Andaikan Bulog Jadi Offtaker

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Area pertanian di Indonesia
Ilustrasi: Pemandangan area pertanian di Indonesia - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Sabtu (14/12/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Andaikan Bulog Jadi Offtaker” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Offtaker adalah perusahaan atau lembaga yang membeli produk atau jasa dari produsen atau penyedia jasa lainnya, biasanya dalam jumlah besar dan dengan harga yang telah disepakati sebelumnya. Karakter offtaker yang utama antara lain membeli produk dalam jumlah besar, menentukan harga beli yang stabil, mengatur pasokan dan distribusi produk, mengelola risiko pasar dan kualitas produk, dan menyediakan keuangan atau pembiayaan.

Dalam kaitannya dengan pencapaian swasembada pangan, pemerintah berkeinginan untuk membebaskan Bulog dari statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi lembaga otonom pemerintah langsung dibawah presiden. Salah satu peran penting dan strategisnya, Bulog disiapkan jadi offtaker untuk membeli gabah/beras petani.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Lalu, bagaimana kaitannya dengan swasembada pangan itu sendiri? Inilah masalah yang butuh perbincangan lebih dalam lagi. Beberapa pengamat memprediksi, jika petani mampu menjual hasil panennya dengan harga yang menguntungkan maka tidak perlu dikomando pun mereka akan berlomba untuk menanam padi. Hasilnya, pasti akan melimpah.

Justru yang bakal muncul jadi masalah adalah apakah Bulog siap tampil menjadi offtaker yang andal dan piawai? Peran Bulog sebagai offtaker sendiri, intinya adalah membeli produk pangan dari petani dan pengusaha, kemudian menentukan harga beli yang wajar dan stabil, lalu mengatur pasokan dan distribusi pangan, mengelola gudang dan fasilitas penyimpanan, menjaga ketersediaan pangan nasional, mengatur ekspor-impor pangan dan mengawasi kualitas produk.

Secara teori, banyak manfaat yang akan diperoleh sekiranya Bulog jadi offtaker, di antaranya: 1) Meningkatkan pendapatan petani; 2) Stabilisasi harga pangan; 3) Meningkatkan ketersediaan pangan; 4) Mengurangi ketergantungan impor; 5) Mendukung pengembangan industri pangan lokal, dan; 6) Meningkatkan keamanan pangan nasional.

Di sisi lain sejarah telah mencatat, kehadiran dan keberadaan Perum BULOG di negeri ini, tidak sedikit pun diniati untuk menjadi “musuh” petani. Sebaliknya, sejak BULOG dilahirkan hingga sekarang menjelma jadi Perum BULOG, operator pangan ini selalu dijadikan sebagai “sahabat” petani. Itu sebabnya, siapa pun yang kini diberi amanah untuk mengelola Perum BULOG, jangan sampai lupa pada purwadaksi keberadaan lembaga/operator pangan ini.

Sebagai sahabat sejati petani, Perum BULOG harus selalu dekat dengan petani. Perum BULOG harus selalu membangun komunikasi yang inten dengan petani. Apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan petani, mesti dikenali dengan baik oleh Perum BULOG. Sebagai sahabat, suasana kebatinan Perum BULOG dengan petani perlu terus dipupuk dan dipelihara dengan baik dan bertanggung jawab.

Walau hanya diperankan sebagai operator pangan seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional. Namun, posisioning Perum BULOG dalam kelembagaan pangan nasional, tetap memperlihatkan peran yang cukup strategis. Salah satunya, tugas dan peran Perum BULOG dalam memposisikan diri sebagai pembeli gabah/beras petani.

Sebagai offtaker yang butuh penanganan lebih  serius adalah adanya kesungguhan pemerintah untuk menugaskan Perum BULOG membeli gabah petani dengan harga yang wajar. Hanya saja, sebelum Perum BULOG membeli gabah secara besar-besaran pada waktu musim panen tiba, perlu terlebih dahulu dilakukan peninjauan ulang terhadap Peraturan Badan Pangan Nasional No. 6/2023 tentang Harga Pembelian Pemerintah Gabah dan Beras.

Contoh, apakah harga gabah kering panen di tingkat petani masih cocok dihargai dengan nilai Rp 6000 per kg? Padahal, dalam beberapa waktu lalu, harga gabah kering panen sudah menembus angka Rp 7000 per kg. Ini berarti, jika kita bandingkan harga gabah yang ditetapkan pemerintah dengan harga gabah yang terjadi pasaran, sudah sangat jauh berbeda. Petani sendiri tampak senang dengan harga yang terjadi di pasar, bukan yang tertera di HPP.

Ada pertanyaan menggelitik di hati, mengapa pemerintah seperti yang tak tertarik untuk meninjau ulang HPP Gabah dan Beras yang kini angkanya jauh di bawah harga pasar? Apakah hal ini disebabkan oleh kesibukan para penentu kebijakan pergabahan dan perberasan dalam menghadapi Pilkada Serentak 2024 sehingga tidak ada waktu lagi untuk memikirkan nasib dan kehidupan petani padi?

Atau masih menunggu “lampu hijau” dari Presiden Prabowo sehingga setelah ada titah dari Kepala Negara maka mereka akan mulai melangkah? Kita sendiri tidak tahu dengan pasti apa yang menjadi jawabannya. Hanya, betapa kelirunya, jika kita tidak cepat bergerak, padahal, suara dan kata hati petani terkait harga gabah ini sudah mengumandang kemana-mana dan sudah didengar langsung oleh Presiden Prabowo.

Setelah harga gabah yang wajar ini ditetapkan, tidak ada satu alasan pun Perum BULOG tidak berkenan untuk membeli gabah petani sebanyak-banyaknya. Sebagai sahabat petani, sekaligus melaksanakan fungsi strategisnya, Perum BULOG penting untuk mendahulukan beli gabah petani, ketimbang beli beras dari pedagang. Gabah inilah yang akan nenjadi kekuatan stok beras dari hasil produksi petani padi di dalam negeri.

Perum BULOG, tentu tidak bisa bergerak sendirian. Sinergi dan kolaborasi, tetap dibutuhkan. Perum BULOG adalah operator pangan yang diharapkan mampu menyerap gabah petani dengan harga pembelian cukup wajar. Kalau Perum BULOG tidak mampu membeli gabah petani dengan harga yang pantas, mungkin saja para petani tidak menganggapnya lagi sebagai sahabat. Lebih gawat, jika Perum BULOG dianggap sebagai “musuh” petani.

Inti sari tulisan ini, lebih mengingatkan bagaimana keberadaan Bulog dalam melakukan perlindungan terhadap petani. Selain itu, kita juga mdmahami, sudah sejak lama Bulog ditugaskan untuk membeli gabah/beras petani. Tentu dengan harga yang memberi keuntungan maksimal bagi petani. Untuk itu, dalam rangka transformasi kelembagaan Bulog sekarang, kita berharap hal-hal yang disampaikan lewat tulisan ini, tetap jadi fokus pengkajian.

***

Judul: Andaikan Bulog Jadi Offtaker
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *