MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (09/10/2024) – Artikel dalam berjudul “Budidaya Digjaya Mitigasi untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai Solusi dalam Mengatasi Krisis Pangan” ini ditulis oleh: Andri Perkasa Kantaprawira, S.IP., M.M., Ketua Gerakan Pilihan Sunda (Gerpis) dan Anggota Badan Pekerja Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
KRISIS POLITIK EKONOMI DUNIA
Ketahanan Pangan (food security) dan Kedaulatan Pangan (food sovereignity) adalah dua isu yang sangat penting dan strategis dalam kuat dan kokohnya suatu negara dalam menghadapi tantangan nasional dan global karena faktual tidak satu pun negara yang dapat melaksanakan pembangunan secara mantap sebelum mampu mewujudkan ketahanan pangan terlebih dahulu.

Ketahanan pangan sangat penting bagi negara karena kekurangan pangan berdampak pada berbagai hal, seperti: stabilitas ekonomi, stabilitas nasional, kekuatan negara, dan pemenuhan gizi masyarakat. Masalah ketahanan pangan menjadi isu global karena pertumbuhan populasi yang cepat, perubahan iklim, dan degradasi lingkungan.
Situasi internasional yang panas dibeberapa belahan dunia yaitu di Timur Tengah (Palestina, Iran, Vs Israel) dan Asia Timur (Perang Rusia Ukraina) telah mengakibatkan tidak hanya masalah kemanusiaan, tetapi mengakibatkan kegoncangan dalam stabilitas pasokan dan harga energi, serta bahan-bahan kebutuhan pokok yang mana setiap negara harus mampu memperkuat kemampuan nasionalnya secara mandiri dengan cepat untuk mengatisipasi segala kemungkinan terburuk dari situasi internasional yang berkembang.
Negara Indonesia pascapembangunan yang terencana (Rencana Pembangunan Lima Tahun/Repelita) dan adanya Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada masa Orde Baru yang pada 1984 mencapai Swasembada Pangan. Namun, saat ini adalah pengimpor besar kebutuhan pangan, padahal begitu banyak hasil penelitian di bidang pangan bisa merevitalisasi potensi ketahanan pangan yang berbasis modern, berdasar pengetahuan modern maupun pengetahuan lokal (local knowledge) dan berbasis riset atau praksis (teori dan praktek) langsung dari para petani-petani ulung di lapangan.
Sektor Pertanian dan pangan dalam 10 tahun terakhir mengalami berbagai permasalahan meliputi: peningkatan jumlah petani miskin; impor bahan pangan dalam jumlah besar untuk beberapa komoditas; penurunan lahan sawah sebesar satu juta hektar selama tujuh tahun; dan proyek food estate yang melanggar empat pilar pengembangan lahan; (1) kelayakan tanah dan agroklimat, (2) kelayakan infrastruktur, (3) kelayakan sosial ekonomi, dan (4) kelayakan teknologi.
Kedaulatan pangan yang mensejahterakan petani dapat ditempuh melalui reorientasi ekonomi politik kedaulatan pangan yang menggabungkan beberapa kebijakan nasional secara integral, yaitu peningkatan kapasitas dan kesejahteraan petani melalui teknik budidaya yang lebih efisien dan produktif, pembangunan kooporasi petani sehingga memperkuat kolektivitas daya tawar petani sebagai produsen dan konsumen (cooperative farming), perlindungan, dan kebijakan pemihakan (affirmative policy) bagi petani baik dari aktor ekonomi besar kapitalistik (antara lain land grabbing) dari luar dan dalam, apalagi yang para pemburu rente ekonomi perdagangan dalam dan luar negeri (ekspor-impor) yang mengatur distribusi dan harga pangan.
Pokja Agraria Gerakan Pilihan Sunda sejak empat tahun yang lalu mencoba bersumbangsih kepada negara untuk memecahkan masalah krusial dalam pertanian beras sebagai titik ungkil penting membangun ketahanan dan kedaulatan pangan, bekerja sama dengan PT Thara Jaya Niaga yang berpengalaman dalam membaca kelebihan dan kekurangan teknik budidaya dan industrilialisasi beras di Mekong Country (Thailand, Vietnam, Kamboja, Laos), dan India, serta China mengembangkan Budidaya Digjaya yang artinya unggul secara jangka panjang dalam persaingan.
Titik ungkil yang ditawarkan adalah meningkatkan produktivitas pertanian, baik dari hasil per hektar maupun meningkatkan Indeks Pertanaman menjadi bisa empat kali dalam waktu satu tahun sehingga kalkulasi konservatif hasil Budidaya Digjaya adalah 35 ton/Ha/tahun, melebihi rata-rata nasional 11-12 ton/Ha/tahun atau pun maksimal hasil di Mekong Country 14-16 ton/Ha/tahun.

