cepot, Gareng, Dawala menari gembira. Arjuna dan istri-istrinya bersorak. Sengkuni dan Dorna kabur]
DALANG: Heeeeyaaaa…! Maka berhasillah ekspansi industri koperasi! Namun perjuangan belum selesai!
***
Noted:
Tropikanisasi adalah sebuah konsep transformatif yang merujuk pada proses mengangkat, memulihkan, dan memodernisasi kekayaan tropis—baik dalam pangan, budaya, ekonomi, maupun spiritualitas—sebagai fondasi kedaulatan dan keberlanjutan bangsa tropis seperti Indonesia.
Judul: Ekspansi Industri Nasional KPDN: Dari 1000 Hektar ke 7.4 Juta Hektar
Penulis: Prof. Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas Info Penulis
Prof. Agus Pakpahan memimpin IKOPIN University sejak 29 Mei 2023 untuk periode 2023–2027. Ia dikenal sebagai ekonom pertanian yang menaruh perhatian pada penguatan ekosistem perkoperasian dan tata kelola kebijakan publik.

Di bawah kepemimpinan Agus Pakpahan, IKOPIN mendorong kemitraan strategis dan pembenahan tata kelola kampus, termasuk menyambut inisiatif pemerintah agar IKOPIN bertransformasi menuju skema Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan Kemenkop UKM—sebuah langkah untuk memperkuat daya saing kelembagaan dan mutu layanan pendidikan. “Pendidikan yang berpihak pada kemajuan adalah jembatan masa depan,” demikian ruh visi yang ia usung.
Lahir di Sumedang, 29 Januari 1956, Agus Pakpahan menempuh S-1 di Fakultas Kehutanan IPB (1978) dan meraih M.S. Ekonomi Pertanian di IPB (1981). Ia kemudian meraih Ph.D. Ekonomi Pertanian dengan spesialisasi Ekonomi Sumber Daya Alam dari Michigan State University (1988). Latar akademik ini mengokohkan reputasinya di bidang kebijakan sumber daya alam, pertanian, dan pembangunan pedesaan. “Ilmu adalah cahaya; manfaatnya adalah sinar yang menuntun,” menjadi prinsip kerja ilmiahnya.
Kariernya panjang di pemerintahan: bertugas di Bappenas pada 1990-an, lalu dipercaya sebagai Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (1998–2002). Di tengah restrukturisasi, ia memilih mundur pada 2002—sebuah sikap yang tercatat luas di media arus utama.
Sesudahnya, Agus Pakpahan menjabat Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan, dan Penerbitan (2005–2010), memperlihatkan kapasitasnya menautkan riset, kebijakan, dan bisnis negara. “Integritas adalah kompas; kebijakan adalah peta,” ringkasnya tentang tata kelola.
Sebagai akademisi-pemimpin, Agus Pakpahan aktif membangun jejaring dan kurikulum. Kunjungan kerja ke FEB UNY menegaskan orientasi penguatan kompetensi usaha dan koperasi, sementara di tingkat lokal ia melepas ratusan mahasiswa KKN untuk mengabdi di puluhan desa di Sumedang—mendorong pembelajaran kontekstual dan solusi nyata bagi masyarakat. “Belajar adalah bekerja untuk sesama,” begitu pesan yang kerap ia gaungkan pada kegiatan kampus.
Di luar kampus, kiprah Agus Pakpahan terekam dalam wacana publik seputar hutan, pertanian, ekonomi sirkular, dan perkoperasian—menginspirasi komunitas petani serta pemangku kepentingan untuk berinovasi tanpa meninggalkan nilai-nilai gotong royong.
Esai dan pandangan Agus Pakpahan di berbagai media bereputasi menunjukkan konsistensinya pada pembangunan yang adil dan berkelanjutan. “Kemajuan tanpa keadilan hanyalah percepatan tanpa arah; keadilan memberi makna pada laju,” adalah mutiara yang merangkum jalan pikirannya.