MajmusSunda News, Kota Bandung, Rabu (06/11/2024) – Hari ini H. Anies R. Baswedan, Ph.D. menjadi tamu di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Pendidikan Indonesia (FPBS UPI). Akademisi yang mengikuti pencalonan RI-1 tahun 2024 ini menerima undangan Dekan FPBS, Prof. Dr. Hj. Tri Indri Hardini, M.Pd., untuk memberi kuliah umum dengan tajuk “Meningkatkan Rasa Cinta Tanah Air melalui Pendidikan Bahasa dan Sastra”.
Acara dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Riset, Usaha, dan Kerja Sama UPI, Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd., M.A., setelah sebelumnya Dekan FPBS, Prof. Dr. Hj. Tri Indri Hardini, M.Pd. memberi sambutan pada acara tersebut. Doa kebangsaan dipanjatkan oleh Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd. untuk kelancaran dan kesuksesan acara, juga bagi kebaikan bangsa Indonesia.
Sesi kuliah umum dipandu oleh Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UPI, Prof. Dr. H. Dadang Sunendar, M. Hum., yang juga Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Republik Indonesia tahun 2015-2020.

Dalam pembukaan kuliahnya, H. Anies R. Baswedan bercerita tentang ibunya, Aliyah yang merupakan alumni Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung dan kemudian menjadi dosen, sebelum akhirnya dibawa ke Yogyakarta oleh suaminya, A.R. Baswedan. Walaupun demikian, dalam keadaan mengandung bayi Anies, ibunya masih tetap bolak-balik Yogyakarta-Bandung dan kemudian Jakarta-Bandung untuk mengajar di IKIP Bandung.
Tidak heran kalau H. Anies R. Baswedan menyebut bahwa dirinya adalah anak dosen IKIP Bandung. Selain itu, diceritakan pula bahwa ibunya selalu membawa Anies kecil ke Ledeng. Oleh karena itu, ketika H. Anies mendapat tugas memberi kuliah di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Satra, Universitas Pendidikan Bandung Indonesia maka dengan tersenyum bahagia ia mengatakan bahwa dirinya merasa seperti panggilan pulang ke kampung halamannya sendiri.

Lebih lanjut H. Anies bercerita bahwa neneknya adalah pituin urang Ciamis yang sehari-harinya selalu menggunakan bahasa Sunda dan menjawab pertanyaan dengan bahasa Sunda. Bahkan, neneknya tidak pernah menggunakan bahasa Indonesia. Jadi persentuhan dengan bahasa daerah, terutama Sunda dan Jawa merupakan hal alamiah yang diterimanya dari lingkungan keluarga. Hal itu juga yang kemudian menginspirasi pengembangan bahasa Indonesia dari bahasa-bahasa daerah.
Sekitar hampir satu jam H. Anies R. Baswedan memberikan kuliah, kemudian dilanjutkan tanya jawab dengan mahasiswa. Dalam isi ceramahnya, ia menekankan perlunya lema bahasa Indonesia untuk ditambah dan dikembangkan sehingga kompeten dan relevan sebagai bahasa yang berdaya yang mampu mendeskripsikan, mengidentifikasi, dan menjadi bahasa ilmu pengetahuan yang dapat bersaing dengan bahasa asing lainnya.
“Karena kekuatan kata-kata tidak sembarang. Kata-kata akan mempengaruhi dunia,” ungkap H. Anies R. Baswedan.
Lema bahasa Indonesia selama H. Anies R. Baswedan menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah diupayakan bertambah dengan mengakomodir bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Upaya tersebut dikomunikasikan dengan Badan Bahasa yang pada waktu itu, Prof. Dadang Sunendar adalah kepalanya. Hingga tahun 2023, lema bahasa Indonesia telah bertambah menjadi sekitar 100 ribu lebih bahasa Indonesia dari sekitar 27 ribu lema bahasa Indonesia.
Menurut tokoh yang pernah menjabat Gubernur DKI tahun 2017-2022 tersebut, bahasa Indonesia bukan hanya sebagai bahasa pemersatu bangsa, tetapi juga bagai tenunan yang mengikat, unik, dan indah, serta bersenyawa dengan bangsa-bangsa di Indonesia. Bangsa di Indonesia tidak pernah kehilangan kesukuannya ketika menggunakan bahasa Indonesia, hal yang sangat berbeda dan tidak dipunyai oleh bangsa mana pun, termasuk bangsa-bangsa di Eropa.
Dalam sesi tanya jawab, H. Anies R. Baswedan begitu antusias menjawab pertanyaan dan tanggapan dari mahasiswa dan dosen. Menurutnya, dalam menumbuhkan minat membaca harus dimulai dari rumah dengan motivasi dan tauladan orang tua terhadap buku.
Kemudian, dalam mendudukan bahasa daerah, Indonesia, dan internasional, sudah seharusnya ditambah dengan kata mengembangkan. Jadi, bukan hanya melestarikan bahasa daerah dan mengutamakan bahasa Indonesia, tetapi seharusnya dengan mengembangkan kedua bahasa tersebut.
Sementara itu terkait dengan jargon menguasai bahasa asing, H. Anies R. Baswedan menyarankan agar ditambah dengan bahasa antarbangsa yang menjadi bahasa internasional karena tidak setiap bahasa asing adalah bahasa antarbangsa (internasional).
Dalam kesempatan tanya jawab itu pula, Prof. Dr. Chye Retty Isnendes, S.Pd., M.Hum. membacakan sebuah puisi tentang perjuangan H. Anies dalam kepemimpinannya. Momen tersebut mengundang haru para peserta, terutama mereka yang berada dalam ruangan.
Memang, peserta yang hadir dalam kuliah umum tersebut sebanyak 1000 orang dengan hitungan 900-an peserta melalui daring (dalam jaringan) dan sisanya 100 orang lebih melalui luring (luar jaringan) di auditorium FPBS. Lantai atas dan bawah dipenuhi peserta kuliah umum yang terdiri atas dosen dan mahasiswa.

Gaya retoris H. Anies R. Baswedan yang memikat, ditambah kontennya yang berkualitas membuat terpesona peserta kuliah umum. Sampai waktu satu jam tak terasa dan mahasiswa banyak yang meminta H. Anies meneruskan materinya, tetapi rupanya ia masih ada agenda lain di ITB.
Setelah beramah tanah dan menjawab wawancara wartawan, H. Anies dengan susah payah berusaha menembus gerombolan mahasiswa yang enggan beranjak dari lobi. Mereka tampaknya betah dan masih ingin berdialog dengan mantan Gubernur DKI tersebut. Kiranya anak-anak muda itu rindu pemimpin yang memiliki intelektualitas dan integritas terhadap bangsanya.
***
Judul: Anies R. Baswedan: Panggilan ke Kampung Halaman Sendiri
Kontributor: Chye Retty Isnendes
Editor: Jumari Haryadi