Budidaya Digjaya melakukan teknik tabela omol (tanam benih langsung benih banyak) yang berbeda dengan teknik tanam pindah (tandur), serta selanjutnya berdasarkan pengetahuan lokal karuhun dilanjutkan dengan teknik menir/salibu sehingga indeks pertanaman bisa mencapai empat kali setahun. Teknik Budidaya Digjaya ini merupakan bauran dari pengetahuan lokal dan pengetahuan akademik dari seorang petani senior yang menjadi Ketua Pokja Agraria Gerakan Pilihan Sunda, H. Endang Sulaeman.
Panen padi Budidaya seluas kurang lebih 7 Ha dilahan seluas 13,5 Ha yang ditanami dua jenis varietas hasil Riset Balai Benih Sukamandi yaitu Varietas Digdaya (7 Ha) dan Varietas Ciherang Sub-1 (setara dengan Nutrient Zinc anti stunting seluas 3 Ha) dihadiri oleh berbagai stakeholder, antara Dr. Fadli Zon (Ketua DPN HKTI), Dr. Ir. Suwandi, M.Si. (Dirjen Tanaman Pangan), Dr. Puji Lestari (Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN), dan Ir. Ali Jamil, M.S, PhD (Direktur Serelia Ditjen Tanaman Pangan).

Hadir juga Diyan Anggraeni Sugiarto (Direktur Utama PT Thara Jaya Niaga), Dr. Ahmad Heryawan, Lc, M.Si. (Anggota DPR RI Dapil II Kabupaten Bandung), M.Q. Iswara (Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat), Dr. Ernawan Koesoemaatmadja, S.Psi., M.B.A., dan Mayjen TNI (Purn) Tatang Zaenudin (Pembina Gerakan Pilihan Sunda/Presiden Tani Indonesia).
Selain itu ada H. Otong Wiranta (Ketua KTNA Jawa Barat), Pimpinan Balai Benih Sukamandi, Utusan Kemeninvest, Drs. Mahpudi Sukirman, M.T. (Direktur IKAPI Jawa Barat), Rd. Holil Aksan Umarzein (Wakil Ketua IPHI/Pembina Gerpis) dan Andri P. Kantaprawira, S.IP., M.M. (Ketua Gerakan Pilihan Sunda/Gerpis).

Kehadiran mereka membuktikan bahwa undangan Gerakan Pilihan Sunda (Gerpis) dan PT Thara Jaya Niaga mendapat sambutan positif dari banyak pemangku kepentingan untuk melihat di lapangan apakah benar bahwa teknik Budidaya Digjaya ini dapat dengan segera dalam 1-3 tahun ke depan membangun Ketahanan Pangan Negeri karena hasil produksinya merupakan nilai lompatan dari 11-12 ton/Ha/tahun menjadi 35 ton/Ha/tahun, artinya bila mengandalkan luasan sawah di Jawa Barat 922.000 Ha dan luasan panen 1,66 juta Ha/tahun maka importasi 3,5 juta padi dari luar negeri dapat ditangani dengan menggunakan lahan sawah yang ada.
Visi Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045 yang diwujudkan dalam 8 Misi (Asta Cita) yaitu terutama Asta ke-2 memantapkan sistem pertahanan dan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru, mendapatkan contoh nyatanya dari Budidaya Digjaya di Ciherang.
Kehadiran Dr. H. Fadli Zon dan para pemangku kepentingan strategis lainnya dalam acara panen ini diharapkan memberi contoh nyata (praksis) titik ungkil untuk kebijakan pangan ke depan, dimulai dari kebutuhan pangan paling pokok yaitu beras.
Presiden ke-8 Republik Indonesia Jenderal (Purn) Prabowo Subianto sebagai pemimpin berlatar belakang militer yang cerdas dan tegas membaca lingkungan internasional yang panas dan berbahaya bagi stabilitas global dan nasional semoga dengan dapat menjadikan Budidaya Digjaya ini solusi yang memitigasi untuk ancaman terhadap ketahanan dan kedaulatan pangan, di samping kebijakan-kebijakan terobosan lainnya. (Andri/Gerpis/MajmusSunda).
***
Judul: Budidaya Digjaya Mitigasi untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai Solusi dalam Mengatasi Krisis Pangan
Penulis: Andri Perkasa Kantaprawira, S.IP., M.M.
Editor: Jumari Haryadi