MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jumat (20/12/2024) – Artikel berjudul “Cita Masa Depan Kebudayaan Indonesia” ini pernah disampaikan penulis melalui pidato pada acara pertemuan antara Menteri Kebudayaan, Dr. Fadli Zon dengan anggota dan pengurus Majelis Musyawarah Sunda (MMS) pada Sabtu (14/12/2024) di Rumah Budaya Ciumbuleuit, Kota Bandung, Jawa Barat.
Kita semua bersyukur, pada tahapan perkembangan membangun peradaban republik ini, pada tahun 2017 negara memutuskan Undang-Undang (UU) Pemajuan Kebudayaan. UU ini tujuannya adalah menjadikan budaya sebagai investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa.
Adapun ruang lingkup utama Pemajuan Kebudayaan yaitu: Pendataan, perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. Dengan tugas yang diberikan UU ini setiap kabupaten dan kota di Indonesia diharuskan menginventarisasi Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) yang terdiri dari 10 OPK.

OPK yang dimaksud, yaitu: 1) Tradisi Lisan; 2) Manuskrip; 3) Adat Istiadat; 4) Ritus; 5) Teknologi Tadisional; 6) Pengetahuan Tradisional; 7) Seni; 8) Bahasa; 9) Permainan rakyat, dan; 10) Olah raga Tradisional.
Seluruh Kota di Indonesia sudah mendata dan menginventarisir ke 10 OPK tersebut, kemudian berdasarkan data tersebut Pemerintah Daerah (Pemda) merumuskan Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah yang dilegalisasi oleh bupati/wali kota menjadi Peraturan Bupati (Perbup) atau Peraturan Wali Kota (Perwali). Itu semua sudah selesai dilakukan. Berdasarkan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dari tiap kabupaten/kota, pemerintah pusat pun sudah menetapkan Strategi Kebudayaan.
Setelah itu semua selesai dilakukan, kita semua menyadari bahwa budaya bangsa, atau seluruh budaya timur, berada pada posisi bertahan menghadapi serbuan peradaban Barat.
Strategi kebudayaan ini adalah strategi bertahan bangsa Indonesia agar budayanya tidak lenyap maka selanjutnya pertanyaannya adalah, bagaimana gambaran atau desain kebudayaan bangsa Indonesia pada masa depan.
Ini adalah pertanyaan yang diajukan oleh MMS.
Batas waktu Kebudayaan, yaitu dimulai sejak masa silam hingga hari ini.
Apabila kita merencanakan kebudayaan pada masa depan maka sebenarnya kita sedang merencanakan sebuah peradaban baru, peradaban bangsa Indonesia.
Kemudian pertanyaannya, peradaban seperti apa yang hendak kita bangun?
Visi Peradaban sebaiknya ditetapkan oleh negara. Kenapa harus ditetapkan oleh negara? Hal ini karena saya merujuk pada teori kekuasaan filsuf post modern, Michael Foucoult. Dia berpendapat bahwa kekuasaan itu produktip. Kekuasaan yang memproduksi masyarakat. Berdasarkan pendapat itu maka puncak produktivitas, puncak kreativitas negara adalah peradaban.
Salah satu pencapaian peradaban umat manusia adalah sistem hukum yang dimulai dari konstitusi. Seluruh hukum yang mengatur tata hidup masyarakat, merupakan turunan dari konstitusi. Maka demikian pula bila kita hendak menyusun visi peradaban.
Visi Peradaban harus kita rujuk dari Pembukaan UUD 45. Hal ini kita mulai dari salah satu tujuan didirikannya Republik Indonesia, mencerdaskan kehidupan Bangsa dan menyejahterakan rakyat. Ini adalah basis peradaban yang akan kita bangun. Kehidupan yang memiliki adab hanya dapat di bangun apabila tidak ada lagi orang miskin di Indonesia.
Peradaban hanya dapat kita bangun apabila taraf kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seluruh anak bangsa sudah mencapai taraf tertentu yang terstandarisasi.
Umat manusia saat ini sudah menyadari bahwa Peradaban kedepan akan terus didorong oleh teknologi. Peradaban kedepan adalah teknologi digital dan Artificial Intelligene maka peradaban Indonesia ke depan yang harus dibangun adalah Indonesia yang terdigitalisasi oleh Artificial Intelligence yang berbasis budaya.
Basis budaya ini penting karena user/pengguna Artificial Intelligence itu manusia, dalam hal ini manusia Indonesia yang berbudaya Indonesia.
Manusia Indonesia yang berbudaya Indonesia ini adalah manusia Indonesia yang memiliki karakter bangsa Indonesia yang kemudian membentuk jati diri bangsa.
Saya mengusulkan agar Karakter manusia Indonesia ini ditetapkan saja oleh negara. Hal ini saya maksudkan karena kita bisa belajar dari bangsa Jepang. Saat itu Kaisar Meiji memutuskan untuk merestorasi bangsa Jepang agar melakukan Industrialisasi untuk mengejar ketertinggalan Jepang dari Barat.
Sebagai Kaisar Meiji, dia tahu betul bahwa budaya Jepang tidak pas dengan budaya industri, bangsa Jepang itu malas dan tidak disiplin. Oleh karena itu dia menetapkan Bushido, karakter Jepang asli yang kemudian diajarkan kepada seluruh pelajar di Jepang.
Kaisar Meiji berhasil mengubah watak bangsa Jepang menjadi Disiplin, bersih, dan gila kerja. Ketika bom meletus di Hirosima dan Nagasaki, Kaisar Hirohito bertanya, berapa banyak guru di Jepang yang masih tersisa? Hirohito tahu betul, tulang punggung pembentukan karakter bangsa Jepang, identitas bangsa Jepang, kemampuan Jebang untuk bangkit lagi, ditentukan oleh guru.
Dengan belajar dari bangsa Jepang maka sebaiknya karakter bangsa Indonesia ditetapkan oleh negara.
Demikianlah usulan yang disampaikan oleh Dewan Pakar Kebudayaan dan Sejarah MMS kepada Bapak Menteri Kebudayaan Dr. Fadli Zon.
Kami mengusulkan dua hal, yakni:
Pertama, Visi Bangsa ditetapkan oleh negara dan kedua, karakter Bangsa Indonesia ditetapkan oleh negara.
Semoga hal ini dapat menjadi bahan pemikiran yang dalam bagi Menteri Kebudayaan Republik Indonesia.
***
Judul: Cita Masa Depan Kebudayaan Indonesia
Kontributor: H. Avi Taufik, Ketua Pokja Budaya dan Sejarah Majelis Musyawarah Sunda (MMS)
Editor: AZM/JH